Skenario 1
Seorang laki – laki 25 tahun, mahasiswa kedokteran, datang
ke dokter pembimbingnya untuk menyampaikan kalau ia tidak dapat mengikuti
kegiatan di RS karena sakit sekaligus untuk konsultasi tentang penyakitnya. Ia
mengeluh batuk berdahak yang hebat warna mukoid, kadang kuning, pilek dan
disertai demam yang hilang timbul dialaminya sudah 10 hari. Selain itu ia juga
mengeluh sakit kepala terutama pagi hari, myalgia, anoreksia, dan kadang –
kadang diare. Suhunya mencapai 38, 5˚C, denyut nadi 100X/menit, tensi 115/70
mmHg, dan pernapasannya 20X/menit. Sebelumnya ia juga pernah menderita batuk
dan beringus tapi sudah agak baikan setelah minum obat antitusif dan
antibiotic. Ini dialaminya 1 bulan sebelum sakit yang sekarang dideritanya.
Kata Sulit
1.
Mukoid
Kata Kunci
1.
Laki – laki umur
25 tahun
2.
Batuk berdahak
mukoid, kadang kuning
3.
Demam hilang
timbul selama 10 hari
4.
Sakit kepala
pagi hari
5.
Myalgia
6.
Anorexia
7.
Kadang diare
8.
Suhu 38,5 ˚C
9.
Denyut nadi
100X/menit
10. Pernapasan 20X/menit
11. Riwayat minum obat antitusif dan antibiotik
Pertanyaan
1.
Bagaimana
patomekanisme dari:
a.
Batuk berdahak
b.
Demam
c.
Sakit kepala
pagi hari
d.
Anorexia
e.
Myalgia
f.
Pilek
g.
Diare
2.
Bagaimanakah
hubungan riwayat penyakit terdahulu dengan penyakit sekarang?
3.
Apa saja
diferensial diagnosisnya?
4.
Apa saja
anamnesis tambahan dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan?
5.
Bagaimanakah
penatalaksanaannya?
Jawaban
1. Patofisiologi
dari:
a.
Batuk berdahak
Infeksi
ataupun iritasi pada saluran nafas akan menyebabkan hipersekresi mukus pada saluran napas besar,
hipertropi kelenjar submukosa pada trakea dan bronki. Ditandai juga dengan
peningkatan sekresi sel goblet di saluran napas kecil, bronki dan bronkiole,
menyebabkan produksi mukus berlebihan, sehingga akan memproduksi sputum yang
berlebihan. Kondisi
ini kemudian mengaktifkan rangsang batuk dengan tujuan untuk mengeluarkan benda
asing yang telah mengiritasi saluran nafas. Jadi batuk berdahak terjadi reaksi
pertahanan tubuh.
b. Demam
Substansi
penyebab demam disebut pirogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh, baik
dari produk proses infeksi
maupun non infeksi. Lipopolysaccharyde (LPS) pada dinding bakteri gram
negatif atau peptidoglikan dan teichoic acid pada
bakteri gram positif, merupakan pirogen eksogen. Substansi ini merangsang
makrofag, monosit, limfosit, dan endotel untuk melepaskan IL1, IL6, TNF-α, dan
IFN-α, yang bertindak sebagai pirogen endogen.8,12,14 Sitokinsitokin proinflamasi ini akan
berikatan dengan reseptornya
di
hipotalamus dan fofsolipase-A2. Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan asam
arakidonat dari membran
fosfolipid atas pengaruh enzim siklooksigenase-2 (COX-2). Asam
arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 baik
secara langsung
maupun melalui adenosin monofosfat siklik (c-AMP), akan mengubah setting
termostat (pengatur
suhu tubuh) di hipotalamus
pada nilai yang lebih tinggi.
Selanjutnya terjadi peningkatan
produksi dan konservasi panas sesuai
setting suhu tubuh yang
baru tersebut. Hal ini dapat dicapai
melalui
refleks vasokonstriksi pembuluh darah kulit dan pelepasan epinefrin
dari saraf simpatis, yang menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh dan tonus
otot. Suhu inti tubuh
dipertahankan pada kisaran suhu normal, sehingga penderita akan merasakan
dingin lalu menggigil dan
menghasilkan
panas.
c. Sakit kepala pagi hari
Pasien pada kasus tersebut mengalami sakit kepala pada
pagi hari karena vasodilatasi pembuluh darah otak. Vasodilatasi ini sendiri
terjadi akibat adanya obstruksi saluran napas oleh dahak yang terakumulasi
selama malam hari. Obstruksi ini mengakibatkan tubuh kekurangan O2.
Karena tubuh terutama otak sangat membutuhkan O2, sebagai
kompensasinya pembuluh darah otak mengalami vasodilatasi untuk meningkatkan
dsitribusi O2. Namun hal ini berakibat pada penekanan reseptor nyeri
sehingga timbul sakit kepala.
d. Anorexia dan diare
Pada sejumlah kasus tertentu, tertelannya bakteri yang
menginfeksi saluran nafas dapat ikut mempengaruhi organ gastrointestinal.
Sehingga gejala diare dan pengurangan berat badan biasanya menjadi salah satu
manifestasi klinik penyakit saluran nafas.
Pada infeksi saluran nafas, sekresi mucus meningkat
dengan tujuan untuk mengeluarkan agen penginfeksi. Terkadang, dahak yang
harusnya dikeluarkan ternyata masuk di saluran pencernaan. Bakteri yang masuk
ini kemudian mengeluarkan sejumlah enzim yang merusak mucosa dan vili-vili usus
yang berakibat pada menurunnya absorpsi sari makanan. Proses ini memicu
timbulnya diare sebagai salah satu mekanisme tubuh untuk mengeluarkan agen penginfeksi.
e.
Myalgia
Myalgia pada pada pasien merupakan akibat dari
rangkaian kompensasi tubuh atas kurangnya O2 pada jaringan tubuh.
Pada saat tubuh kekurangan O2 secara otomatis, proses oksidasi
jaringan tubuh mengalami perubahan dari proses aerob menjadi anaerob. Hal ini
bertujuan untuk menghasilkan energy yang sngat dibutuhkan untuk proses
metabolisme. Namun energy yang dihasilkan melalui proses ini menghasilkan
produk sampingan berupa asam laktat. Produksi asam laktat yang berlebihan dalam
jaringan tubuh menimbulkan rasa nyeri pada otot.
2. Hubungan
riwayat penyakit terdahulu dan sekarang
Berdasarkan skenario, ada 2 kemungkinan yang dapat
menjelaskan hubungan penyakit terdahulu dengan yang sekarang.
Kemungkinan
pertama. Penyakit yang sekarang
merupakan perjalanan dari penyakit terdahulu yang semakin memburuk akibat tidak
mendapatkan terapi yang adekuat.
Kemungkinan
kedua. Penyakit yang sekarang
tidak ada hubungannya dengan penyakit terdahulu. Namun penyakit terdahulu
merupakan factor predisposisi timbulnya penyakit yang sekarang.
3. Diferensial
Diagnosis dan Penatalaksanaan
a.
Pneumonia
Definisi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan
pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan
berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.
Pneumonia di sebabkan oleh beberapa mikooganisme seperti virus, bakteri,
parasit dan fungi.
Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui :
1. Inhalasi (penghirupan)
mikroorgnisme dari udara yang tercemar
2. Aliran darah dari infeksi
di organ tubuh yang lain
3. Migrasi (perpindahan)
organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.
Yang lebih jarang, bakteri dapat mencapai parenkim paru melalui aliran
darah dari bagian ekstrapulmonal (khususnya stafilokokus) ataupun dari
penggunaan obat intravena.
Pneumonia di bagi menjadi dua jenis berdasarkan asal penyakit itu
didapat. Apabila penyakit itu didapat di masyarakat, maka dikenal dengan
istilah pneumonia komunitas atau community acquired pneumonia dan pneumonia
nosokomial atau hospitality acquired pneumonia yang berarti penyakit itu
didapat saat pasien berada di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan.
Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena
pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita
untuk melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinan terjadinya
infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik lebih besar.
Diagnosis pneumonia harus didasarkan pada pengertian patogenesis penyakit
hingga diagnosis yang dibuat mencakup bentuk manifestasi, beratnya proses
penyakit dan etiologi pneumonia. Cara ini akan mengarahkan dengan baik kepada
terapi empiris dan pemilihan antibiotik yang paling sesuai terhadap
mikrooganisme penyebabnya.
Faktor-faktor resiko pneumonia antara lain : Usia yang ekstrem (sangat
muda atau sangat tua), infeksi virus saluran nafas atas, merokok,
penyalahgunaan etanol, kanker (khususnya kanker paru), penyakit kronis
(misalnya diabetes militus, uremia), bedah abdomen atau toraks, dirawat di
tempat tidur terlalu lama, Pipa endotrakeal atau trakostomi, fraktur tulang
iga, terapi imunoupresif dan AIDS, malnutrisi, COPD dan aspirasi secret
orofaringeal dll.
Etiologi.
Pada masa sekarang terjadi
perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA (Infeksi Saluran Napas Bawah Akut)
akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit
kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat hingga
menimbulkan
perubahan karakteristik pada kuman. Etiologi pneumonia berbeda-beda pada
berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak kepada obat yang akan di
berikan. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah bakteri, yang jenisnya
berbeda antar Negara, antara suatu daerah dengan daerah yang lain pada suatu
Negara, diluar RS dan didalam RS. Karena itu perlu diketahui dengan baik pola
kuman di suatu tempat.
Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi antara lain :
Bakteri
Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme gram-positif atau
gram-negatif seperti : Steptococcus pneumoniae (pneumokokus), Streptococcus
piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumoniae, Legionella, hemophilus
influenzae.
Virus
Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial
adenovirus, chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herves
simpleks, Virus sinial pernapasan, hantavirus.
Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma
kapsulatum.
Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga bisa di sebabkan oleh
bahan-bahan lain/noninfeksi :
1. Pneumonia Lipid :
Disebabkan karena aspirasi minyak mineral
2. Pneumonia Kimiawi :
Inhalasi bahan-bahan organik dan anorganik atau uap kimia seperti berillium
3. Extrinsik allergic
alveolitis : Inhalasi bahan debu yang mengandung alergen seperti spora
aktinomisetes termofilik yang terdapat pada ampas debu di pabrik gula
4. Pneumonia karena obat :
Nitofurantoin, busulfan, metotreksat
5. Pneumonia karena radiasi
6. Pneumonia dengan penyebab
tak jelas.
Etiologi Pneumonia Komunitas
Pneumonia komunitas banyak disebabkan oleh bakteri gram positif
(pneumonia tipik) dan dapat disebabkan juga oleh bakteri atipik (pneumonia
atipik).seperti : Klebsiella pneumoniae, Streptococcus pneumoniae,
Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa,
Streptococcus haemoliticus, Enterobacter, dan Pseudomonas spp.
Etiologi pneumonia nosokomial
Bakteri adalah penyebab yang tersering dari PNO. Jenis kuman penyebab
ditentukan oleh berbagai faktor antara lain berdasarkan imunitas pasien, tempat
dan cara pasien terinfeksi. Kuman penyebab PNO sering berbeda jenisnya antara
di ruangan biasa dengan ruangan perawatan intensif (ICU): infeksi melalui slang
infus sering berupa Staphylococcus aureus sedangkan melalui ventilator Ps.
aeruginosa dan Enterobacter. PNO bakteril dapat dibagi atas PNI onset awal
dalam waktu kurang dari 3 hari yang sering pula didapat di luar RS, biasanya
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia (510%). M. catarr-halis (< 5%) dan
H. influenza. PNO onset lanjut bila lebih dari 3 hari, Sering disebabkan oleh
kuman Gr() aerob (60%) berupa K. Pneumonia. Entcrobacter spp, Serratia spp. P.
aeruginosa: atau S. aureus ( 2025%). Kelompok kedua ini biasanya merupakan
kuman yang resisten terhadap antibiotika. Kuman anaerob dapat ditemukan pada kedua
kelompok (35%)(2) Akhir-akhir ini sejumlah kuman baru/oportunis telah
menimbulkaninfeksi pada pasien dengan kekebalan tubuh yang rendah, misalnya
Legionella, Chlamydia, Trachomatis, TB, M atypical, berbagai jenis jamur ( C.
Albicans,Aspergillus fumigitus) dan virus.
Manifestasi klinis
Dapat berupa gambaran pneumonia bakteril akut yang di tandai oleh :
1. Demam (390-40C) dan
menggigil
2. Batuk yang mengeluarkan
dahak yang berwarna kuning, hijau, keperangan atau mungkin mengandung darah
(mukus di keluarkan dari paru-paru)
3. Sakit dada terutama saat
batuk atau saat menarik nafas yang dalam
4. Bernafas dengan cepat dan
pendek, hilang selera makan/ perut meragam
5. Berpeluh dan muka
kelihatan merah dan batuk.
Penatalaksanaan
Terapi pneumonia dilandaskan
pada diagnosis berupa AB untuk mengeradikasi MO yang diduga sebagai kausalnya.
Dalam pemakaian AB harus dipakai pola berfikir “Panca Tepat” yaitu diagnosis
tepat, pilihan AB yang tepat dan dosis
yang tepat, dalam jangka waktu yang tepat dan pengertian patogenesis secara
tepat. AB yang bermanfaat untuk mengobati kuman intraseluler seperti pada PA
oleh kelompok M. Pneumonia adalah obat yang bisa berakumulasi intraseluler
disamping ekstraseluler, seperti halnya obat golongan makrolid.
Dapat dijumpai beberapa Pendekatan terapi :
a. Anjuran American Thoracic
Society
ATS membagi PK untuk
terapi empiris atas 4 kelompok berdasarkan usia, adanya penyakit dasar dan tempat rawat
pasien. Untuk PK <60 tahun, tanpa penyakit dasar dianjurkan sefalosporin
generasi 2, betalaktam, antibetalaktamase atau makroid.
b. Berdasarkan diagnosis
empirik kuman penyebab
Dalam memilih AB untuk PK perlu diingat :
a. Sebanyak 69-100% kuman
penyebab PK berupa Hemophilus spp, Staphylococcus sp menghasilkan B laktamase
b. Konsentrasi makrolide di
jaringan dan paru lebih tinggi dari plasma hingga kadarnya dapat mencapi level
yang cukup untuk mikroplasma, Hemophilus dan Staphylococcus. AB yang dipilih
harus mencakup kedua tipe kuman, karena itu pada PK yang berobat jalan dapat
digunakan makrolid.
b. Bronkhitis
Definisi
Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki.
Peradangan tersebut, disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi udara.
Bronkitis pada anak dapat merupakan akibat dari beberapa keadaan lain
saluran pernafasan atas dan bawah, dan trakhea biasanya terlibat. Namun
bronkitis dapat juga merupakan penyakit tersendiri.
Etiologi
Virus merupakan penyebab tersering, misalnya Rhinovirus, Respiratory
Sincytial Virus (RSV), Virus Influenza, Virus Para-influenza, Adenovirus
dan Coxsackie virus. Bronkitis akut juga berhubungan dengan morbili,
pertusis dan infeksi Mycoplasma pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan
bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer bronkitis akut pada anak. Di lingkungan
sosial ekonomi yang baik, jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri.
Faktor
Predisposisi
Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik dapat
memudahkan terjadinya bronkitis akut.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, menurut National Center for Health Statistics,
kira-kira ada 14 juta orang menderita bronkitis. Lebih dari 12 juta orang
menderita bronkitis akut pada tahun
1994, sama dengan 5% populasi Amerika Serikat. Di dunia bronkitis merupakan
masalah dunia. Frekuensi bronkitis lebih banyak pada populasi dengan status
ekonomi rendah dan pada kawasan industri. Bronkitis lebih banyak terdapat pada
laki-laki dibanding wanita. Data epidemiologis di Indonesia sangat minim.
Patogenesis
Dua faktor utama yang menyebabkan bronkitis yaitu
adanya zat-zat asing yang ada di dalam saluran napas dan infeksi mikrobiologi.
Bronkitis kronik ditandai dengan hipersekresi mukus pada saluran napas besar,
hipertropi kelenjar submukosa pada trakea dan bronki. Ditandai juga dengan
peningkatan sekresi sel goblet di saluran napas kecil, bronki dan bronkiole,
menyebabkan produksi mukus berlebihan, sehingga akan memproduksi sputum yang
berlebihan.
Patofisiologi
Pada bronkitis terjadi penyempitan saluran
pernapasan. Penyempitan ini dapat menyebabkan obstruksi jalan napas dan
menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, disebabkan karena perubahan pada
saluran pernapasan kecil, yang diameternya kurang dari 2 mm, menjadi lebih
sempit, berkelok-kelok dan kadang-kadang terjadi obliterasi. Penyempitan lumen
terjadi juga oleh metaplasia sel goblet. Saluran pernapasan besar juga
menyempit karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Pada penderita
bronkitis saat terjadi ekspirasi maksimal, saluran pernapasan bagian bawah paru
akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Hal ini akan mengakibatkan
ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang, sehingga penyebaran udara pernapasan
maupun aliran darah ke alveoli tidak merata. Timbul hipoksia dan sesak napas.
Lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia. Terjadi hipertensi pulmonal
yang dalam jangka lama dapat menimbulkan kor pulmonal.
Manifestasi Klinik
Pada umumnya manifestasi klinis dapat dibagi
dalam beberapa stadium:
a. Stadium prodormal:
1-2 hari demam dan gejala saluran pernafasan bagian atas, gejala ini sering tak
nyata
b. Stadium
trakeobronkial: 4-6 hari, dengan demam, batuk mula-mula non produktif dan
kemudian timbul ekspektorasi, demam biasanya tidak tinggi
c. Stadium
rekonvalesen: panas turun, batuk berkurang, kemudian sembuh. Stadium ini dapat
terjadi infeksi sekunder oleh bakteri.
Dengan demikian manifestasi klinis yang
dijumpai pada penderita:
• Demam 37,8°C-39°C
(jarang tinggi)
• Batuk, mula-mula
kering dapat menjadi berdahak, pada anak besar sering purulen. Pada anak kecil
usaha untuk mengeluarkan sekret yang lengket dan kental dapat merangsang
muntah; sekret yang tertelan dapat menyebabkan muntah.
• Nyeri dada waktu
batuk sering dikeluhkan oleh anak besar bila batuknya berat.
• Gejala rhinitis
sebagai manifestasi pengiring.
• Faring hiperemis
bisa juga tampak.
• Rhonki basah kasar
merupakan tanda khas radang di bronkus; bila lendir banyak dan tidak terlalu
lengket terdengar ronkhi basah kasar.
Penatalaksanaan
Berhubung penyebab terutama virus maka belum
ada obat yang kausal. Antibiotika tidak ada gunanya. Obat panas, banyak minum
terutam air dan buah-buahan sudah sangat memadai. Obat penekan batuk tidak
boleh diberikan pada yang banyak lendir. Mukolitik tidak lebih baik daripada
banyak minum.
Bila batuk tetap ada dan tidak ada tanda-tanda
perbaikan setelah 2 minggu maka kemungkinan infeksi bakteri sekunder boleh
dicurigai dan dapat diberikan antibiotika, asal sudah disingkirkan kemungkinan
asma dan pertusis. Antibiotika yang dianjurkan adalah yang serasi untuk S.
Pneumoniae dan H. Influenza sebagai bakateri penyerang sekunder misalnya
amoxicilin, kotrimoksazol dan golongan makrolide. Berikan antibiotika tujuh
sampai sepuluh hari dan bila tidak berhasil perlu dilakukan foto roentgen thorax
untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps paru segmental dan lober, benda asing
dalam saluran nafas dan tuberkulosis.
Bila bronkitis akut terjadi berulang kali
perlu diselidiki kemungkinan adanya kelainan saluran nafas, benda asing,
bronkiektasis, definisiensi imunologis, hiperaktivitas bronkus dan ISNA atas
yang belum teratasi.
c. TBC
Sebagaimana juga halnya di
negara-negara berkembang lain, tuberkulosis (TB) di Indonesia masih merupakan
salah satu masalah kesehatan yang utama. WHO memperkirakan adanya 20 juta kasus
di seluruh dunia, dengan angka kematian sebesar 3 juta pertahun, 80%
diantaranya meninggal di negara berkembang. Dilaporkan bahwa insidensi penyakit
ini pada masa kini meningkat di negara tertentu berhubung dengan tingkat
infeksi yang tinggi dan terjadinya penurunan daya tahan tubuh akibat kemiskinan
atau penyakit AIDS. Di samping itu diakibatkan pula oleh insidensi kasus TB
resisten yang semakin tinggi. Tuberkulosis
merupakan penyakit sistemik yang dapat mengenai hampir semua organ tubuh, yaitu
organ pernafasan (TBparu-TBP) ataupun di organ di luar paru (TB Ekstraparu-
TBE).
Kuman TB dapat hidup lama tanpa
aktifitas dalam jaringan tubuh (dormant) hingga sampai saatnya ia aktif
kembali. Lesi TB dapat sembuh tetapi dapat juga berkembang progresif atau
mengalami proses kronik atau serius. Lesi ini dapat dijumpai secara bersama di
organ paru dan ekstraparu ataupun secara sendiri-sendiri. Karena itu dalam
penatalaksanaan TB pada umumnya, TB paru pada khususnya, haruslah tercakup
usaha yang gigih untuk mencari bukti adanya kejadian TB di organ ekstraparu.
Beberapa negara maju melaporkan
penurunan angka kejadian TBP disertai peningkatan prosentase kejadian TBE. Hal
ini berhubungan dengan hal di atas dan adanya metoda diagnosis yang lebih maju
terhadap TBE hingga lebih sering bisa ditemukan. Penelitian di Jawa Barat
menunjukkan kejadian TBE yang tinggi yang menyertai TBP
4. Anamnesis tambahan dan pemeriksaan penunjang.
Untuk mendukung diagnosis penyakit pada kasus
skenario, dibutuhkan sejumlah anamnesis tambahan seperti:
a.
Riwayat penyakit
yang sama pada anggota keluarga
b.
Riwayat
frekuensi penggunaan obat, apakah diminum secara teratur?
c.
Riwayat kontak
dengan pasien penyakit infeksi
d.
Ada tidaknya
bunyi ronkhi untuk mengetahui infiltrasi dalam paru
e.
Ada tidaknya keringat
pada malam hari untuk mengetahui tanda – tanda TB
f.
Riwayat merokok
Sedangkan untuk pemeriksaan penunjang, sejumlah
pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
1.
Pemeriksaan
bakteriologik
2.
Mantoux Test
3.
Pemeriksaan CXR
4.
Analisis DNA
bakteri
Informasi
tambahan:
1.
Penegakkan
diagnostic pada:
a.
Pneumonia
Penegakan diagnosis dibuat
dengan maksud pengarahan kepada pemberian terapi yaitu dengan cara mencakup
bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan perkiraan jenis kuman
penyebab infeksi. Diagnosis didasarkan pada riwayat penyakit yang lengkap,
pemeriksaan fisis yang teliti dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis pneumonia komunitas didapatkan dari anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, foto toraks dan laboratorium.
Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui
kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan dengan faktor infeksi :
- Evaluasi faktor pasien/ predisposisi : PPOK (H. Influenza) penyakit kronik, kejang atau tidak sadar, penurunan imunitas, pneumocystic carini, CMV, legionella, jamur, mycobacterium, kecanduan obat bius
- Bedakan lokasi infeksi : PK, rumah jompo, PN, gram negatif
- Usia pasien : bayi, muda, dewasa
- Awitan : cepat, akut dengan rusty coloured sputum;perlahan dengan batuk, dahak sedikit.
Pemeriksaan Fisik
- Awitan akut biasanya oleh kuman pathogen seperti Steptococcus pneumoniae, Streptoccus spp, Staphylococcus. Pneumonia virus di tandai dengan mialgia, malaise, batuk kering dan non productive
- Awitan lebih insidious dan ringan pada orang tua/imunitas menurun akibat kuman yang kurang pathogen/oportunistik
- Tanda-tanda fisis pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan berupa demam, sesak nafas, tanda-tanda konsolidasi paru
- Warna, konsistensi dan jumlah sputum penting untuk di perhatikan.
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Radiologis : foto toraks PA/lateral, gambaran infiltrat sampai gambaran konsolidasi (berawan), dapat di sertai air bronchogram.
- Pemeriksaan Laboraturium : terdapat peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10.000/ul, kadang-kadang dapat mencapai 30.000/ul.
- Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan dahak, biakan darah dan serologi.
- Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia pada stadium lanjut asidosis respiratorik.
Diagnosis
pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat
baru, atau infiltrat progresif ditambah dengan dua atau lebih gejala seperti
batuk-batuk bertambah, perubahan karakteristik dahak atau purulen, suhu tubuh
lebih dari 38oC (aksila) atau riwayat demam, pada pemeriksaan fisik ditemukan
tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkhial, ronkhi, dan leukosit >10.000
atau <4500 /uL. Pada pasien usia lanjut atau dengan respon imun rendah,
gejala pneumonia tidak khas dan dapat berupa gejala non-pernafasan seperti
pusing, gagal tumbuh (failure to thrive), perburukan dari penyakit yang sudah
ada sebelumnya, dan pingsan. Biasanya ditemukan frekuensi nafas bertambah cepat
(takipnea) tetapi demam sering tidak ada. Penilaian derajat keparahan penyakit
pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut
hasil penelitian pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT).
Diagnosis
pneumonia nosokomial dari CDC :
- Ronkhi atau Dullness pada perkusi torak. Ditambah salah satu
- Onset baru spurum purulen atau perubahan krakteristiknya
- Isolasi kuman dari darah
- Isolasi dari bahan aspirasi transtrakheal,au sapuan bronkhus.
- Gambaran radiologik berupa infiltrat baru atau yang pogresif, kosolidasi, kavitasi, atau efusi pleura :
- Isolasi virus atau deteksi antigen virus dari sekret respirasi
- Titer antibodi tunggal yang diagnostik (IgM) atau peningkatan 4 kali titer IgG dari kuman
- Bukti histopatologik dari pnumonia.
- pasien 12 tahun dengan 2 dari gejala-gejala berikut : apnea, tachypnea, bradycardia, wheezing, ronkhi atau batuk. Dan di sertai salah satu dari peningkatan produksi sekresi respirasi atau salah satu kriteria no 2 di atas.
- Pasien 12 tahun yang menunjukkan infiltrat baru atau progresif, kavitasi, konsolidasi, efusi pleura pada foto torak.
b.
TBC Paru
Dengan pemeriksaan yang sistematik, intensifdan
berulangkali, serta berdasarkan pengertian pada perjalanan penyakit
tuberkulosis, diagnosis TBE ataupun TBP akan lebih mudah ditegakkan. Jenis-jenis pemeriksaan yang perlu dilakukan tergantung kepada bentuk manifestasi TB.
1. Keadaan Klinik
Perlu dipahami perkembangan penyakit yang menahun dan
tuberkulosis terjadi secara melompat-lompat, dengan berbagai bentuk gej ala dan
manifestasi TB. Riwayat
terapi TB sebelumnya perlu diketahui untuk evaluasi hasil pengobatan, yaitu
mengenai jenis paduan obat yang dipakai, lama pemberian, keteraturan berobat.
a. Gambaran Klinik TB Paru
Evaluasi keadaan klinik didasarkan keluhan dan gejala
utama TB Paru dapat berupa: batuk +1- sputum, pnemonia yang lambat sembuh,
demam dan berkeringat, hemoptisis, penurunan berat badan, nyeri dada, ronkhi di
puncak paru, sesak nafas, wheezing lokal, lemah badan, anoreksia. Pada
TB Paru milier akut gejala tersebut sangat menonjol dan pada 10-30% disertai
manifestasi TB Ekstraparu berupa TB choroid, TB meningen, hepatosplenomegalia,
dan kadang kadang Adult Respiratory Distress Syndrome. TB Paru milier
kriptik yang terdapat pada orang tua jarang disertai dengan gejala TB
Ekstraparu.
b.
Laboratorium klinik umum ·
- Hb. Anemi
bila ada disebabkan oleh peradangan kronik, perdarahan, atau defisiensi.
- Laju Endap Darah (LED). Mungkin meninggi, tetapi tidak dapat merupakan
indikator untuk aktivitas penyakit.
- Tes Faal Hati. TB di hati dapat menimbulkan gangguan faal yang ringan
berupa retensi BSP (pada 50% kasus), peninggian alkali fosfatase (pada 33%
kasus), peninggian SGOT ringan
(pada 90%)
- Hipokalemi/hiponatremi. Kadang-kadang keadaan ini bisa dijumpai pada
TBP milier.
- Serologik/kimiawi. Cairan radang tuberkulosis bersifat eksudat, dan hal
ini terbukti bila memenuhi satu atau lebih kriteria di bawah ini:
1) Kadar LDH (Lactic Dehydrogenase) > 200 SI
2) Ratio (LDH CairanfLDH serum) > 0,6
3) Ratio (protein cairan/protein serum) > 0,5.
Didapatkannya Rivalta test (+) dan hitungan sel pada
cairan yang menunjukkan mayoritas limposit menyokong adanya eksudat dengan
peradangan yang kronik.
- Pemeriksaan lain : PPD 5 TU. Hasil (+) tidak
menunjukkan tingkat aktifitas. Bisa (-) pada TB yang
berat.
2. Radiologik
Jenis pemeriksaan radiologik yang bisa kita lakukan
adalah:
- Foto toraks PA, lateral, lateral decubitus, top
lordotic, atau tomogram.
a) Foto toraks
Perlu diingat bahwa umumnya sulit menentukan tingkat
aktifitas TB Paru dan foto toraks karena biasanya terlihat berbagai stadium dan
paduan gambaran berbagai jenis lesi. Bila
terdapat secara bersamaan gambaran infiltrat seperti awan dengan batas tak tegas pada TBP dini, kita
mungkin bisa tnenyangka adanya proses TBP yang secara radiologis aktif.
Yang penting adalah pemeriksaan lanjutan dengan foto
seri untuk mengevaluasi adanya kemajuan terapi atau perburukan gambaran
radiologik yang dianggap sebagai gambaran TB Paru. Di samping itu perlu
diperhatikan penyebab lain dari gam baran
radiologi yang terlihat, misalnya adanya infeksi sekunder kuman lain berupa
pneumonia, adanya tumor paru, aspergillosis, efusi perikardial dan sebagainya.
Gambaran radiologik tidak ada yang benar spesifik untuk tuberkulosis paru.
Sifat gambaran non toraks yang dianggap menyokong untuk
TB Paru adalah:
1) Bayangan yang terutama menempati bagian atas/puncak
paru.
2) Bayangan bercak atau noduler.
3) Bayangan rongga; ini dapat juga misalnya oleh Ca
atau
abses paru.
4) Kalsifikasi.
5) Bayangan bilateral, terutama bagian paru atas.
6) Bayangan abnormal yang menetap tanpa perubahan pada
foto ulangan setelah beberapa minggu. ini membantu
menying
kirkan kemungkinan pneumonia atau infeksi lain.
Corakan sistem pernafasan yang bisa terlihat pada foto
toraks dapat berupa: infiltratleksudatif, penyebaran
bronkogen, kalsifikasi, fibroeksudatif/fibrainduratif, gambaran milier,
konsolidasi. Di samping itu juga : efusi pleura,atelektasis, fibrosis pleura,
bronkiektasis.
National Tuberculosis Association USA (1961)
menetapkan klasifikasi luas lesi gambaran radiologi dan TB Paru yang berguna
dalam klinik, yaitu:
1) Lesi minimal: lesi dengan densitas ringan sampai
sedang tanpa kavitas, pada satu atau dua paru dengan luas total tidak melebihi
volume satu paru di atas sendi kondrosternal kedua.
2) Lesi moderat: lesi terdapat pada 1 atau 2 paru
dengan luas total tidak melebihi batas sebagai berikut : lesi dengan densitas
ringan sampai dengan yang terbesar,
luasnya sampai volume 1 paru atau yang setara pada
kedua paru. lesi pada dan berkumpul yang berkumpul yang luas terbatas sampai
sepertiga volume 1 paru. Bila ada
kavitas luas diameter total kurang dari 4 cm.
3) Lesi lanjut: lesi yang lebih luas dan moderat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2004.
Bronkitis. http://ww.medicastore.com/med. 2007
2. Anonim. 2004.
Penyakit Paru Obstruktif Menahun. http://www. medicastore.com /med. 2007
3. McPhee, S.J., et
al. 2003. Pathophysiology of Disease: An Introduction to Clinical Medicine.
4th ed.
United State of America: Lange Medical Book McGraw-Hill Companies.
4. Miravitlless, Marc.
2007. Determining Factors in the Prescription of Moxifloxacin in Exacerbations
of Chronic Bronchitis in the Primary-Care Setting. http://web.ebscohost.com/ehost.
2007
5. Qarah, Samer. 2007.
Bronchitis. http://www.emedicine.com/med. 2007
6. Rubenstein, D., et
al. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis, edisi keenam. Penerbit
Erlangga. Jakarta
7. Setiawati, A.,
Darmansjah, I., and Mangunnegoro, H. 2005. Safety and tolerability of
moxifloxacin in the treatment of respiratory tract infections a post-marketing
surveillance conducted in Indonesia. Medical Journal of Indonesia. vol.:14,
no:1, hlm. 11-19.
No comments:
Post a Comment