Virender Suhag, Sunita BS, Subhash Singh
Sr. Resident, Deptt. of
Radiotherapy and Oncology, Demonstartor, Deptt. of Pathology, Acting Head,
Deptt. of Radiotherapy and Oncology, Govt. Medical College and Hospital,
Chandigarh, India
ABSTRAK
Kanker Payudara
merupakan keganasan yang paling sering terkait dengan kehamilan. Insidennya
termasuk rendah tetapi meningkat oleh karena adanya peningkatan pada jumlah
kehamilan tua. Tanda-tanda dan gejala dari penyakit ini sering terlewatkan,
yang mengakibatkan terjadinya penundaan dalam penanganan dan berpotensi kepada
kelangsungan hidup yang tidak menjanjikan. Untuk alasan ini, sangat penting
untuk para dokter menerapkan pemeriksaan klinis payudara secara teliti pada
semua pasien yang hamil – terutama pada kehamilan awal, sebelum payudaranya
menjadi sulit untuk diperiksa. Setelah menemukan adanya massa payudara yang
mencurigakan, makan tindakan open biopsy diindikasikan tanpa penundaan. Modified Radical Mastectomy (MRM) dapat dengan
aman dilakukan dan merupakan pilihan penanganan utama ketika kanker didiagnosis
selama kehamilan. Kemoterapi dapat diberikan pada kehamilan akhir, dan
radioterapi sebaiknya dihindari. Pada beberapa kasus, terutama saat penyakit
ini ditemukan pada kehamilan awal, terminasi kehamilan dapat dibenarkan. Lebih
penting lagi, stage untuk stage, kanker payudara pada kehamilan memiliki
prognosis yang serupa pada kanker payudara wanita muda yang tidak hamil;
kehamilan sendiri tampaknya tidak memiliki efek samping terhadap proses
penyakit. Tidak perlu untuk melakukan aborsi terapeutik. Stage demi stage,
prognosis dari kanker payudara dalam kehamilan serupa dengan mereka pada
kontrol yang tidak hamil. Dengan konseling yang teratur, kehamilan selanjutnya
dapat direncanakan setelah 2 – 3 tahun pada kasus-kasus tertentu.
KATA KUNCI
Karsinoma, Payudara,
Kanker, Keganasan, Kehamilan, Laktasi
PENDAHULUAN
Keganasan yang paling
sering terjadi bersamaan dengan kehamilan adalah kanker payudara. Kehamilan
yang disertai dengan Kanker Payudara/ Pregnancy
Associated Breast Cancer (PABC) diartikan sebagai yang terdiagnosis selama
kehamilan, atau dalam satu tahun setelahnya. Sekitar 2 – 3% dari seluruh kanker
payudara terjadi bersamaan dengan kehamilan atau laktasi dan tumor ini terjadi
hanya pada satu sampai empat dari 10.000 wanita hamil, dan oleh karena itu
merupakan kejadian yang langka. Oleh karenanya, sebagian besar dokter keluarga,
ahli bedah dan ahli kandungan melakukan pertemuan dengan wanita hamil yang
menderita kanker payudara hanya sekali dalam beberapa tahun. Mungkin
dikarenakan dari kelangkaan klinis tersebut, miskonsepsi mengenai riwayat
alamiah dan prognosis dari penyakit ini telah ditetapkan. Miskonsepsi ini telah
mempengaruhi baik ketepatan waktu mendiagnosis maupun kesesuaian pengobatan
pada wanita hamil yang ditemukan dengan massa payudara. Tampaknya kehamilan dan
kanker payudara selalu kebetulan dan kehamilan atau laktasi tidak berkontribusi
secara langsung dalam perkembangan atau percepatan progres dari kanker
payudara. Temuan yang paling sering dari tumor ganas adalah benjolan yang
nyeri, biasanya ditemukan oleh pasien.
Kanker payudara selama kehamilan melibatkan pertimbangan
psikososial, etika, agama dan legal pribadi; dan secara historis membuat
kesejahteraan sang ibu terlibat konflik dengan janin yang akan dipertahankan.
Meskipun diagnosis kanker payudara selama kehamilan bisa saja hanya merupakan
kebetulan secara biologis, dampak emosional dari hal yang kebetulan ini bisa
mematikan baik untuk pihak pasien maupun keluarga. Penyampaian perawatan medis
dan dukungan menghibur sangat diperlukan bagi wanita yang secara simultan harus
menghadapi implikasi yang bertentangan dan harapan dari proses yang akan
melahirkan-jiwa serta yang mengancam-jiwa. Pertimbangan khusus lainnya dengan
kehamilan yang terkait dengan kanker payudara mencakup waktu kelahiran, potensi
untuk perawatan, serta kekhawatiran mengenani kesuburan di masa yang akan
datang.
DIAGNOSIS YANG TERTUNDA
Beberapa studi telah
menunjukkan adanya penundaan dalam mendiagnosis kanker payudara selama
kehamilan. Secara umum, 40% sampai 50% dari wanita muda yang tidak hamil dengan
kanker payudara dijumpai dengan penyakit metastasis ke limfonodus axilla.
Sebaliknya, beberapa studi terkini telah menunjukkan metastasi limfonodus pada
56% sampai 89% pada wanita hamil dengan kanker payudara. Karena kanker payudara
selama kehamilan bukan merupakan penyakit yang sifatnya berbeda dengan kanker
payudara pada pasien muda, stadium lanjut pada penyakit tersebut seringkali
bersifat sekunder terhadap penundaan diagnosis. Terdapat laporan dari rata-rata
penundaan sekitar 5 sampai 15 bulan dari onset timbulnya gejala.
Perubahan fisiologis selama kehamilan sangat memodifikasi
bentuk dari payudara, dan hal ini dapat diperhitungkan untuk porsi signifikan
pada penundaan diagnosis. Akibat dari peningkatan normal pada sekresi dan
pelepasan estrogen plasental ovarium dan progestin selama kehamilan, payudara
membesar, duktus dan lobus berproliferasi, dan payudara menyiapkan diri untuk
sekresi aktif. Perubahan-perubahan ini mengubah secara dramatis struktur dari
payudara, menyebabkan pembesaran, pengerasan, dan peningkatan nodularitas.
Dokter yang memeriksa payudara pasien hamil bisa salah dalam menilai massa yang
dominan terhadap perubahan fisiologis yang normal pada kehamilan. Selain itu,
sejak kehamilan semakin berlanjut, perubahan ini bisa menjadi lebih jelas,
berpotensi untuk mengaburkan massa yang mengkhawatirkan. Sebagai hasil dari
perubahan payudara tersebut selama kehamilan, penundaan dalam diagnosis terjadi
dengan frekuensi yang mengecewakan, yang memungkinkan mengarah kepada tingkat
kelangsungan hidup yang buruk pada wanita hamil dibandingkan dengan wanita yang
tidak hamil.
KELENGKAPAN DIAGNOSTIK
Untuk mendeteksi kanker
payudara, wanita yang hamil dan menyusui harus melatih pemeriksaan bijak
diri-sendiri secara rutin. Pemeriksaan payudara yang teliti dan menyeluruh pada
wanita hamil pada saat kunjungan awal kepada ahli kandungan, sebelum payudara
semakin membesar dan sulit untuk diperiksa, perlu dilakukan, dan harus
dilanjutkan lagi setelahnya. Ketika dokter menemukan massa dominan yang
dicurigai secara klinis – sebuah massa yang memiliki kelainan dan berbeda
dengan jaringan sekitar – pada wanita hamil, rujukan yang tepat serta diagnosis
harus dilakukan.
Terdapat 2 perbedaan yang signifikan dalam mendiagnosis
kanker payudara pada wanita hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil.
Hal ini memerlukan penggunaan Fine Needle
Aspiration Biopsy (FNAB) dan mammografi. Apabila wanita hamil dijumpai
dengan adanya massa payudara dominan dan teraba, FNAB harus dilakukan pada
kunjungan pertama, yang juga dilakukan pada wanita yang tidak hamil. Teknik ini
sangat berguna dalam membedakan apakah itu termasuk kista atau galaktocele dari
sebuah lesi padat. Apabila suatu lesi padat ditemukan, bagaimanapun, FNAC bisa
menyesatkan. Hasil yang negatif-palsu telah dilaporkan dan diyakini akibat dari
atipia seluluer yang terkait dengan hormon selama kehamilan. Oleh karenanya,
direkomendasikan bahwa open biopsy dilakukan dalam waktu yang tepat ketika
dijumpai massa padat selama kehamilan. USG merupakan cara yang aman dan akurat
untuk membedakan antara lesi padat dan kistik.
Mammografi banyak digunakan oleh dokter untuk membantu
mengevaluasi massa payudara yang mencurigakan. Dengan perlindungan yang tepat,
mammografi memberikan resiko paparan radiasi yang sedikit serta dosis iradiasi
terhadap janin juga minimal (kurang dari 0.50 mrem). Namun, mammogram hanya
boleh dilakukan untuk mengevaluasi massa yang dominan dan untuk melokalisir
keganasan yang tidak tampak pada temuan fisik yang mencurigakan lainnya.
Mammogram selama kehamilan tidak mudah untuk dibaca dan memiliki setidaknya 25%
tingkat negatif-palsu karena peningkatan konten air dari jaringan payudara
serta kehilangan jaringan lemak yang biasanya terbaca sebagai massa. Dalam
suatu series oleh Max and Klamer, mammogram diperoleh normal pada 6 dari 8
wanita hamil yang dijumpai massa payudara yang teraba yang kemudian didiagnosis
sebagai kanker. Dengan demikian, pada wanita hamil dengan massa payudara yang
mencurigakan, pemeriksaan mammogram yang diinterpretasikan normal bisa
menyesatkan dokter dalam menunda untuk melakukan open biopsy.
Dalam pengaturan pada kehamilan, tidak ada pengganti
untuk open biopsi yang dilakukan dengan benar. Hal ini terutama benar dalam
ketidak-adekuatan diagnostik pada FNAC dan mmografi selama kehamilan. Yang
terpenting, tidak ada bukti untuk menunjukkan bahwa biopsi payudara menimbulkan
resiko anestesi yang signifikan baik terhadap janin maupun kepada ibu. Dalam
laporan terhadap 134 biopsi payudara yang dilakukan pada wanita hamil dengan
anestesi umum, Byrd and coworkers mendolumentasikan hanya 1 kematian janin.
Yang jelas, biopsi payudara selama kehamilan adalah hal yang aman dan merupakan
cara yang palig definitif dalam mendiagnosis suatu keganasan. Untuk menghindari
diagnosis yang negatif-palsu sebagai hasil dari kesalahan-tafsir dari kehamilan
yang terkait dengan perubahan, ahli patologi harus diberitahu bahwa pasiennya
dalam hamil.
STAGING
Prosedur yang digunakan
untuk staging kanker payudara harus dimodifikasi untuk menghindari paparan
radiasi terhadap janin pada wanita yang hamil. Scan nuklir menyebabkan paparan
radiasi pada janin. Apabila scan tersebut sangat penting untuk evaluasi,
hidrasi dan drainase foley kateter pada kandung kemih dapat dgunakan untuk
mencegah retensi dari radioaktifitas. Pemilihan waktu dari paparan radiasi
relatif terhadap usia kehamilan dari janin bisa menjadi lebih penting dari
dosis aktual dari radiasi yang diberikan. Paparan radiasi selama trimester
pertama dapat menyebabkan malformasi kongenital, terutama mikrosefali. Dosis
yang lebih tinggi dari 100 rad dapat menyebabkan kelainan kongenital pada 100%
kasus. Dosis 10 rad dapat menyebabkan kecacatan yang lebih rendah. Pemeriksaan
X-ray dada memberikan 0.008 rad, dan scan tulang memberikan 0.1 rad. X-ray dada
dengan perlindungan abdomen dianggap aman, tetapi dengan semua prosedur
radiologis, makan harus digunakan hanya apabila penting untuk menentukan
pengobatan. Untuk diagnosis metastasi tulang, sebuah bone scan lebih dipilih
daripada skeletal series karena tulang dapat diberikan jumlah radiasi yang
lebih kecil dan lebih sensitif pula. Evaluasi dari hepar dapat dilakukan dengan
ultrasound, dan metastasis otak dapat didiagnosis dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan, yang keduanya menghindari paparan
radiasi janin. Karsinogenesis pada janin yang terpapar radiasi adalah
pertimbangan yang lain.
Uji reseptor hormon biasanya negatif pada pasien kanker
payudara yang hamil, tetapi hal ini bisa menjadi hasil dari ikatan reseptor
oleh karena kadar estrogen serum yang tinggi yang terkait dengan kehamilan.
Namun, uji reseptor imunositokimiawi enzim lebih sensitif daripada uji ikatan
kompetitif. Sebuah studi yang menggunakan metode ikatan mengindikasikan positifitas
reseptor yang serupa antara wanita hamil dan tidak-hamil dengan kanker
payudara. Studi tersebut menyimpulkan bahwa peningkatan kadar estrogen selama kehamilan dapat mengakibatkan insiden
yang lebih tinggi pada positifitas reseptor yang dideteksi dengan
imunisitokimiawi dibandingkan dengan yang dideteksi oleh ikatan ligan
radiolabel, akibat dari inhibisi kompetitif oleh kadar estrogen endogen yang
tinggi.
ULASAN PENGOBATAN
Penanganan pada PABC
sangat sulit dan mencakup banyak dilema diagnotik dan terapeutik. Resiko
terhadap anak yang belum lahir berperan utama dalam proses pengambilan
keputusan. Secara ideal, tujuan dari pengobatan adalah untuk menyembuhkan
pasien dari kankernya dan melahirkan bayi sehat yang viabel. Setelah modalitas
pengobatan yang tepat sudah dipilih, pengimplementasiannya harus tidak ditunda
mengingat karena kehamilannya. Keterlibatan dari beberapa subspesialis dalam
pengobatan pasien-pasien ini sangat direkomendasikan. Pilihan dari berbagai
pengobatan secara singkat dijelaskan di bawah ini.
Pembedahan :
Modified Radical Mastectomy adalah pilihan utama dari pengobatan. Anestesi umum
aman diberikan apabila tindakan pencegahan diambil untuk mengimbangi perubahan
fisiologis yang diinduksi oleh kehamilan. Agen anestesi tertentu mudah mencapai
janin tetapi belum diketahui bersifat teratogenik. Sejak resiko dari aborsi
spontaneus selama mastectomy sangat rendah, kehamilan bukanlah suatu
kontraindikasi dalam penanganan pembedahan. Modified Radical Mastectomy
merupakan modalitas penanganan tunggal yang memungkinkan kehamilan untuk terus
berlanjut dengan resiko yang minimal baik kepada ibu maupun janin. Penunddan
dalam pembedahan untuk kanker payudara adalah hal yang merugikan pada wanita
hamil yang juga sama terhadap wanita yang tidak-hamil. Terapi konservasi
payudara, dengan pengobatan radiasi yang diberikan setelah melahirkan atau
setelah kemoterapi ajuvan, merupakan pilihan untuk wanita dengan PABC yang
didiagnosis dalam kehamilan yang lanjut. Rekonstruksi payudara yang segera
tidak diindikasikan.
Radioterapi :
Pemberian terapi radiasi yang standar mencakup iradiasi payudara secara
keseluruhan kemudian diikuti oleh dosis boost ke bantalan tumor,dengan total
5000 cGy. Jumlah radiasi yang tersebar ke janin tergantung terutama dari jarak
janin dari pusat lapangan. Pada trimester pertama kehamilan, embrio/janin
terletak pada jarak maksimal dari pusat lepangan dapat dikenakan pada 10 cGy sampai
15 cGy radiasi. Menjelang akhir kehamilan, bagaimanapun, ketika puncak uterus
mencapai xyphoideus, sebanyak 200 cGy dapat diberikan kepada janin. Oleh karena
itu radioterapi kontraindikasi terhadap trimester awal kehamilan dan harus
dihindari pada kehamilan lanjut akibat karena penyebara radiasi internal.
Tidak diketahui berapa
banyak radiasi dapat ditolerir oleh janin yang berkembang tanpa menginduksi
kelainan yang signifikan; data yang penting saat ini tidak tersedia. Kesimpulan
harus ditarik melalui laporan radiasi atomic, dimana dosis rendah yang relatif
pada radiasi menghasilkan kelainan sistem saraf pusat yang signifikan. Dengan
ekstrapolasi, selama trimester awal, ketika embri/janin ynag berkembang dapat
menerima sebanyak 10 cGy sampai 15 cGy radiasi, anomali yang
diinduksi-oleh-radiasi yang signifikan dapat timbul. Brent, dalam ulasan
literatur ekstesifnya, mengemukakan 0.05 Gy sebagai batas-atas aman yang
relatif pada paparan janin.
Hal ini secara luas
diyakini bahwa paparan radiasi terhadap janin yang berkembang tidak dapat
diterima; oleh karena itu, untuk wanita dengan kanker payudara yang didiagnosis
pada awal kehamilan, terapi konservatif payudara secara tegas tidak dianjurkan.
Untuk pasien dengan kanker payudara yang ditemukan pada kehamilan lanjut yang
bersikeras untuk konservasi payudara, mungkin beralasan untuk dilakukan
mastectomy segemnetal dengan diseksi axillaris, dan menunda terapi radiasi
hingga setelah melahirkan. Namun, efektifitas dari terapi radiasi untuk
mencegah kekambuhan lokal tidak diketahui dalam pengaturan kehamilan. Payudara
pada wanita hamil secara anatomis dan fisiologis berbeda dengan payudara pada
wanita pre-menopaus yang tidak-hamil, dan perbedaan ini dapat memicu pasien
pada peningkatan kekambuhan lokal setelah operasi konservasi payudara. Jadi,
pada wanita yang sangat menginginkan terapi konservasi payudara, harus ada
pemahaman bahwa pengobatan tersebut mungkin tidak sama dengan Modified Radical
Mastectomy untuk tujuan kontrol lokal.
Kemoterapi :
Kemoterapi postoperatif merupakan pengobatan standar untuk wanita premenopaus
nodus-positif dengan kanker payudara, dan juga dapat memberi manfaat pada wanita tanpa metastasis nodus. Meskipun
belum diketahui lamanya waktu yang diperbolehkan sebelum memulai kemoterapi,
namun diyakini secara luas bahwa penundaan dapat mengurangi manfaat terapi.
Sejak paparan pada janin yang berkembang terhadap agen kemoterapi dapat
mengakibatkan teratogenesis dan komplikasi serius lainnya, keputusan untuk
memulai dengan terapi ajuvan selama kehamilan merupakan hal yang sulit.
Doll DC et al
menyatakan bahwa pemberian kemoterapi pada trimester awal terkait dengan resiko
tinggi (17%) terjadinya cacat lahir, dalam hal ini memungkinkan untuk KJDR,
prematuritas, malformasi janin, atau kematian; resiko ini lebih rendah (1.3%)
pada trimester kedua dan ketiga. Shapira and Chudley mengulas 71 pasien dari 8
laporan dan menemukan 12.7% tingkat malformasi janin selama trimester pertama.
Sayangnya, resiko sebenarnya yang terkait dengan kemoterapi menunjukkan hasil
yang tidak jelas. Laporan anekdotal menunjukkan bahwa agen sitotoksik berakibat
pada teratogenis, intra-uterine growth retardation, kelainan jantung, penundaan
karsinogenesis dan efek samping serius lainnya pada bayi yang terpapar dengan
agen kemoterapi in-utero. Laporan ini menunjukkan bahwa resiko teratogenesis
merupakan yang tertinggi selama trimester pertama. Kemoterapi kombinasi
neoajuvan atau ajuvan yang terdiri dari
5- fluorouracil, doxorubicin, dan cyclophosphamide (FAC) dapat diberikan
selama trimester kedua atau ketiga dengan resiko minimal terhadap janin dan
komplikasi yang minimal pada persalinan dan proses melahirkan; tetapi biasanya
harus ditunda hingga setelah melahirkan.
Keputusan terapi apakah
untuk memulai kemoterapi bergantung pada stadium dari kehamilan serta stadium
dari penyakit. Ketika seorang wanita didiagnosis dengan kanker payudara selama
trimester akhir kehamilan, maka mungkin saja
untuk menunda terapi ajuvan hingga setelah melahirkan. Namun, karena terapi ajuvan
mungkin memiliki efek yang merusak pada janin yang berkembang selama kedua
trimester awal, dan menunda dalam memulai kemoterapi dapat membahayakan ibu,
maka mungkin untuk mempertimbangkan terminasi kehamilan. Pada beberapa kasus,
hal ini mungkin adalah pilihan yang diinginkan, melakukan terapi yang tepat
tanpa larangan.
Terapi Hormonal : terapi hormon, seperti pengobatan dengan tamoxifen, belum dipelajari
dengan baik pada wanita hamil, baik sebagai terapi ajuvan setelah operasi atau
sebagai pengobatan untuk kanker lanjut, jadi efeknya masih belum diketahui.
Tamoxifen harus dihindari pada trimester pertama dan mungkin setelahnya. Ablasi
ovarium profilaktik tidak mempengaruhi secara signifikan jalannya PABC dan
harus dilakukan hanya pada kasus progresif atau enyakit kambuhan.
KEBUTUHAN UNTUK ABORSI
Di masa lalu, ketika diperkirakan
bahwa kehamilan itu sendiri merangsangan pertumbuhan tumor, aborsi terapeutik
merupakan elemen yang penting dari pengobatan kanker payudara. Karena sudah
jelas bahwa kanker payudara selama kehamilan secara inheren bukan penyakit yang
berbeda dari kanker payudara pada wanita muda yang tidak-hamil, antusiasme
untuk aborsi sebagai manuver terapi telah memudar. Kanker payudara dalam
kehamilan bukanlah suatu indikasi untuk dilakukan aborsi. Tidak ada efek yang
merusak pada janin dari kanker payudara ibu, dan tidak ada kasus yang
dilaporkan mengenai pemindahan sel kanker payudara melalui ibu ke janin.
Apakah seorang wanita yang menjalani aborsi terapeutik
bergantung pada stadium kehamilan, stadium dari penyakit, keinginan untuk
konservasi payudara, serta prioritas dari pasien secara individual. Pada
individu yang bersikeras untuk terapi konservasi payudara untuk suatu kanker
yang ditemukan selama trimester pertama, aborsi terapeutik mungkin lebih baik
untuk mengekspos janin terhadap radiasi ionisasi. Demikian pula, bahaya dari
teratogenesis dari kemoterapi dapat meyakinkan seorang wanita pada trimester
pertamanya untuk mengakhiri kehamilannya, memungkinkan untuk terapi tanpa halangan.
Tidak terdapat bukti bahwa terminasi kehamilan meningkatkan hasil luaran untuk
pasien atau mengubah riawayat alamiah dari kanker payudara, tetapi hal ini
mengizinkan terapi agresif standar pada penyakit yang lebih lanjut. Oleh karena
itu aborsi terapeutik harus dilakukan pada semua wanita dengan penyakit
stadium-lanjut dan pada mereka dimana penundaan yang signifikan dari pengobatan
ini dapat membahayakan kesehatan ibu.
Bagaimanapun, karena kanker payudara
stadium-lanjut pada dasarnya tidak dapat disembuhkan meskipun telah diberikan
terapi ajuvan yang agresif, pasien yang diberitahu informasi dengan jelas
menginginkan kehamilannya untuk cukup bulan.
PENGARUH KEHAMILAN BERIKUTNYA PADA KANKER PAYUDARA
Resiko kanker payudara
meningkat dengan usia; oleh karena itu, wanita yang menunda proses melahirkan
secara bertahap lebih meningkatkan kategori resiko untuk penyakit tersebut.
Karena banyaknya wanita yang menunda melahirkan karena alasan pendidikan, profesi,
atau alasan pribadi jumlah wanita yang akan menjalani pengobatan kanker
payudara sebelum menyelesaikan proses kelahiran tampaknya meningkat. Literatur
sebelumnya menyatakan bahwa setidaknya 7% dari wanita yang tidak menjalani
oophorectmoy memperoleh satu atau lebih kehamilan, dan 70% dari kehamilan ini
diharapkan dalam lima tahun pertama setelah pengobatan kanker. Kemoterapi
sitotoksik ajuvan menghabiskan jumlah pasien yang fertil, tetapi sebantak 11%
memiliki kehamilan yang disengaja atau yang tidak direncanakan dalam studi
kemoterapi jangka-pendek.
Kanker payudara itu sendiri bukan merupakan
kontraindikasi terhadap kehamilan berikutnya. Kehamilan tampaknya tidak
mengkompromi kelangsungan hidup pada wanita dengan riwayat kanker payudara
sebelumnya, berdasarkan pada data retrospektif yang terbatas. Tidak ada efek
yang merusak pada janin dari kanker payudara ibu, dan tidak ada kasus yang
dilaporkan mengenai pemindahan sel kanker payudara melalui ibu ke janin.
Literatur yang tersedia menunjukkan bahwa pasien-pasien
kanker payudara yang kemudia hamil lagi memiliki tingkat kelangsungan hidup
yang baik, sering sama dengan atau kadang lebih baik daripada pasien tanpa
kehamilan berikutnya. Kroman et al mempelajari 173 wanita yang hamil setelah
pengobatan kanker payudara; Wanita yang memiliki kehamilan yang cukup bulan
setelah pengobatan kanker payudara memiliki penurunan resiko yang
non-signifikan [terhadap kematian (resiko relatif 0.55 95% CI 0.28-1.06])
dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki kehamilan yang cukup bulan
setelah penyesuaian usia saat didiagnosis, stadium dari penyakit (ukuran tumor,
status kelenjar axilla, dan grading histologis), dan riwayat reproduksi sebelum
didiagnosis. Telah diperdebatkan bahwa hanya wanita dengan prognosis yang baik bisa
hamil, sehingga hasil yang baik condong ditemukan pada kehamilan setelah kanker
payudara. Prognosis individu wanita, kesejahteraan, keinginan memiliki anak,
dukungan dari pasangan dan faktor sosioekonomi lainnya harus dipertimbangkan secara teliti dalam proses pengambilan
keputusan yang sulit ini.
Secara umum direkomendasikan bahwa pasien-pasien menunggu
2 tahun setelah didiagnosis sebelum mencoba untuk memahami. Hal ini
memungkinkan kekambuhan dini untuk menjadi nyata, yang mana dapat emmpengaruhi
keputusan untuk menjadi orang tua. Pada wanita dengan penyakit yang lebih
lanjut, prognosisnya buruk, dan pasien harus disarankan bahwa dirinya mungkin
tidak akan bertahan lebih lama lagi untuk membesarkan seorang
anak dari kehamilan berikutnya. Sedikit yang diketahui mengenai kehamilan
setelah transplantasi sumsum tulang dan kemoterapi dosis tinggi dengan atau
tanpa iradiasi total-tubuh. Sanders et al mempelajari data dari 1322 pasien
yang sebelumnya telah menerima Cyclophosphamide dosis tinggi atau total body iradiation (TBI) dari 1971 –
1992 untuk kelainan hematologi; dan melaporkan 7% dan 37% insiden dari aborsi
spontan; dan 18% dan 63% insiden dari kelahiran prematur; pada resipien
Cyclophosphamide dan TBI masing-masing. Insiden secara keseluruhan pada bayi
berat lahir rendah dalam series ini adalah 25%, yang lebih tinggi dari insiden
yang diperkirakan dari 6.5% untuk populasi secara umum (P = .0001).
Clarkdan Chua menemukan bahwa 72% dari pasien mereka
menjadi hamil dalam dua tahun pengobatan. Mereka yang menjadi hamil dalam enam
bulan memiliki prognosis yang relatif buruk – 54% dari tingkat
kelangsungan hidup selama 5 tahun dibandingkan dengan 78% dari tingkat
kelangsungan hidup selama 5 tahun diantara mereka yang menunggu selama enam
bulan sampai dua tahun untuk menjadi hamil setelah diagnosis kanker payudara.
Mereka yang menunggu lima tahun atau lebih untuk menjadi hamil memiliki 100%
kelangsungan hidup selama 5 tahun dari titik tersebut. Mereka menyimpulkan bahwa menunggu setidaknya
selama enam bulan dari penyelesaian pengobatan adalah hal yang direkomendasikan.
Datanya konsisten dengan fakta bahwa semakin lama kelangsungan hidup setelah
diagnosis adalah, per se, suatu indikator dari prognosis pasien yang baik
(apakah kehamilan terjadi atau tidak). Beberapa studi yang bersangkutan pada
kanker payudara setelah kehamilan diringkas pada Tabel 1.
LAKTASI SELAMA PENGOBATAN KANKER
Penekanan dari laktasi
tidak memperbaiki prognosis. Bagaimanapun, apabila pembedahan direncankaan,
laktasi harus ditekan untuk mengurangi ukuran dan vaskularisasi dari payudara
dan juga membantu untuk menurunkan resiko infeksi pada payudara, dan dapat
membantu untuk menghindari pengumpulan ASI pada setiap insisi biopsi
sebelumnya.
Hal ini juga harus ditekan apabila kemoterapi akan
diberikan karena banyak antineoplastic (khususnya cyclophosphamide dan
methotrexate) yang diberikan secara sistemik dapat terjadi dengan kadar tinggi
pada ASI dan hal ini dapat mempengaruhi perawatan bayi. Secara umum, wanita
yang menerima kemoterapi seharusnya tidak menyusui.
KESIMPULAN
Kanker payudara
merupakan keganasan yang paling umum yang terkait dengan kehamilan. Insidennya
termasuk rendah tetapi meningkat oleh karena adanya peningkatan pada jumlah
kehamilan tua. Tanda-tanda dan gejala dari penyakit ini sering terlewatkan,
yang mengakibatkan terjadinya penundaan dalam penanganan dan berpotensi kepada
kelangsungan hidup yang tidak menjanjikan. Untuk alasan ini, sangat penting
untuk para dokter menerapkan pemeriksaan klinis payudara secara teliti pada
semua pasien yang hamil – terutama pada kehamilan awal, sebelum payudaranya
menjadi sulit untuk diperiksa. Setelah menemukan adanya massa payudara yang
mencurigakan, makan tindakan open biopsy diindikasikan tanpa penundaan. Modified Radical Mastectomy (MRM) dapat
dengan aman dilakukan dan merupakan pilihan penanganan utama ketika kanker
didiagnosis selama kehamilan. Kemoterapi dapat diberikan pada kehamilan akhir,
dan radioterapi sebaiknya dihindari. Pada beberapa kasus, terutama saat
penyakit ini ditemukan pada kehamilan awal, terminasi kehamilan dapat
dibenarkan. Lebih penting lagi, stage untuk stage, kanker payudara pada
kehamilan memiliki prognosis yang serupa pada kanker payudara wanita muda yang
tidak hamil; kehamilan sendiri tampaknya tidak memiliki efek samping terhadap
proses penyakit. Tidak perlu untuk melakukan aborsi terapeutik. Stage demi
stage, prognosis dari kanker payudara dalam kehamilan serupa dengan mereka pada
kontrol yang tidak hamil. Dengan konseling yang teratur, kehamilan selanjutnya
dapat direncanakan setelah 2 – 3 tahun pada kasus-kasus tertentu.