Pages

Jurnal Reading : Carcinoma breast in pregnancy and lactation

Friday, December 18, 2015

Kanker Payudara pada Kehamilan dan Laktasi
Virender Suhag, Sunita BS, Subhash Singh
Sr. Resident, Deptt. of Radiotherapy and Oncology, Demonstartor, Deptt. of Pathology, Acting Head, Deptt. of Radiotherapy and Oncology, Govt. Medical College and Hospital, Chandigarh, India

ABSTRAK
Kanker Payudara merupakan keganasan yang paling sering terkait dengan kehamilan. Insidennya termasuk rendah tetapi meningkat oleh karena adanya peningkatan pada jumlah kehamilan tua. Tanda-tanda dan gejala dari penyakit ini sering terlewatkan, yang mengakibatkan terjadinya penundaan dalam penanganan dan berpotensi kepada kelangsungan hidup yang tidak menjanjikan. Untuk alasan ini, sangat penting untuk para dokter menerapkan pemeriksaan klinis payudara secara teliti pada semua pasien yang hamil – terutama pada kehamilan awal, sebelum payudaranya menjadi sulit untuk diperiksa. Setelah menemukan adanya massa payudara yang mencurigakan, makan tindakan open biopsy diindikasikan tanpa penundaan. Modified Radical Mastectomy (MRM) dapat dengan aman dilakukan dan merupakan pilihan penanganan utama ketika kanker didiagnosis selama kehamilan. Kemoterapi dapat diberikan pada kehamilan akhir, dan radioterapi sebaiknya dihindari. Pada beberapa kasus, terutama saat penyakit ini ditemukan pada kehamilan awal, terminasi kehamilan dapat dibenarkan. Lebih penting lagi, stage untuk stage, kanker payudara pada kehamilan memiliki prognosis yang serupa pada kanker payudara wanita muda yang tidak hamil; kehamilan sendiri tampaknya tidak memiliki efek samping terhadap proses penyakit. Tidak perlu untuk melakukan aborsi terapeutik. Stage demi stage, prognosis dari kanker payudara dalam kehamilan serupa dengan mereka pada kontrol yang tidak hamil. Dengan konseling yang teratur, kehamilan selanjutnya dapat direncanakan setelah 2 – 3 tahun pada kasus-kasus tertentu.

KATA KUNCI
Karsinoma, Payudara, Kanker, Keganasan, Kehamilan, Laktasi

PENDAHULUAN
Keganasan yang paling sering terjadi bersamaan dengan kehamilan adalah kanker payudara. Kehamilan yang disertai dengan Kanker Payudara/ Pregnancy Associated Breast Cancer (PABC) diartikan sebagai yang terdiagnosis selama kehamilan, atau dalam satu tahun setelahnya. Sekitar 2 – 3% dari seluruh kanker payudara terjadi bersamaan dengan kehamilan atau laktasi dan tumor ini terjadi hanya pada satu sampai empat dari 10.000 wanita hamil, dan oleh karena itu merupakan kejadian yang langka. Oleh karenanya, sebagian besar dokter keluarga, ahli bedah dan ahli kandungan melakukan pertemuan dengan wanita hamil yang menderita kanker payudara hanya sekali dalam beberapa tahun. Mungkin dikarenakan dari kelangkaan klinis tersebut, miskonsepsi mengenai riwayat alamiah dan prognosis dari penyakit ini telah ditetapkan. Miskonsepsi ini telah mempengaruhi baik ketepatan waktu mendiagnosis maupun kesesuaian pengobatan pada wanita hamil yang ditemukan dengan massa payudara. Tampaknya kehamilan dan kanker payudara selalu kebetulan dan kehamilan atau laktasi tidak berkontribusi secara langsung dalam perkembangan atau percepatan progres dari kanker payudara. Temuan yang paling sering dari tumor ganas adalah benjolan yang nyeri, biasanya ditemukan oleh pasien.
            Kanker payudara selama kehamilan melibatkan pertimbangan psikososial, etika, agama dan legal pribadi; dan secara historis membuat kesejahteraan sang ibu terlibat konflik dengan janin yang akan dipertahankan. Meskipun diagnosis kanker payudara selama kehamilan bisa saja hanya merupakan kebetulan secara biologis, dampak emosional dari hal yang kebetulan ini bisa mematikan baik untuk pihak pasien maupun keluarga. Penyampaian perawatan medis dan dukungan menghibur sangat diperlukan bagi wanita yang secara simultan harus menghadapi implikasi yang bertentangan dan harapan dari proses yang akan melahirkan-jiwa serta yang mengancam-jiwa. Pertimbangan khusus lainnya dengan kehamilan yang terkait dengan kanker payudara mencakup waktu kelahiran, potensi untuk perawatan, serta kekhawatiran mengenani kesuburan di masa yang akan datang.

DIAGNOSIS YANG TERTUNDA
Beberapa studi telah menunjukkan adanya penundaan dalam mendiagnosis kanker payudara selama kehamilan. Secara umum, 40% sampai 50% dari wanita muda yang tidak hamil dengan kanker payudara dijumpai dengan penyakit metastasis ke limfonodus axilla. Sebaliknya, beberapa studi terkini telah menunjukkan metastasi limfonodus pada 56% sampai 89% pada wanita hamil dengan kanker payudara. Karena kanker payudara selama kehamilan bukan merupakan penyakit yang sifatnya berbeda dengan kanker payudara pada pasien muda, stadium lanjut pada penyakit tersebut seringkali bersifat sekunder terhadap penundaan diagnosis. Terdapat laporan dari rata-rata penundaan sekitar 5 sampai 15 bulan dari onset timbulnya gejala.
            Perubahan fisiologis selama kehamilan sangat memodifikasi bentuk dari payudara, dan hal ini dapat diperhitungkan untuk porsi signifikan pada penundaan diagnosis. Akibat dari peningkatan normal pada sekresi dan pelepasan estrogen plasental ovarium dan progestin selama kehamilan, payudara membesar, duktus dan lobus berproliferasi, dan payudara menyiapkan diri untuk sekresi aktif. Perubahan-perubahan ini mengubah secara dramatis struktur dari payudara, menyebabkan pembesaran, pengerasan, dan peningkatan nodularitas. Dokter yang memeriksa payudara pasien hamil bisa salah dalam menilai massa yang dominan terhadap perubahan fisiologis yang normal pada kehamilan. Selain itu, sejak kehamilan semakin berlanjut, perubahan ini bisa menjadi lebih jelas, berpotensi untuk mengaburkan massa yang mengkhawatirkan. Sebagai hasil dari perubahan payudara tersebut selama kehamilan, penundaan dalam diagnosis terjadi dengan frekuensi yang mengecewakan, yang memungkinkan mengarah kepada tingkat kelangsungan hidup yang buruk pada wanita hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil.

KELENGKAPAN DIAGNOSTIK
Untuk mendeteksi kanker payudara, wanita yang hamil dan menyusui harus melatih pemeriksaan bijak diri-sendiri secara rutin. Pemeriksaan payudara yang teliti dan menyeluruh pada wanita hamil pada saat kunjungan awal kepada ahli kandungan, sebelum payudara semakin membesar dan sulit untuk diperiksa, perlu dilakukan, dan harus dilanjutkan lagi setelahnya. Ketika dokter menemukan massa dominan yang dicurigai secara klinis – sebuah massa yang memiliki kelainan dan berbeda dengan jaringan sekitar – pada wanita hamil, rujukan yang tepat serta diagnosis harus dilakukan.
            Terdapat 2 perbedaan yang signifikan dalam mendiagnosis kanker payudara pada wanita hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Hal ini memerlukan penggunaan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) dan mammografi. Apabila wanita hamil dijumpai dengan adanya massa payudara dominan dan teraba, FNAB harus dilakukan pada kunjungan pertama, yang juga dilakukan pada wanita yang tidak hamil. Teknik ini sangat berguna dalam membedakan apakah itu termasuk kista atau galaktocele dari sebuah lesi padat. Apabila suatu lesi padat ditemukan, bagaimanapun, FNAC bisa menyesatkan. Hasil yang negatif-palsu telah dilaporkan dan diyakini akibat dari atipia seluluer yang terkait dengan hormon selama kehamilan. Oleh karenanya, direkomendasikan bahwa open biopsy dilakukan dalam waktu yang tepat ketika dijumpai massa padat selama kehamilan. USG merupakan cara yang aman dan akurat untuk membedakan antara lesi padat dan kistik.
            Mammografi banyak digunakan oleh dokter untuk membantu mengevaluasi massa payudara yang mencurigakan. Dengan perlindungan yang tepat, mammografi memberikan resiko paparan radiasi yang sedikit serta dosis iradiasi terhadap janin juga minimal (kurang dari 0.50 mrem). Namun, mammogram hanya boleh dilakukan untuk mengevaluasi massa yang dominan dan untuk melokalisir keganasan yang tidak tampak pada temuan fisik yang mencurigakan lainnya. Mammogram selama kehamilan tidak mudah untuk dibaca dan memiliki setidaknya 25% tingkat negatif-palsu karena peningkatan konten air dari jaringan payudara serta kehilangan jaringan lemak yang biasanya terbaca sebagai massa. Dalam suatu series oleh Max and Klamer, mammogram diperoleh normal pada 6 dari 8 wanita hamil yang dijumpai massa payudara yang teraba yang kemudian didiagnosis sebagai kanker. Dengan demikian, pada wanita hamil dengan massa payudara yang mencurigakan, pemeriksaan mammogram yang diinterpretasikan normal bisa menyesatkan dokter dalam menunda untuk melakukan open biopsy.
            Dalam pengaturan pada kehamilan, tidak ada pengganti untuk open biopsi yang dilakukan dengan benar. Hal ini terutama benar dalam ketidak-adekuatan diagnostik pada FNAC dan mmografi selama kehamilan. Yang terpenting, tidak ada bukti untuk menunjukkan bahwa biopsi payudara menimbulkan resiko anestesi yang signifikan baik terhadap janin maupun kepada ibu. Dalam laporan terhadap 134 biopsi payudara yang dilakukan pada wanita hamil dengan anestesi umum, Byrd and coworkers mendolumentasikan hanya 1 kematian janin. Yang jelas, biopsi payudara selama kehamilan adalah hal yang aman dan merupakan cara yang palig definitif dalam mendiagnosis suatu keganasan. Untuk menghindari diagnosis yang negatif-palsu sebagai hasil dari kesalahan-tafsir dari kehamilan yang terkait dengan perubahan, ahli patologi harus diberitahu bahwa pasiennya dalam hamil.

STAGING
Prosedur yang digunakan untuk staging kanker payudara harus dimodifikasi untuk menghindari paparan radiasi terhadap janin pada wanita yang hamil. Scan nuklir menyebabkan paparan radiasi pada janin. Apabila scan tersebut sangat penting untuk evaluasi, hidrasi dan drainase foley kateter pada kandung kemih dapat dgunakan untuk mencegah retensi dari radioaktifitas. Pemilihan waktu dari paparan radiasi relatif terhadap usia kehamilan dari janin bisa menjadi lebih penting dari dosis aktual dari radiasi yang diberikan. Paparan radiasi selama trimester pertama dapat menyebabkan malformasi kongenital, terutama mikrosefali. Dosis yang lebih tinggi dari 100 rad dapat menyebabkan kelainan kongenital pada 100% kasus. Dosis 10 rad dapat menyebabkan kecacatan yang lebih rendah. Pemeriksaan X-ray dada memberikan 0.008 rad, dan scan tulang memberikan 0.1 rad. X-ray dada dengan perlindungan abdomen dianggap aman, tetapi dengan semua prosedur radiologis, makan harus digunakan hanya apabila penting untuk menentukan pengobatan. Untuk diagnosis metastasi tulang, sebuah bone scan lebih dipilih daripada skeletal series karena tulang dapat diberikan jumlah radiasi yang lebih kecil dan lebih sensitif pula. Evaluasi dari hepar dapat dilakukan dengan ultrasound, dan metastasis otak dapat didiagnosis dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI)  scan, yang keduanya menghindari paparan radiasi janin. Karsinogenesis pada janin yang terpapar radiasi adalah pertimbangan yang lain.
            Uji reseptor hormon biasanya negatif pada pasien kanker payudara yang hamil, tetapi hal ini bisa menjadi hasil dari ikatan reseptor oleh karena kadar estrogen serum yang tinggi yang terkait dengan kehamilan. Namun, uji reseptor imunositokimiawi enzim lebih sensitif daripada uji ikatan kompetitif. Sebuah studi yang menggunakan metode ikatan mengindikasikan positifitas reseptor yang serupa antara wanita hamil dan tidak-hamil dengan kanker payudara. Studi tersebut menyimpulkan bahwa peningkatan kadar estrogen selama kehamilan dapat mengakibatkan insiden yang lebih tinggi pada positifitas reseptor yang dideteksi dengan imunisitokimiawi dibandingkan dengan yang dideteksi oleh ikatan ligan radiolabel, akibat dari inhibisi kompetitif oleh kadar estrogen endogen yang tinggi.

ULASAN PENGOBATAN
Penanganan pada PABC sangat sulit dan mencakup banyak dilema diagnotik dan terapeutik. Resiko terhadap anak yang belum lahir berperan utama dalam proses pengambilan keputusan. Secara ideal, tujuan dari pengobatan adalah untuk menyembuhkan pasien dari kankernya dan melahirkan bayi sehat yang viabel. Setelah modalitas pengobatan yang tepat sudah dipilih, pengimplementasiannya harus tidak ditunda mengingat karena kehamilannya. Keterlibatan dari beberapa subspesialis dalam pengobatan pasien-pasien ini sangat direkomendasikan. Pilihan dari berbagai pengobatan secara singkat dijelaskan di bawah ini.

Pembedahan : Modified Radical Mastectomy adalah pilihan utama dari pengobatan. Anestesi umum aman diberikan apabila tindakan pencegahan diambil untuk mengimbangi perubahan fisiologis yang diinduksi oleh kehamilan. Agen anestesi tertentu mudah mencapai janin tetapi belum diketahui bersifat teratogenik. Sejak resiko dari aborsi spontaneus selama mastectomy sangat rendah, kehamilan bukanlah suatu kontraindikasi dalam penanganan pembedahan. Modified Radical Mastectomy merupakan modalitas penanganan tunggal yang memungkinkan kehamilan untuk terus berlanjut dengan resiko yang minimal baik kepada ibu maupun janin. Penunddan dalam pembedahan untuk kanker payudara adalah hal yang merugikan pada wanita hamil yang juga sama terhadap wanita yang tidak-hamil. Terapi konservasi payudara, dengan pengobatan radiasi yang diberikan setelah melahirkan atau setelah kemoterapi ajuvan, merupakan pilihan untuk wanita dengan PABC yang didiagnosis dalam kehamilan yang lanjut. Rekonstruksi payudara yang segera tidak diindikasikan.

Radioterapi : Pemberian terapi radiasi yang standar mencakup iradiasi payudara secara keseluruhan kemudian diikuti oleh dosis boost ke bantalan tumor,dengan total 5000 cGy. Jumlah radiasi yang tersebar ke janin tergantung terutama dari jarak janin dari pusat lapangan. Pada trimester pertama kehamilan, embrio/janin terletak pada jarak maksimal dari pusat lepangan dapat dikenakan pada 10 cGy sampai 15 cGy radiasi. Menjelang akhir kehamilan, bagaimanapun, ketika puncak uterus mencapai xyphoideus, sebanyak 200 cGy dapat diberikan kepada janin. Oleh karena itu radioterapi kontraindikasi terhadap trimester awal kehamilan dan harus dihindari pada kehamilan lanjut akibat karena penyebara radiasi internal.

Tidak diketahui berapa banyak radiasi dapat ditolerir oleh janin yang berkembang tanpa menginduksi kelainan yang signifikan; data yang penting saat ini tidak tersedia. Kesimpulan harus ditarik melalui laporan radiasi atomic, dimana dosis rendah yang relatif pada radiasi menghasilkan kelainan sistem saraf pusat yang signifikan. Dengan ekstrapolasi, selama trimester awal, ketika embri/janin ynag berkembang dapat menerima sebanyak 10 cGy sampai 15 cGy radiasi, anomali yang diinduksi-oleh-radiasi yang signifikan dapat timbul. Brent, dalam ulasan literatur ekstesifnya, mengemukakan 0.05 Gy sebagai batas-atas aman yang relatif pada paparan janin.

Hal ini secara luas diyakini bahwa paparan radiasi terhadap janin yang berkembang tidak dapat diterima; oleh karena itu, untuk wanita dengan kanker payudara yang didiagnosis pada awal kehamilan, terapi konservatif payudara secara tegas tidak dianjurkan. Untuk pasien dengan kanker payudara yang ditemukan pada kehamilan lanjut yang bersikeras untuk konservasi payudara, mungkin beralasan untuk dilakukan mastectomy segemnetal dengan diseksi axillaris, dan menunda terapi radiasi hingga setelah melahirkan. Namun, efektifitas dari terapi radiasi untuk mencegah kekambuhan lokal tidak diketahui dalam pengaturan kehamilan. Payudara pada wanita hamil secara anatomis dan fisiologis berbeda dengan payudara pada wanita pre-menopaus yang tidak-hamil, dan perbedaan ini dapat memicu pasien pada peningkatan kekambuhan lokal setelah operasi konservasi payudara. Jadi, pada wanita yang sangat menginginkan terapi konservasi payudara, harus ada pemahaman bahwa pengobatan tersebut mungkin tidak sama dengan Modified Radical Mastectomy untuk tujuan kontrol lokal.

Kemoterapi : Kemoterapi postoperatif merupakan pengobatan standar untuk wanita premenopaus nodus-positif dengan kanker payudara, dan juga dapat memberi manfaat pada wanita tanpa metastasis nodus. Meskipun belum diketahui lamanya waktu yang diperbolehkan sebelum memulai kemoterapi, namun diyakini secara luas bahwa penundaan dapat mengurangi manfaat terapi. Sejak paparan pada janin yang berkembang terhadap agen kemoterapi dapat mengakibatkan teratogenesis dan komplikasi serius lainnya, keputusan untuk memulai dengan terapi ajuvan selama kehamilan merupakan hal yang sulit.

Doll DC et al menyatakan bahwa pemberian kemoterapi pada trimester awal terkait dengan resiko tinggi (17%) terjadinya cacat lahir, dalam hal ini memungkinkan untuk KJDR, prematuritas, malformasi janin, atau kematian; resiko ini lebih rendah (1.3%) pada trimester kedua dan ketiga. Shapira and Chudley mengulas 71 pasien dari 8 laporan dan menemukan 12.7% tingkat malformasi janin selama trimester pertama. Sayangnya, resiko sebenarnya yang terkait dengan kemoterapi menunjukkan hasil yang tidak jelas. Laporan anekdotal menunjukkan bahwa agen sitotoksik berakibat pada teratogenis, intra-uterine growth retardation, kelainan jantung, penundaan karsinogenesis dan efek samping serius lainnya pada bayi yang terpapar dengan agen kemoterapi in-utero. Laporan ini menunjukkan bahwa resiko teratogenesis merupakan yang tertinggi selama trimester pertama. Kemoterapi kombinasi neoajuvan atau ajuvan yang terdiri dari  5- fluorouracil, doxorubicin, dan cyclophosphamide (FAC) dapat diberikan selama trimester kedua atau ketiga dengan resiko minimal terhadap janin dan komplikasi yang minimal pada persalinan dan proses melahirkan; tetapi biasanya harus ditunda hingga setelah melahirkan.

Keputusan terapi apakah untuk memulai kemoterapi bergantung pada stadium dari kehamilan serta stadium dari penyakit. Ketika seorang wanita didiagnosis dengan kanker payudara selama trimester akhir kehamilan, maka mungkin saja untuk menunda terapi ajuvan hingga setelah melahirkan. Namun, karena terapi ajuvan mungkin memiliki efek yang merusak pada janin yang berkembang selama kedua trimester awal, dan menunda dalam memulai kemoterapi dapat membahayakan ibu, maka mungkin untuk mempertimbangkan terminasi kehamilan. Pada beberapa kasus, hal ini mungkin adalah pilihan yang diinginkan, melakukan terapi yang tepat tanpa larangan.

Terapi Hormonal : terapi hormon, seperti pengobatan dengan tamoxifen, belum dipelajari dengan baik pada wanita hamil, baik sebagai terapi ajuvan setelah operasi atau sebagai pengobatan untuk kanker lanjut, jadi efeknya masih belum diketahui. Tamoxifen harus dihindari pada trimester pertama dan mungkin setelahnya. Ablasi ovarium profilaktik tidak mempengaruhi secara signifikan jalannya PABC dan harus dilakukan hanya pada kasus progresif atau enyakit kambuhan.



KEBUTUHAN UNTUK ABORSI
Di masa lalu, ketika diperkirakan bahwa kehamilan itu sendiri merangsangan pertumbuhan tumor, aborsi terapeutik merupakan elemen yang penting dari pengobatan kanker payudara. Karena sudah jelas bahwa kanker payudara selama kehamilan secara inheren bukan penyakit yang berbeda dari kanker payudara pada wanita muda yang tidak-hamil, antusiasme untuk aborsi sebagai manuver terapi telah memudar. Kanker payudara dalam kehamilan bukanlah suatu indikasi untuk dilakukan aborsi. Tidak ada efek yang merusak pada janin dari kanker payudara ibu, dan tidak ada kasus yang dilaporkan mengenai pemindahan sel kanker payudara melalui ibu ke janin.
            Apakah seorang wanita yang menjalani aborsi terapeutik bergantung pada stadium kehamilan, stadium dari penyakit, keinginan untuk konservasi payudara, serta prioritas dari pasien secara individual. Pada individu yang bersikeras untuk terapi konservasi payudara untuk suatu kanker yang ditemukan selama trimester pertama, aborsi terapeutik mungkin lebih baik untuk mengekspos janin terhadap radiasi ionisasi. Demikian pula, bahaya dari teratogenesis dari kemoterapi dapat meyakinkan seorang wanita pada trimester pertamanya untuk mengakhiri kehamilannya, memungkinkan untuk terapi tanpa halangan. Tidak terdapat bukti bahwa terminasi kehamilan meningkatkan hasil luaran untuk pasien atau mengubah riawayat alamiah dari kanker payudara, tetapi hal ini mengizinkan terapi agresif standar pada penyakit yang lebih lanjut. Oleh karena itu aborsi terapeutik harus dilakukan pada semua wanita dengan penyakit stadium-lanjut dan pada mereka dimana penundaan yang signifikan dari pengobatan ini dapat membahayakan kesehatan ibu.
            Bagaimanapun, karena kanker payudara stadium-lanjut pada dasarnya tidak dapat disembuhkan meskipun telah diberikan terapi ajuvan yang agresif, pasien yang diberitahu informasi dengan jelas menginginkan kehamilannya untuk cukup bulan.
PENGARUH KEHAMILAN BERIKUTNYA PADA KANKER PAYUDARA
Resiko kanker payudara meningkat dengan usia; oleh karena itu, wanita yang menunda proses melahirkan secara bertahap lebih meningkatkan kategori resiko untuk penyakit tersebut. Karena banyaknya wanita yang menunda melahirkan karena alasan pendidikan, profesi, atau alasan pribadi jumlah wanita yang akan menjalani pengobatan kanker payudara sebelum menyelesaikan proses kelahiran tampaknya meningkat. Literatur sebelumnya menyatakan bahwa setidaknya 7% dari wanita yang tidak menjalani oophorectmoy memperoleh satu atau lebih kehamilan, dan 70% dari kehamilan ini diharapkan dalam lima tahun pertama setelah pengobatan kanker. Kemoterapi sitotoksik ajuvan menghabiskan jumlah pasien yang fertil, tetapi sebantak 11% memiliki kehamilan yang disengaja atau yang tidak direncanakan dalam studi kemoterapi jangka-pendek.
            Kanker payudara itu sendiri bukan merupakan kontraindikasi terhadap kehamilan berikutnya. Kehamilan tampaknya tidak mengkompromi kelangsungan hidup pada wanita dengan riwayat kanker payudara sebelumnya, berdasarkan pada data retrospektif yang terbatas. Tidak ada efek yang merusak pada janin dari kanker payudara ibu, dan tidak ada kasus yang dilaporkan mengenai pemindahan sel kanker payudara melalui ibu ke janin.
            Literatur yang tersedia menunjukkan bahwa pasien-pasien kanker payudara yang kemudia hamil lagi memiliki tingkat kelangsungan hidup yang baik, sering sama dengan atau kadang lebih baik daripada pasien tanpa kehamilan berikutnya. Kroman et al mempelajari 173 wanita yang hamil setelah pengobatan kanker payudara; Wanita yang memiliki kehamilan yang cukup bulan setelah pengobatan kanker payudara memiliki penurunan resiko yang non-signifikan [terhadap kematian (resiko relatif 0.55 95% CI 0.28-1.06]) dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki kehamilan yang cukup bulan setelah penyesuaian usia saat didiagnosis, stadium dari penyakit (ukuran tumor, status kelenjar axilla, dan grading histologis), dan riwayat reproduksi sebelum didiagnosis. Telah diperdebatkan bahwa hanya wanita dengan prognosis yang baik bisa hamil, sehingga hasil yang baik condong ditemukan pada kehamilan setelah kanker payudara. Prognosis individu wanita, kesejahteraan, keinginan memiliki anak, dukungan dari pasangan dan faktor sosioekonomi lainnya harus dipertimbangkan secara teliti dalam proses pengambilan keputusan yang sulit ini.
            Secara umum direkomendasikan bahwa pasien-pasien menunggu 2 tahun setelah didiagnosis sebelum mencoba untuk memahami. Hal ini memungkinkan kekambuhan dini untuk menjadi nyata, yang mana dapat emmpengaruhi keputusan untuk menjadi orang tua. Pada wanita dengan penyakit yang lebih lanjut, prognosisnya buruk, dan pasien harus disarankan bahwa dirinya mungkin tidak akan bertahan lebih lama lagi untuk membesarkan seorang anak dari kehamilan berikutnya. Sedikit yang diketahui mengenai kehamilan setelah transplantasi sumsum tulang dan kemoterapi dosis tinggi dengan atau tanpa iradiasi total-tubuh. Sanders et al mempelajari data dari 1322 pasien yang sebelumnya telah menerima Cyclophosphamide dosis tinggi atau total body iradiation (TBI) dari 1971 – 1992 untuk kelainan hematologi; dan melaporkan 7% dan 37% insiden dari aborsi spontan; dan 18% dan 63% insiden dari kelahiran prematur; pada resipien Cyclophosphamide dan TBI masing-masing. Insiden secara keseluruhan pada bayi berat lahir rendah dalam series ini adalah 25%, yang lebih tinggi dari insiden yang diperkirakan dari 6.5% untuk populasi secara umum (P = .0001).
            Clarkdan Chua menemukan bahwa 72% dari pasien mereka menjadi hamil dalam dua tahun pengobatan. Mereka yang menjadi hamil dalam enam bulan memiliki prognosis yang relatif buruk – 54% dari tingkat kelangsungan hidup selama 5 tahun dibandingkan dengan 78% dari tingkat kelangsungan hidup selama 5 tahun diantara mereka yang menunggu selama enam bulan sampai dua tahun untuk menjadi hamil setelah diagnosis kanker payudara. Mereka yang menunggu lima tahun atau lebih untuk menjadi hamil memiliki 100% kelangsungan hidup selama 5 tahun dari titik tersebut. Mereka menyimpulkan bahwa menunggu setidaknya selama enam bulan dari penyelesaian pengobatan adalah hal yang direkomendasikan. Datanya konsisten dengan fakta bahwa semakin lama kelangsungan hidup setelah diagnosis adalah, per se, suatu indikator dari prognosis pasien yang baik (apakah kehamilan terjadi atau tidak). Beberapa studi yang bersangkutan pada kanker payudara setelah kehamilan diringkas pada Tabel 1.


LAKTASI SELAMA PENGOBATAN KANKER
Penekanan dari laktasi tidak memperbaiki prognosis. Bagaimanapun, apabila pembedahan direncankaan, laktasi harus ditekan untuk mengurangi ukuran dan vaskularisasi dari payudara dan juga membantu untuk menurunkan resiko infeksi pada payudara, dan dapat membantu untuk menghindari pengumpulan ASI pada setiap insisi biopsi sebelumnya.
            Hal ini juga harus ditekan apabila kemoterapi akan diberikan karena banyak antineoplastic (khususnya cyclophosphamide dan methotrexate) yang diberikan secara sistemik dapat terjadi dengan kadar tinggi pada ASI dan hal ini dapat mempengaruhi perawatan bayi. Secara umum, wanita yang menerima kemoterapi seharusnya tidak menyusui.

KESIMPULAN

Kanker payudara merupakan keganasan yang paling umum yang terkait dengan kehamilan. Insidennya termasuk rendah tetapi meningkat oleh karena adanya peningkatan pada jumlah kehamilan tua. Tanda-tanda dan gejala dari penyakit ini sering terlewatkan, yang mengakibatkan terjadinya penundaan dalam penanganan dan berpotensi kepada kelangsungan hidup yang tidak menjanjikan. Untuk alasan ini, sangat penting untuk para dokter menerapkan pemeriksaan klinis payudara secara teliti pada semua pasien yang hamil – terutama pada kehamilan awal, sebelum payudaranya menjadi sulit untuk diperiksa. Setelah menemukan adanya massa payudara yang mencurigakan, makan tindakan open biopsy diindikasikan tanpa penundaan. Modified Radical Mastectomy (MRM) dapat dengan aman dilakukan dan merupakan pilihan penanganan utama ketika kanker didiagnosis selama kehamilan. Kemoterapi dapat diberikan pada kehamilan akhir, dan radioterapi sebaiknya dihindari. Pada beberapa kasus, terutama saat penyakit ini ditemukan pada kehamilan awal, terminasi kehamilan dapat dibenarkan. Lebih penting lagi, stage untuk stage, kanker payudara pada kehamilan memiliki prognosis yang serupa pada kanker payudara wanita muda yang tidak hamil; kehamilan sendiri tampaknya tidak memiliki efek samping terhadap proses penyakit. Tidak perlu untuk melakukan aborsi terapeutik. Stage demi stage, prognosis dari kanker payudara dalam kehamilan serupa dengan mereka pada kontrol yang tidak hamil. Dengan konseling yang teratur, kehamilan selanjutnya dapat direncanakan setelah 2 – 3 tahun pada kasus-kasus tertentu.
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS