BAB
I
PENDAHULUAN
Rasa sakit (nyeri)
merupakan keluhan yang sering didapatkan dalam klinik, walaupun istilah ‘sakit´ ini tampaknya sulit
didefinisikan. Persepsi tiap orang akan berbeda-beda, karena keluhan ini
berasal dari pengalaman subjektif seseorang yang sulit dilakukan pengukurannya.
Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang identik yang menyebabkan
sakit akan berbeda pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa diharapkan untuk
mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari pasien dan juga harus dapat
membayangkan bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa sakitnya itu.
Ada banyak rasa sakit
yang dijumpai pada pasien salah satunya adalah sakit kepala. Sakit kepala
adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal
dari struktur sensitif terhadap rasa sakit.1
Sakit kepala bisa
disebabkan oleh kelainan: vaskular, jaringan saraf, gigi geligi, orbita, hidung
dan sinus paranasal, jaringan lunak dikepala, kulit, jaringan subkutan, otot,
dan periosteum kepala.
Sakit kepala dapat diklasifikasikan
menjadi sakit kepala primer, sakit kepala sekunder, dan neuralgia kranial,
nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala primer dapat dibagi
menjadi migraine, tension type headache, cluster headache dengan sefalgia
trigeminal / autonomik, dan sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala sekunder
dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala
dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit kepala
yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat adanya
zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis,
sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher,telinga,
hidung, sinus, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala
akibat kelainan psikiatri.3
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Anatomi
Nyeri Kepala2,4,5
Walaupun merupakan
keseluruhan fungsi otak disusun menjadi beberapa daerah yang berbeda, bagian-bagian
otak dapat secara bebas dikelompokkan ke dalam berbagai cara berdasarkan
perbedaan anatomis, spesialisasi fungsional, dan perkembangan evolusi. Otak
terdiri dari (1) batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan medulla, (2)
serebelum, (3) otak depan (forebrain) yang terdiri atas diensefalon dan
serebrum. Diensefalon terdiri dari hipotalamus dan talamus. Serebrum terdiri
dari nukleus basal dan korteks serebrum.
Masing-masing bagian
otak memiliki fungsi tersendiri. Batang otak
berfungsi sebagai berikut: (1) asal dari sebagian besar saraf kranialis
perifer, (2) pusat pengaturan kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan, (3)
pengaturan refleks otot yangterlibat dalam keseimbangan dan postur, (4)
penerimaaan dan integrasi semua masukan sinaps dari korda spinalis; keadaan
terjaga dan pengaktifan korteks serebrum, (5) pusat tidur. Serebellum berfungsi
untuk memelihara keseimbangan, peningkatan tonus otot, koordinasi dan
perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih.
Hipotalamus berfungsi
sebagai berikut: (1) Mengatur banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu,
rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan, (2) Penghubung penting antara
sistem saraf dan endokrin, (3) Sangat terlibat dalam emosi dan pola perilaku
dasar. Talamus berfungsi sebagai stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps,
kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan dalam
kontrol motoric.
Nukleus basal berfungsi
untuk inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan yanglambat dan menetap, penekanan
pola-pola gerakan yang tidak berguna. Korteks serebrum berfungsi untuk persepsi
sensorik, kontrol gerakan volunter, bahasa, sifat pribadi, proses mental
canggih misalnya berpikir, mengingat, membuat keputusan, kreativitas dan
kesadaran diri.
Korteks serebrum dapat
dibagi menjadi 4 lobus yaitu lobus frontalis, lobus, parietalis, lobus
temporalis, dan lobus oksipitalis. Masing ± masing lobus ini memiliki fungsi
yang berbeda ± beda.
Nyeri kepala
dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif yang
penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua aferen
nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari
C1-3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis
terdiri dari tiga bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi
sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris yang
berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi,
pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.
Terdapat overlapping dari
proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferen dari C2 selain beramifikasi
ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3 juga akan
beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih
dari pada kepala dan leher bagian atas.
Nyeri alih biasanya
terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital dari kepala dan yang jarang
adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan mandibularis. Ini
disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang meluas ke
arah kaudal. Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferensaraf
ini meluas ke pars kaudal.
Saraf trigeminus
terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1, oftalmikus, menginervasi daerah orbita
dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta
pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini. V2, maksilaris,
menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan duramater
bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah duramater
bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular
dan otot menguyah.
Selain saraf trigeminus
terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus auditorius eksterna dan
membran timpani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga telinga tengah, selain
itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.
Servikalis yang
terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus dorsalis dari C1
menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus inferior
dan rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki
cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, longissimus capitis
dan splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital
nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior, dan
balik ke bagian atas serta ke bagian belakang melalui semispinalis capitis,
yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit kepala melalui lengkungan yang
dikelilingi oleh superior nuchal line dan the aponeurosis of trapezius. Melalui
oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser occipital yang mana
merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala melalui
pinggiran posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi
cabang lateral ke longissimus capitis dan splenius. Ramus ini membentuk 2
cabang medial. Cabang superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang
mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial bagian lateral dan posterior.
Daerah sensitif
terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu intrakranial dan
ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena Korteks serebrum, arteri
basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa posterior.
Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari orbita,
membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar, gigi,
dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak,
ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.
B.Fisiologi
Nyeri Kepala2,4,5,9
Nyeri (sakit) merupakan
mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada jaringan manapun
yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang individu akan
bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut. Rasa nyeri dimulai
dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri. Stimulus
nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia.
Mekanik, spasme otot
merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya
aliran darah ke jaringan (iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di
jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik.
Termal, rasa nyeri yang
ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi dengan jumlah kerusakan
yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan kerusakan jaringan
yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan
termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 450
C, jaringan-jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada
sebagian besar populasi.
Kimia, ada beberapa zat
kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin, serotonin, histamin, ion
kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua zat lainnya yang
diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan
meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi
P tidak langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah
dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang menimbulkan
nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang meningkat
dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas nyeri
yang di rasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih
permeable terhadap ion.Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena
pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim
proteolitik.
Semua jenis reseptor
nyeri pada manusia merupakan free nerve endings. Reseptor nyeri banyak tersebar
pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan internal tertentu,
seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan tentorium. Kebanyakan
jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve endings yang
letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul akibat
penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai
slow-chronic- aching type pain.
Nyeri dapat dibagi atas
dua yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain, nyeri akut, merupakan nyeri yang
dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan
oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari
saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ dengankecepatan mencapai 6
–30 m/s. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah glutamat yang juga
merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS. Glutamat
umumnya hanya memiliki durasi kerja selama beberapa milliseconds. Slow pain,
nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu lebihdari 1 detik
setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus
mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia.
Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis
melalui serat C dengan kecepatan mencapai 0,5 - 2 m/s. Neurotramitter yang
mungkin digunakan adalah substansi P.
Meskipun semua reseptor
nyeri adalah free nerve endings, jalur yang ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway
yaitu fast-sharp pain pathway dan slow chronic pain pathway. Setelah mencapai
korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay
neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang
selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk
fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.
Traktus
neospinotalamikus untuk fast pain, pada traktus ini, serat Aδ yang mentransmisikan
nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir padalamina I (lamina
marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order neurons dari
traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang
menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan
berakhir pada: area retikular dari batang otak (sebagian kecil), nukleustalamus
bagian posterior (sebagian kecil), kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus
lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir pada daerah ventrobasal. Adanya sensori
taktil dan nyeri yang diterima akan memungkinkan otak untuk menyadari lokasi
tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.
Traktus
paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain mentransmisikan sinyal
dari serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari serat Aδ.
Pada traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya berakhir pada lamina II
dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengan substansia
gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau beberapa neuron
pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V lalu kemudian kebanyakan
serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast- sharp pain path
way. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke
otak pada jaras anterolateral. Ujung dari traktus paleospinotalamikus
kebanyakan berakhir pada batang otak dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat
sinyal yang akan langsung diteruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan
berakhir pada salah satu tiga area yaitu : (1)Nukleus retikularis dari medulla,
pons, dan mesensefalon, (2) Area tektum dari mesensefalon, (3) Regio abu-abu
dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii. Ketiga bagian ini
penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area batang otak ini,
multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal kearah atas melalui
intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari
hipotalamus dan bagian basal otak.
C.Nyeri
Kepala
Definisi
dan Etiologi Sakit Kepala
Sakit kepala adalah
rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari
struktur sensitif terhadap rasa sakit.1
Sakit kepala bisa
disebabkan oleh kelainan: vaskular, jaringan saraf, gigi geligi, orbita, hidung
dan sinus paranasal, jaringan lunak dikepala, kulit, jaringan subkutan, otot,
dan periosteum kepala.
Faktor
Resiko dan Epidemiologi Sakit Kepala
Faktor resiko
terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin,
umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.
Prevalensi sakit kepala
di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit
kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari
jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya
konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.
Menurut IHS, migren
sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun sedangkan pada wanita, migren
sering terjadi pada usia diatas 12 tahun. HIS jugamengemukakan cluster headache
80-90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakitkepala akan meningkat setelah
umur 15 tahun.
Klasifikasi
Sakit Kepala
Berdasarkan The International Classification of Headache
Disorders 2nd Edition, Sakit kepala dapat
diklasifikasikan menjadi :
o Sakit kepala primer
§ Migraine
§ tension
type headache
§ cluster
headache dengan sefalgia trigeminal/autonomik
§ sakit
kepala primer lainnya
o Sakit kepala sekunder
§ sakit
kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher
§ sakit
kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal
§ sakit
kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial
§ sakit
kepala akibat adanya
zat atau withdrawal
§ Sakit
kepala akibat infeksi
§ sakit
kepala akibat gangguan homeostasis
§ sakit
kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung,
sinus, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah
§ sakit
kepala akibat kelainan psikiatri.
o Neuralgia kranial,
nyeri fasial serta sakit kepala lainnya.
Patofisiologi
Sakit Kepala
Beberapa mekanisme umum
yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala adalah sebagai berikut
(Lance,2000) : peregangan atau pergeseran pembuluh darah intrakranium atau
ekstrakranium, traksi pembuluh darah, kontraksi otot kepala dan leher (kerja
berlebihan otot), peregangan periosteum (nyeri lokal), degenerasi spina
servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya,
arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip-
opiat, bahan aktif pada endorfin).6,10
Terapi
Sakit Kepala
Nyeri kepala dapat
diobati dengan preparat asetil salisilat dan jika nyeri kepala sangat berat
dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin). Bila perlu
dapat diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfatatau
ergotamin 0,5 mg. Preparat Cafergot (mengandung kafein 100 mg dan 1
mgergotamin) diberikan 2 tablet pada saat timbul serangan dan diulangi ½ jam
berikutnya.
Pada pasien yang
terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat Bellergal (ergot 0,5
mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2-3 kali sehari selama
beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat ditambahkan pemberian ACTH
(40 u/hari) atau prednison (1mg/KgBB/hari) selama 3-4 minggu.
Preparat penyekat beta
(B-Bloker), seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat mencegah timbulnya
serangan migren karena mempunyai efek mencegah vasodilatasi kranial. Tetapi
penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan aprenolol tidak
mempunyai efek teraupetik untuk migren, sehingga mekanisme kerjanya disangka
bukan semata-mata penyekat beta saja. Preparat yang efektif adalah penyekat
beta yang tidak memiliki efek ISA (Intrinsic Sympathomimetic Activity).11,8
Cluster headache umunya
membaik dengan pemberian preparat ergot. Untuk varian Cluster headache umumnya
membaik dengan indometasin. Tension typeheadache dapat diterapi dengan
analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat digunakan sebagai pencegahan
timbulnya serangan.
Terapi preventif yang
bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan, dan durasi sakit kepala.
Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari atau lebih serangan
dalam sebulan atau jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini harus
digunakan setiap hari. Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker,
kalsium channel blokers, dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin atau
dopamin spesifik.
Pencegahan
Sakit Kepala
Pencegahan sakit kepala
adalah dengan mengubah pola hidup yaitu mengatur pola tidur yang sama setiap
hari, berolahraga secara rutin, makan makanan sehat dan teratur, kurangi
stress, menghindari pemicu sakit kepala yang telah diketahui.
Prognosis
dan Indikasi Rujuk Sakit Kepala
Prognosis dari sakit
kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan indikasi merujuk adalah
sebagai berikut: sakit kepala yang tiba-tiba dan timbul kekakuan di leher, sakit
kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran, sakit kepala setelah terkena
trauma mekanik pada kepala, sakit kepala disertai sakit pada bagian mata dan
telinga, sakit kepala yang menetap pada pasien yang sebelumnya tidak pernah
mengalami serangan, sakit kepala yang rekuren pada anak.
1.Tension
Type Headache
Definisi
Tension Type Headache
Merupakan sensasi nyeri
pada daerah kepala akibat kontraksi terusmenerus otot- otot kepala dan tengkuk
(M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter, M.sternokleidomastoid,
M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).
Etiologi
dan Faktor Resiko Tension Type Headache
Etiologi dan Faktor
Resiko Tension Type Headache adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi yang
menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan,
berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti
dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.
Epidemiologi
Tension Type Headache
Tensin Type Headache
terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik terjadi 63 %
dan Tension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type Headache episodik
lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada pria
sebanyak 56 %. Biasanya mengenai umur 20- 40 tahun.
Klasifikasi
Tension Type Headache
1. Episodik , jika serangan yang terjadi kurang
dari 1 hari perbulan (12 hari dalam 1 tahun).5
2. Kronik, jika serangan minimal 15 hari
perbulan selama paling sedikit 3 bulan (180 hari dalam 1 tahun).
Tension headache kronik dibagi 2 macam,
yaitu:
a) Short-duration, jika Serangan terjadi
kurang dari 4 jam.
b) Long-duration, jika Serangan berlangsung
lebih dari 4 jam.5
Patofisiologi
Tension Type Headache
Patofisiologi TTH masih
belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil penelitian disebutkan
beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH sebagai berikut6:
1.
Disfungsi sistem saraf
pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer dimana disfungsi sistem
saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf pusat
mengarah kepada CTTH.
2.
Disfungsi saraf perifer
meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa disertai iskemia
otot.
3.
Transmisi nyeri TTH
melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi second
order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis (aktivasi molekul NO)
sehingga meningkatkan input nosiseptif
pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi
mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini
akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial.
4.
Hiperflesibilitas
neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks serebri
yang diikuti hipersensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai
ambang deteksi nyeri (tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik
dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan supraspinal decending
paininhibit activity.
5.
Kelainan fungsi filter
nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi info pada otak
yang diartikan sebagai nyeri.
6.
Terdapat hubungan jalur
serotonergik danmonoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan
terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin diotak, dan juga
abnormal serotonin platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan
eksteroseptif pada otot temporal dan maseter.
7.
Faktor psikogenik (stres
mental) dan keadaan non-physiological motor stress pada TTH sehingga melepaskan
zat iritatif yang akan menstimulasi perifer danaktivasi struktur persepsi nyeri
supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi danansietas akan meningkatkan
frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasisentral pada jalur transmisi
nyeri.
8.
Aktifasi NOS ( Nitric
Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.6,10
Pada kasus dijumpai
adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa teori yang menjelaskan hal
tersebut yaitu:6
1.
Adanya stress fisik
(kelelahan) akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam
darah menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini
akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion
kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan
sehingga terjadilah nyeri kepala.
2.
Stress mengaktifasi
saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan
mengaktivasi nociceptor lalu aktivasi aferengamma trigeminus yang akan
menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptidaini akan merangsang
ganglion trigeminus (pons).
3.
Stress dapat dibagi
menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan stage of
exhausted.
-
Alarm reaction dimana stress
menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan asupan
oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan
mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin
dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri.
-
Stage of resistance
dimana sumber energi yang digunakan berasal dari glikogen yang akan
merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akanmenjaga simpanan ion
kalium.
-
Stage of exhausted
dimana sumber energi yang
digunakan
berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini
akan menyebabkan disfungsi saraf.
Manifestasi
Klinis
Gejala-gejala yang bisa digolongkan
dalam nyeri kepala tipe tegang adalah :
·
Nyeri kepala bersifat konstan dan terus menerus.
·
Terasa berat seperti tertekan atau seperti terikat,
diperas, mau meledak.
·
Tempat sakitnya tidak dapat ditentukan
·
Frekuensi, fluktuasi, dan intensitas nyeri sangat
bervariasi. Biasanya akan bertambah pada masa-masa penuh tekanan seperti
pubertas, pindah sekolah, masalah pekerjaan atau perkawinan.
Biasanya nyeri kepala tipe tegang
dikaitkan dengan kelainan yg disebut spasmohilia. Kelainan ini adalah
kecenderungan seseorang yang otot-ototnya lebih mudah untuk kontraksi (tegang).
Spasmohilia memiliki kemungkinan diturunkan atau ada faktor keluarga. Selain
itu juga akan ditanyakan mengenai kemungkinan adanya stres fisik maupun psikis.
Diagnosa
Tension Type Headache
Tension Type Headache
harus memenuhi syarat yaitu sekurang-kurangnya dua dari berikut ini :
1.
Adanya
sensasi tertekan/terjepit.
2.
Intensitas
ringan-sedang.
3.
Lokasi
bilateral.
4.
Tidak
diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah
satu dari fotofobia dan fonofobia.
Gejala klinis dapat
berupa nyeri ringan-sedang-berat, tumpul seperti ditekan atau diikat, tidak
berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala, oksipital,
dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,insomnia, kelelahan
kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak
nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.
Pemeriksaan
Penunjang Tension Type Headache
Tidak ada uji spesifik
untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan
kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT
scan kepala maupun MRI.
Diferensial
Diagnosa Tension Type Headache
Diferensial Diagnosa
dari TTH adalah sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi
lumbal,migren klasik, migren komplikata,cluster headache,sakit kepala pada
arteritis temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada
penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.
Terapi
Tension Type Headache
Prinsip penanganan
tension type headache5
-
Terapi TTH meliputi
modifikasi gaya hidup untuk mengurangi kekambuhan nyeri kepala, modalitas
terapi non farmakologis, dan terapi farmakologis akut maupun profilaksis
-
Tahap awal penting pada
tata laksana TTH adalah edukasi mengenai factor pencetus dan implementasi
tatalaksana stress dan latihan untuk mencegah atau mengurangi TTH
-
TTH akut membaik denan
sendirinya atau dikelola dengan analgetik dijual bebas seperti asetaminofen,
NSAID, atau asam asetilsalisilat. Kombinasi dengan kafein juga efektif
-
Terapi non farmakologis
meliputi terapi relaksasi, cognitive-behavioral therapy dan pemijatan
-
Terapi profilaksis
diberikan bila nyeri kepala frequent berhubungan dengan pekerjaan, sekolah, dan
kualitas hidup dan/atau penggunaan analgetik yang dijual bebas meningkat
(>10-15 hari per bulan). Pilihan terapi profilaksis meliputi antidepressan
trisiklik seperti amitriptyline atau nortriptilin
Relaksasi selalu dapat
menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk mengetahui arti dari relaksasi
yang mana dapat termasuk bed rest,massage, dan/atau latihan biofeedback.
Pengobatan farmakologi
adalah simpel analgesia dan/atau mucles relaxants. Ibuprofen dan naproxen
sodium merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan
simpel analgesia (asetaminofen, aspirin,ibuprofen, dll.) gagal maka dapat
ditambah butalbital dan kafein (dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang
akan menambah efektifitas pengobatan.
Prognosis
dan Komplikasi Tension Type Headache
TTH pada kondisi dapat
menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak membahayakan. Nyeri ini dapat
sembuh dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan masalah yang menjadi latar
belakangnya jika penyebab TTH berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat
sembuh dengan terapi obat berupa analgesia. TTH biasanya mudah diobati sendiri.
Progonis penyakit ini baik dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 %
pasien dapat disembuhkan.
Komplikasi TTH adalah rebound
headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat -obatan
analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.
Pencegahan
Tension Type Headache
Pencegahan TTH adalah
dengan mencegah terjadinya stress dengan olahraga teratur, istirahat yang
cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching ),meditasi, dan biofeedback.
Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat dilakukan behavioral
therapy.Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti bantal atau mengubah
posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.
2.Migren
Definisi
Migren
Menurut International
Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang
berlansung 4-72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas
nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai
mual muntah, fotofobia dan fonofobia.7
Etiologi
dan Faktor Resiko Migren
Etiologi migren adalah sebagai berikut :
1. Perubahan hormon
(65,1%), penurunan konsentrasi esterogen dan progesteron pada fase luteal
siklus menstruasi.
2. Makanan (26,9%), vasodilator
(histamin seperti pada anggur merah, natriumnitrat), vasokonstriktor (tiramin
seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan (MSG). 3.stress
(79,7%).
3. Rangsangan sensorik
seperti sinar yang terangmenyilaukan(38,1%) dan bau yang menyengat baik
menyenangkan maupun tidak menyenangkan.
4. Faktor fisik seperti
aktifitas fisik yang berlebihan dan perubahan pola tidur.
5. Perubahan lingkungan
(53,2%).
6. Alkohol(37,8%),merokok
(35,7%).
Faktor resiko migren adalah adanya
riwayat migren dalam keluarga,wanita, dan usia muda.
Epidemiologi
Migren
Migren terjadi hampir
pada 30 juta penduduk Amerika Serikat dan 75 %diantaranya adalah wanita. Migren
dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya muncul pada usia 10-40 tahun dan
angka kejadiannya menurun setelah usia 50tahun. Migren tanpa aura lebih sering
dibandingkan migren yang disertai aura dengan persentasi 9 : 1.
Klasifikasi
Migren
Migren dapat diklasifikasikan menjadi :
1.
Migren
dengan aura, tanpa aura,dan migren kronik (transformed). Migren dengan aura
adalah migren dengan satu ataulebih aura reversibel yang mengindikasikan
disfungsi serebral korteks dan atau tanpadisfungsi batang otak, paling tidak
ada satu aura yang terbentuk berangsur - angsur lebih dari 4 menit, aura tidak
bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti aura dalam interval
bebas waktu tidak mencapai 60 menit.
2.
Migren tanpa aura
adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan terkena pada
periorbital.
3.
Migren kronik adalah
migren episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah berbulan- bulan sampai
bertahun- tahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri kepala kronik dengan nyeri
setiap hari.
Patofisiologi
Migren
Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya
migren.9
-
Teorivaskular, adanya
gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi
otak yang dimulai pada korteks visual danmenyebar ke depan. Penyebaran frontal
berlanjut dan menyebabkan fase nyeri kepala dimulai.
-
Teori cortical spread
depression, dimana
pada orang migrain nilai
ambang
saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting
wave depolarization oleh pottasium-liberating depression (penurunan pelepasan
kalium) sehingga menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang memanjang. Selanjutnya,
akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekanaktivitas neuron ketika
melewati korteks serebri.
-
Teori Neovaskular
(trigemino vascular), adanya vasodilatasi akibataktivitas NOS dan produksi NO
akan merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga melepaskan
CGRP(calcitonin gene related). CGRP akan berikatan pada reseptornya di sel mast
meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi sehingga
menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri serebral dan
otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain itu, CGRP akan
bekerja pada post junctional site second order neuron yang bertindak sebagai
transmisi impuls nyeri.6,10
-
Teori sistem saraf
simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus sereleus sehingga
terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga mengaktifkan nukleus
dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar
epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu
terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah diotak akan
merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi
aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi
pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri
kepala pada migren.
Manifestasi
Klinis
Gambaran klinis yang sering ditemui
antara lain:
1.
Nyeri kepala : bersifat unilateral
(pada salah satu sisi), bentuknya berdenyut menandakan adanya rangsangan
aferean pada pembuluh darah.
2.
Mual : mual adalah gejala yang
paling sering dikemukakan oleh penderita, menunjukkan adanya ekstravasasi
protein.
3.
Aura : aura yang timbul biasanya
berupa gangguan penglihatan (fotofobia atau fonofobia), bunyi atau bebauan
tertentu, menandakan adanya proyeksi difus locus ceruleus ke korteks serebri,
adanya gejala produksi monocular pada retina dan produksi bilateral yang tidak
normal.
4.
Rasa kebal / baal
5.
Vertigo : pusing, karena gerakan
otot yang tidak terkontrol,menandakan adanya gejala neurologic yang berasal
dari korteks serebri dan batang otak.
6.
Rasa lemas waktu berdiri :
disebabkan oleh turunnya tekanan darah waktu berdiri (postural hypotension).
7.
Kontraksi otot-otot : disekitar
dahi, pipi, leher, dan bahu, menandakan adanya ganguan mekanisme internal tubuh
yang disebut jam biologis (biological
clock).
Diagnosa
Migren
Tidak ada tes laboratorium yang
dapat mendukung penegakan diagnosis migren.Migren kadangkala sulit untuk
didiagnosis karena gejalanya dapat menyerupai
gejala sakit kepala lainnya. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah dengan
menggunakan kriteria International
Headache Society yaitu,seseorang didiagnosis migren jika mengalami 5 atau
lebih serangan sakit kepalatanpa aura (atau 2 serangan dengan aura) yang sembuh
dalam 4 sampai 72 jamtanpa pengobatan dan diikuti dengan gejala mual, muntah,
atau sensitif terhadapsinar dan suara.
Kriteria diagnosis bagi migren tanpa
aura dikemukakan oleh HIS sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan, diantaranya :5
a.
Nyeri kepala berlangsung 4-74 jam
(bila tidak diobati atau pengobatan gagal)
b.
Nyeri kepala sekurang-kurangnya
memenuhi 2 kriteria:
-
Lokasi unilateral
-
Sifat berdenyut
-
Intensitas nyerinya sedang atau
berat
-
Agravasi (bertambah berat) atau mengganggu aktivitas
c.
Sewaktu berlangsung nyeri nyeri
kepala terdapat sekurang-kurangnya satu gejala:
-
Nausea dan/atau muntah
-
Fatofobia dan fonofobia
d.
Tidak disebabkan gejala lain
Kriteria diagnosis bagi migren
dengan aura dikemukakan oleh HIS sekurangnya terdapat 2 serangan, diantaranya:5
a.
Aura terdiri dari satu gejala
berikut (tanpa kelemahan motorik):
-
Gejala visual: cahaya
berkunang-kunang, bercak atau garis, atau penglihatan hilang
-
Gejala sensoris: semutan atau rasa
baal
-
Gejala gangguan bicara
b.
Sekurangnya ada 2 gejala berikut:
-
Gejala visual homonim dan/atau
gejala sensorik unilateral
-
Sekurangnya 1 gejala aura yang
muncul gradual ≥ 5 menit dan/atau berbagai gejala aura muncul berurutan selama
≥ 5 menit
-
Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit,
namun ≤ 60 menit
c.
Nyeri kepala mulai sewaktu aura atau
mengikuti aura dalam waktu 60 menit
d.
Tidak disebabkan gangguan lain
.
Pemeriksaan
Penunjang Migren
Pemeriksaan untuk
menyingkirkan penyakit lain ( jika ada indikasi) adalah pencitraan ( CT scan
dan MRI) dan punksi lumbal.
Diferensial
diagnosa Migren
Diferensial diagnosa
migren adalah malformasi arteriovenus, aneurisma serebri, glioblastoma,
ensefalitis, meningitis, meningioma, sindrom lupus eritematosus, poliarteritis
nodosa, dan cluster headache
Terapi
Migren
Tujuan terapi migren
adalah membantu penyesuaian psikologis dan fisiologis, mencegah berlanjutnya
dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi mediahumoral (misalnya serotonin dan
histamin), dan mencegah vasokonstriksi arteri intrakranial untuk memperbaiki
aliran darah otak.7
a.
Terapi umum
1.
Menghindari pencetus
2.
Jika ada factor psikogenik, harus
dihilangkan
3.
Pada sepertiga wanita sebabnya ialah
kontrasepsi oral, ini dapat diganti
b.
Terapi abortif dan simtomatik
1.
Anti-Inflamasi Non Steroid (NSAID),
misalnya aspirin, ibuprofen, yang merupakan obat lini pertama untuk mengurangi
gejala migraine.
2.
Triptan (agonis reseptor serotonin).
Obat ini diberikan untuk menghentikan serangan migrain akut secara cepat.
Triptan juga digunakan untk mencegah migrain haid.
3.
Ergotamin, misalnya Cafegot, obat
ini tidak seefektif triptan dalam mengobati migrain.
Dosis: 1 mg pada awalnya, diikuti 1
mg tiap ½ jam, maksimal 5 mg tiap serangan atau 10 mg/ minggu
4.
Midrin, merupakan obat yang terdiri
dari isometheptana, asetaminofen, dan dikloralfenazon.
Dosis isometheptana: 2 kapsul pada
awalnya, diikuti 1 kapsul/jam, maksimal 5 kapsul tiap serangan.
5.
Analgesik, mengandung butalbital
yang sering memuaskan pada terapi
6.
Opioid analgesik, pada umumnya
lapang perantaranya memberikan hasil yang mengecewakan
7.
Korticosteroid unsur yang
membutuhkan waktu singkat untuk mengurangi tingkat nyeri migraine
8.
Isometheptene, tidak dapat digunakan
pada vasokonstriktor
c.
Terapi preventif
1.
Pencegahan farmakologi, diantaranya
:
-
Ergotamineà1 mg, 2 kali
sehari
-
Bellergal (ergotamine 0,3 mg,
belladonna 0,1 mg, fenobarbital 20 mg)à 2-4 kali perhari
-
Metisergidà 4-8 mg
perhari, dosis terbagi
-
β-bloker (propanolol) à 80-160 mg,
terbagi
-
Amitriptilin à 50-75 mg,
dosis terbagi atau diminum saat akan tidur
-
Fenitoin à 200-400
mg/hari
-
Ibufrofen à 400 mg, 3
kali perhari
2.
Pencegahan non-farmakologi,
diantaranya :
-
Terapi relaksasi
-
Terapi tingkah laku
Terapi tahap akut
adalah ergotamin tatrat, secara subkutan atau IM diberikan sebanyak 0,25-0,5
mg. Dosis tidak boleh melewati 1mg/24 jam. Secara oral atau sublingual dapat
diberikan 2 mg segera setelah nyeri timbul. Dosis tidak boleh melewati 10 mg/minggu. Dosis untuk
pemberian nasal adalah 0,5 mg (sekali semprot).Dosis tidak boleh melewati 2 mg
(4 semprotan). Kontraindikasi adalah sepsis, penyakit pembuluh darah,
trombofebilitis, wanita haid, hamil atau sedang menggunakan pil anti hamil.Pada
wanita hamil, haid atau sedang menggunakan pil anti hamil berikan pethidin 50
mg IM. Pada penderita penyakit jantung iskemik gunakan pizotifen 3 sampai 5
kali 0,5 mg sehari. Terapi profilaksis menggunakan metil gliserid malead,
siproheptidin hidroklorida, pizotifen, dan propranolol. Selain menggunakan
obat-obatan, migren dapat diatasi dengan menghindari faktor penyebab, manajemen
lingkungan, memperkirakan siklus menstruasi, yoga, meditasi, dan hipnotis.
Definisi pengobatan
akut migren dianggap berhasil jika memenuhi kriteria di bawah ini:
1.
Bebas nyeri sesudah 2
jam pengobatan
2. Perbaikan
nyeri dari skala nyeri kepala 2 (sedang) atau 3 (berat) menjadi skala nyeri
kepala 1 (ringan) atau skala 0 (tidak ada nyeri kepala) sesudah 2 jam
3. Efikasi
pengobatan konsisten pada 2-3 kali serangan
4.
Tidak ada nyeri kepala
rekuren/berulang dan tidak ada pemakaian obat lagi dalam waktu/pada 24 jam
sesudah pengobatan berhasil
Komplikasi
Migren
Komplikasi Migren
adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan
analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dllyang berlebihan.
Pencegahan
Migren
Pencegahan migren
adalah dengan mencegah kelelahan fisik, tidur cukup, mengatasi hipertensi,
menggunakan kacamata hitam untuk menghindari cahaya matahari, mengurangi
makanan (seperti keju, coklat, alkohol, dll.), makan teratur, dan menghindari
stress.
3.Cluster
Headache
Definisi
Nyeri kepala tipe
klaster adalah jenis nyeri kepala yang berat, unilateral yang timbul dalam
serangan-serangan mendadak, sering disertai dengan rasa hidung tersumbat,
rinore, lakrimasi dan injeksi konjungtiva di sisi nyeri.5 Dalam
klinik dikenal dua tipe yaitu tipe episodik orang yang menderita tipe ini
mengalami masa serangan nyeri selama waktu tertentu (periode klaster), kemudian
diselingi dengan masa bebas nyeri (remisi) yang lamanya bervariasi; sedangkan
tipe kronik ialah bila serangan-serangan nyeri tersebut masih tetap timbul
selama sedikitnya 12 bulan.
Prevalensi
Secara pasti tidak
diketahui dan catatan beberapa klinik nyeri kepala, diperkirakan sebesar 0,04%
sampai 1,5%. Diderita terutama oleh pria. Mulai diderita umumnya pada usia
2730 tahun, meskipun ada beberapa laporan yang menemukan kasus nyeri kepala
tipe kiaster pada anak usia 1 tahun sampai pada dewasa usia sekitar 60 tahun.
Dibandingkan dengan migren, prevalensinya berkisar antara 1: 5,6 sampai 1:47,1.
Manifestasi
Klinis
Nyeri umumnya didahului
oleh rasa penuh di telinga yang kadang-kadang meluas ke seluruh kepala, disusul
beberapa menit kemudian dengan serangan-serangan mendadak berupa rasa seperti
tertusuk, biasanya unilateral di daerah okulofrontal atau okulotemporal;
serangan tersebut sangat hebat (excruciating) dan menetap, tidak berdenyut,
hilang timbul secara tiba-tiba, dapat berpindah-pindah tempat.
Serangan-serangan nyeri tersebut membuat penderitanya gelisah, mondar-mandir
dan kadang-kadang memukuli kepalanya sendiri, beberapa penderita bahkan merasa
ingin bunuh diri untuk mengakhiri nyerinya. Perilaku yang demikian jelas
berbeda dengan penderita migren yang justru menghindari aktivitas keramaian.
Nyeri disertai dengan
rinore, laknimasi dan pelebaran pembuluh darah konjungtiva; kadang-kadang
disertai rasa bengkak di wajah dan sekitar mata di sisi nyeri, dapat disertai
sindrom Homer di sisi sama. Selama serangan wajah menjadi pucat, sebaliknya
konjungtiva tampak kemerahan dan berair. Nyeri dapat dirasakan di 'belakang
mata', seolah-olah mendorong mata ke luar. Umumnya dimulai saat bangun tidur
siang atau di malam hari, biasanya dalam 90 menit setelah tertidur. Serangan
nycri dapat dicetuskàn oleh nitrogliserin, histamin atau alkohol.
Diagnosis
Banding
Bila serangan nyeri
kepalanya khas, umumnya diagnosis hampir dapat dipastikan.Beberapa keadaan yang
mungkin mirip gainbaran klinisnya ialah chronic paroxysmal hemicrania, migren,
neuralgia trigeminal, arteritis temporalis, faeokhromo- sitoma dan sindrom
Raeder.
Penatalaksanaan
1. Penjelasan
kepada pasien
Pada kebanyakan pasien,
ditemukan anxietas dan rasa kuatir akan timbulnya periode nyeri berikut,
anxietas juga sering ditemukan pada periode klaster yang berkepanjangan. Perlu
dipahami bahwa kebanyakan serangan nyeri dapat dihindari atau diperpendek / diperingan,
meskipun lamanya periode nyeri sampai saat ini belum dapat dipersingkat atau
dihilangkan. Para pasien dianjurkan untuk menghindari tidur siang, minuman
alkohol, zat mudah menguap, terutama pada periode klaster; sedangkan pengaruh
diet sangat kecil. Gangguan emosional seperti rasa marah, frustrasi ataupun
aktifitas fisik yang berat dapat mencetuskan serangan atau memulai periode
nyeri. Pengaruh ketinggian juga disebut-sebut dapat mencetuskan serangan,
sehingga harus diwaspadai bila berada di ketinggian/pegunungan atau naik
pesawat terbang; ada yang menganjurkan penggunaan asetazolamid 2 dd 250 mg.
dimulai 2 hari sebelum nya untuk mencegah serangan tersebut. Perubahan siklus
tidur juga dapat mencetuskan serangan, misalnya akibat perubahan shift kerja,
atau perubahan cara hidup.
2. Pengobatan
pencegahan
Serangan saat tidur
dapat dicegah dengan 2 mg. Ergotamin tartrat 12 jam sebelum tidur; penggunaan
ergotamin ini harus hati-hati pada pasien-pasien dengan gangguan vaskuler, jantung,
serebral, atau pada kehamilan, adanya penyakit ginjal atau hati, infeksi dan
masa pasca bedah. Serangan di saat lain dapat diatasi dengan metisergid 34 dd
40 mg., verapamil 4 dd 80 mg., lithium 2 dd 300 mg. Atau prednison 40 mg./hari
selama 3 minggu. Metisergid terutama efektif bila digunakan sejak awal,
efektivitasnya kira-kira 65%; obat ini mempunyai efek samping gastrointestinal,
parestesi dan nyeri ekstremitas bawah dan kemungkinan fibrosis retroperitoneal,
endomiokardial atau pulmonal yang berbahaya; obat ini tidak tersedia di
Indonesia. Verapamil cukup efektif untuk kebanyakan pasien, digunakan selama
periode nyeri. Penggunaan lithium hams disertai dengan pengamatan efek samping
seperti tremor karena obat ini mempunyai rentang dosis terapeutik yang relatif
sempit. Kombinasi empat obat di atas dapat mengatasi kira-kira 90% kasus
episodik; dalam hal resistensi, dapat dicoba penambahan prednison 40 mg./hari
selama 5 hari, kemudian diturunkan dosisnya selama 3 minggu (tapering off);
penggunaan prednison harus hati-hati pada pasien dengan ulkus peptikum,
hipertensi atau diabetes melitus. Pasien-pasien kronik dapat resisten terhadap
pengobatan, mungkin berkaitan dengan sifat/ kepribadian tertentu. Ada peneliti
yang mencoba Na valproat 6002000 mg/hari sebagai profilaktik. Pengobatan
eksperimental berupa gangliolisis trigeminal, atau penggunaan cahaya terang
untuk mengubah siklus sirkadian.
3. Pengobatan
saat serangan
Serangan klaster akut
dapat diatasi dengan inhalasi oksigen; untuk memperoleh manfaat maksimum,
oksigen diberikan segera di awal serangan sebanyak 7-ll menit menggunakan
facial mask; pasien duduk, dianjurkan bemapas biasa selama 15 menit. Alternatif
lain ialah menggunakan 1 tablet (1 mg.) ergota mm sublingual, dapat diulang
sampai dua kali setelah 15 menit; dosis maksimum 2 mg./24 jam. Ergotaniin juga
dapat diberikan secara intramuskuler dalani bentuk dihidroergotamin 1 mg. Atau
ergotamin tartrat 0,5 mg.; atau secara inhalasi sebanyak 2 kali dengan interval
5 menit.Dosis maksimum 4 mg./24 jam. Obat simtomatik lain ialah kokain HCI 5%
atau lidokain HCI 4% intranasal.
Prognosis
Suatu studi
longitudinal menunjukkan bahwa setelah 20 tahun, 1/3 pasien akan mengalami
remisi total, 1/3 pasien serangannya makin ringan dan pada 1/3 lainnya sifat
serangannya menetap. Serangan-serangan nyeri dapat diperingan atau dihindari
dengan memperhatikan faktor-faktor pencetus.
BAB
III
PENUTUP
Sakit kepala adalah
rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari
struktur sensitif terhadap rasa sakit.Sakit kepala bisa disebabkan oleh
kelainan:vaskular,jaringan saraf,gigi geligi,orbita,hidung dan sinus
paranasal,jaringan lunak dikepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan
periosteum kepala.
Faktor resiko
terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin,
umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor
genetik.Pencegahan sakit kepala adalah dengan mengubah pola hidup yaitu
mengatur pola tidur yang sama setiap hari, berolahraga secara rutin, makan
makanan sehat dan teratur, kurangi stress, menghindari pemicu sakit kepala yang
telah diketahui.
Prognosis dari sakit
kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya
DAFTAR
PUSTAKA
1.Lindsay, Kenneth W,dkk.Headache.Neurology
and Neurosurgery I llustrated. London: Churchill Livingstone.2004.66-72.
2.Bogduk,N.Anatomy and physiology of
headache.Australia : faculty of medicine and health science, University of
Newcastle and University Drive. 1995. available at Elsevier, Paris.
3.ISH Classification ICHD II (
International Classification of Headache Disorders) available
athttp://ihs-classification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc
4.McPhee, Stephen J, Maxine A.
Papadakis, dkk. Nervous System disorders.Current Medical Diagnosis and Treatment 2014. San
Fransisko : McGraw-HillCompanies.2014. (http://accessmedicine.mhmedical.com/content.
aspx?bookid=330§ionid=44291026)
5.Patestas, Maria A. dan Leslie
P.Gartner. Cerebrum. A Textbook of Neuroanatomy.United Kingdom:
Blackwell.2006.69-70. (google book)
6. Price, Sylvia dan Lorraine M.Wilson. Nyeri.
Huriawati, dkk. Patofisiologi edisi 6. Jakarta : EGC.2003.
7.Reksodiputro, A.Hariyanto, dkk. Migren
dan Sakit Kepala. Aru W. Sudoyo, Bambang Setyohadi, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. 934-936.
8.Reskin, Neil H.Headache. Harrison,
T.R, dkk. Harrisons Internal Medicine.Unitedstates of Amerika : McGraw-Hill
Companies.2005. 85- 93.
9.Sherwood, laura.Susunan Saraf
Pusat.Beatricia I.Santoso. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta :
EGC.2001;115-119.
10.Siebernagl, Stefan dan Florian Lang.
Pain. Color Atlas of Pathophysiology. New York : Thieme.2000.320-321.
11.Simon, Roger P, David A.Greenberg,
dan Michael J. Aminoff. Headaches and facial
pain. Clinical Neurology . United states of Amerika : Lange.2009.69-93.
No comments:
Post a Comment