Pages

Referat Nyeri Kepala

Friday, December 18, 2015

BAB I
PENDAHULUAN
Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering didapatkan dalam klinik, walaupun istilah sakit´ ini tampaknya sulit didefinisikan. Persepsi tiap orang akan berbeda-beda, karena keluhan ini berasal dari pengalaman subjektif seseorang yang sulit dilakukan pengukurannya. Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang identik yang menyebabkan sakit akan berbeda pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa diharapkan untuk mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari pasien dan juga harus dapat membayangkan bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa sakitnya itu.
Ada banyak rasa sakit yang dijumpai pada pasien salah satunya adalah sakit kepala. Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit.1
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: vaskular, jaringan saraf, gigi geligi, orbita, hidung dan sinus paranasal, jaringan lunak dikepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala.
Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala primer dapat dibagi menjadi migraine, tension type headache, cluster headache dengan sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher,telinga, hidung, sinus, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala akibat kelainan psikiatri.3





BAB II
PEMBAHASAN
A.Anatomi Nyeri Kepala2,4,5
Walaupun merupakan keseluruhan fungsi otak disusun menjadi beberapa daerah yang berbeda, bagian-bagian otak dapat secara bebas dikelompokkan ke dalam berbagai cara berdasarkan perbedaan anatomis, spesialisasi fungsional, dan perkembangan evolusi. Otak terdiri dari (1) batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan medulla, (2) serebelum, (3) otak depan (forebrain) yang terdiri atas diensefalon dan serebrum. Diensefalon terdiri dari hipotalamus dan talamus. Serebrum terdiri dari nukleus basal dan korteks serebrum.
Masing-masing bagian otak memiliki fungsi tersendiri. Batang otak  berfungsi sebagai berikut: (1) asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer, (2) pusat pengaturan kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan, (3) pengaturan refleks otot yangterlibat dalam keseimbangan dan postur, (4) penerimaaan dan integrasi semua masukan sinaps dari korda spinalis; keadaan terjaga dan pengaktifan korteks serebrum, (5) pusat tidur. Serebellum berfungsi untuk memelihara keseimbangan, peningkatan tonus otot, koordinasi dan perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih.
Hipotalamus berfungsi sebagai berikut: (1) Mengatur banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan, (2) Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin, (3) Sangat terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar. Talamus berfungsi sebagai stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps, kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan dalam kontrol motoric.
Nukleus basal berfungsi untuk inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan yanglambat dan menetap, penekanan pola-pola gerakan yang tidak berguna. Korteks serebrum berfungsi untuk persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter, bahasa, sifat pribadi, proses mental canggih misalnya berpikir, mengingat, membuat keputusan, kreativitas dan kesadaran diri.
Korteks serebrum dapat dibagi menjadi 4 lobus yaitu lobus frontalis, lobus, parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis. Masing ± masing lobus ini memiliki fungsi yang berbeda ± beda.
Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1-3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.
Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferen dari C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3 juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari pada kepala dan leher bagian atas.
Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital dari kepala dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferensaraf ini meluas ke pars kaudal.
Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1, oftalmikus, menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini. V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular dan otot menguyah.
Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus auditorius eksterna dan membran timpani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.
Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus inferior dan rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, longissimus capitis dan splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke longissimus capitis dan splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial bagian lateral dan posterior.
Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena Korteks serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa posterior. Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar, gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.

B.Fisiologi Nyeri Kepala2,4,5,9
Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat bila ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah, seorang individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut. Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia.
Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan (iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik.
Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 450 C, jaringan-jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi.
Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas nyeri yang di rasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih permeable terhadap ion.Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim proteolitik.
Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings. Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow-chronic- aching type pain.
Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain, nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ dengankecepatan mencapai 6 –30 m/s. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki durasi kerja selama beberapa milliseconds. Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu lebihdari 1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan kecepatan mencapai 0,5 - 2 m/s. Neurotramitter yang mungkin digunakan adalah substansi P.
Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan slow chronic pain pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.
Traktus neospinotalamikus untuk fast pain, pada traktus ini, serat Aδ yang mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir padalamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir pada: area retikular dari batang otak (sebagian kecil), nukleustalamus bagian posterior (sebagian kecil), kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir  pada daerah ventrobasal. Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan.
Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain mentransmisikan sinyal dari serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari serat Aδ. Pada traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya berakhir pada lamina II dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengan substansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau beberapa neuron pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V lalu kemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast- sharp pain path way. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke otak pada jaras anterolateral. Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area yaitu : (1)Nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon, (2) Area tektum dari mesensefalon, (3) Regio abu-abu dari peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii. Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal kearah atas melalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari hipotalamus dan bagian basal otak.

C.Nyeri Kepala
Definisi dan Etiologi Sakit Kepala
Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit.1
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: vaskular, jaringan saraf, gigi geligi, orbita, hidung dan sinus paranasal, jaringan lunak dikepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala.

Faktor Resiko dan Epidemiologi Sakit Kepala
Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.
Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia diatas 12 tahun. HIS jugamengemukakan cluster headache 80-90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakitkepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.

Klasifikasi Sakit Kepala
Berdasarkan The International Classification of Headache Disorders 2nd Edition, Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi :
o   Sakit kepala primer
§  Migraine
§  tension type headache
§  cluster headache dengan sefalgia trigeminal/autonomik
§  sakit kepala primer lainnya
o   Sakit kepala sekunder
§  sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher
§  sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal
§  sakit kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial
§  sakit kepala akibat adanya zat atau withdrawal
§  Sakit kepala akibat infeksi
§  sakit kepala akibat gangguan homeostasis
§  sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah
§  sakit kepala akibat kelainan psikiatri.
o   Neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya.

Patofisiologi Sakit Kepala
Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala adalah sebagai berikut (Lance,2000) : peregangan atau pergeseran pembuluh darah intrakranium atau ekstrakranium, traksi pembuluh darah, kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot), peregangan periosteum (nyeri lokal), degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).6,10

Terapi Sakit Kepala
Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetil salisilat dan jika nyeri kepala sangat berat dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin). Bila perlu dapat diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfatatau ergotamin 0,5 mg. Preparat Cafergot (mengandung kafein 100 mg dan 1 mgergotamin) diberikan 2 tablet pada saat timbul serangan dan diulangi ½ jam berikutnya.
Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat Bellergal (ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2-3 kali sehari selama beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat ditambahkan pemberian ACTH (40 u/hari) atau prednison (1mg/KgBB/hari) selama 3-4 minggu.
Preparat penyekat beta (B-Bloker), seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat mencegah timbulnya serangan migren karena mempunyai efek mencegah vasodilatasi kranial. Tetapi penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan aprenolol tidak mempunyai efek teraupetik untuk migren, sehingga mekanisme kerjanya disangka bukan semata-mata penyekat beta saja. Preparat yang efektif adalah penyekat beta yang tidak memiliki efek ISA (Intrinsic Sympathomimetic Activity).11,8
Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat ergot. Untuk varian Cluster headache umumnya membaik dengan indometasin. Tension typeheadache dapat diterapi dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat digunakan sebagai pencegahan timbulnya serangan.
Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan, dan durasi sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari atau lebih serangan dalam sebulan atau jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini harus digunakan setiap hari. Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker, kalsium channel blokers, dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin atau dopamin spesifik.

Pencegahan Sakit Kepala
Pencegahan sakit kepala adalah dengan mengubah pola hidup yaitu mengatur pola tidur yang sama setiap hari, berolahraga secara rutin, makan makanan sehat dan teratur, kurangi stress, menghindari pemicu sakit kepala yang telah diketahui.

Prognosis dan Indikasi Rujuk Sakit Kepala
Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan indikasi merujuk adalah sebagai berikut: sakit kepala yang tiba-tiba dan timbul kekakuan di leher, sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran, sakit kepala setelah terkena trauma mekanik pada kepala, sakit kepala disertai sakit pada bagian mata dan telinga, sakit kepala yang menetap pada pasien yang sebelumnya tidak pernah mengalami serangan, sakit kepala yang rekuren pada anak.

1.Tension Type Headache
Definisi Tension Type Headache
Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terusmenerus otot- otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).

Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache
Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.

Epidemiologi Tension Type Headache
Tensin Type Headache terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik terjadi 63 % dan Tension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type Headache episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71% sedangkan pada pria sebanyak 56 %. Biasanya mengenai umur 20- 40 tahun.

Klasifikasi Tension Type Headache
1.      Episodik , jika serangan yang terjadi kurang dari 1 hari perbulan (12 hari dalam 1 tahun).5
2.      Kronik, jika serangan minimal 15 hari perbulan selama paling sedikit 3 bulan (180 hari dalam 1 tahun).
Tension headache kronik dibagi 2 macam, yaitu:
a) Short-duration, jika Serangan terjadi kurang dari 4 jam.
b) Long-duration, jika Serangan berlangsung lebih dari 4 jam.5


Patofisiologi Tension Type Headache
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan terjadinya TTH sebagai berikut6:
1.             Disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH.
2.             Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa disertai iskemia otot.
3.             Transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang akan mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu dorsalis (aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif  pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial.
4.             Hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks serebri yang diikuti hipersensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri (tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan supraspinal decending paininhibit activity.
5.             Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri.
6.             Terdapat hubungan jalur serotonergik danmonoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan noradrenalin diotak, dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan maseter.
7.             Faktor psikogenik (stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer danaktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi danansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasisentral pada jalur transmisi nyeri.
8.             Aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.6,10

Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu:6
1.              Adanya stress fisik (kelelahan) akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri kepala.
2.              Stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktivasi nociceptor lalu aktivasi aferengamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptidaini akan merangsang ganglion trigeminus (pons).
3.              Stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted.
-          Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri.
-          Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akanmenjaga simpanan ion kalium.
-          Stage of exhausted dimana sumber energi yang digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.

Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang bisa digolongkan dalam nyeri kepala tipe tegang adalah :
·         Nyeri kepala bersifat konstan dan terus menerus.
·         Terasa berat seperti tertekan atau seperti terikat, diperas, mau meledak.
·         Tempat sakitnya tidak dapat ditentukan
·         Frekuensi, fluktuasi, dan intensitas nyeri sangat bervariasi. Biasanya akan bertambah pada masa-masa penuh tekanan seperti pubertas, pindah sekolah, masalah pekerjaan atau perkawinan.
Biasanya nyeri kepala tipe tegang dikaitkan dengan kelainan yg disebut spasmohilia. Kelainan ini adalah kecenderungan seseorang yang otot-ototnya lebih mudah untuk kontraksi (tegang). Spasmohilia memiliki kemungkinan diturunkan atau ada faktor keluarga. Selain itu juga akan ditanyakan mengenai kemungkinan adanya stres fisik maupun psikis.

Diagnosa Tension Type Headache
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang-kurangnya dua dari berikut ini :
1.              Adanya sensasi tertekan/terjepit.
2.              Intensitas ringan-sedang.
3.              Lokasi bilateral.
4.              Tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan-sedang-berat, tumpul seperti ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.

Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.

Diferensial Diagnosa Tension Type Headache
Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal,migren klasik, migren komplikata,cluster headache,sakit kepala pada arteritis temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.

Terapi Tension Type Headache
Prinsip penanganan tension type headache5
-            Terapi TTH meliputi modifikasi gaya hidup untuk mengurangi kekambuhan nyeri kepala, modalitas terapi non farmakologis, dan terapi farmakologis akut maupun profilaksis
-            Tahap awal penting pada tata laksana TTH adalah edukasi mengenai factor pencetus dan implementasi tatalaksana stress dan latihan untuk mencegah atau mengurangi TTH
-            TTH akut membaik denan sendirinya atau dikelola dengan analgetik dijual bebas seperti asetaminofen, NSAID, atau asam asetilsalisilat. Kombinasi dengan kafein juga efektif
-            Terapi non farmakologis meliputi terapi relaksasi, cognitive-behavioral therapy dan pemijatan
-            Terapi profilaksis diberikan bila nyeri kepala frequent berhubungan dengan pekerjaan, sekolah, dan kualitas hidup dan/atau penggunaan analgetik yang dijual bebas meningkat (>10-15 hari per bulan). Pilihan terapi profilaksis meliputi antidepressan trisiklik seperti amitriptyline atau nortriptilin
Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest,massage, dan/atau latihan biofeedback.
Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan/atau mucles relaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia (asetaminofen, aspirin,ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein (dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.

Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache
TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa analgesia. TTH biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini baik dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat disembuhkan.
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat -obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.

Pencegahan Tension Type Headache
Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan olahraga teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching ),meditasi, dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka dapat dilakukan behavioral therapy.Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.

2.Migren
Definisi Migren
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4-72 jam. Nyeri biasanya unilateral, sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat dan diperhebat oleh aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.7

Etiologi dan Faktor Resiko Migren
Etiologi migren adalah sebagai berikut :
1.      Perubahan hormon (65,1%), penurunan konsentrasi esterogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi.
2.      Makanan (26,9%), vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natriumnitrat), vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada makanan (MSG). 3.stress (79,7%).
3.      Rangsangan sensorik seperti sinar yang terangmenyilaukan(38,1%) dan bau yang menyengat baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan.
4.      Faktor fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan dan perubahan pola tidur.
5.      Perubahan lingkungan (53,2%).
6.      Alkohol(37,8%),merokok (35,7%).
Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga,wanita, dan usia muda.

Epidemiologi Migren
Migren terjadi hampir pada 30 juta penduduk Amerika Serikat dan 75 %diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya muncul pada usia 10-40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50tahun. Migren tanpa aura lebih sering dibandingkan migren yang disertai aura dengan persentasi 9 : 1.

Klasifikasi Migren
Migren dapat diklasifikasikan menjadi :
1.             Migren dengan aura, tanpa aura,dan migren kronik (transformed). Migren dengan aura adalah migren dengan satu ataulebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpadisfungsi batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur - angsur lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit.
2.             Migren tanpa aura adalah migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan terkena pada periorbital.
3.             Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah berbulan- bulan sampai bertahun- tahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri kepala kronik dengan nyeri setiap hari.

Patofisiologi Migren
Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren.9
-          Teorivaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak  berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual danmenyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjut dan menyebabkan fase nyeri kepala dimulai.
-          Teori cortical spread depression, dimana pada orang migrain nilai ambang saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting wave depolarization oleh pottasium-liberating depression (penurunan pelepasan kalium) sehingga menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang memanjang. Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekanaktivitas neuron ketika melewati korteks serebri.
-          Teori Neovaskular (trigemino vascular), adanya vasodilatasi akibataktivitas NOS dan produksi NO akan merangsang ujung saraf trigeminus pada pembuluh darah sehingga melepaskan CGRP(calcitonin gene related). CGRP akan berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah. Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls nyeri.6,10
-          Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga mengaktifkan nukleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah diotak akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri kepala pada migren.

Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering ditemui antara lain:
1.      Nyeri kepala : bersifat unilateral (pada salah satu sisi), bentuknya berdenyut menandakan adanya rangsangan aferean pada pembuluh darah.
2.      Mual : mual adalah gejala yang paling sering dikemukakan oleh penderita, menunjukkan adanya ekstravasasi protein.
3.      Aura : aura yang timbul biasanya berupa gangguan penglihatan (fotofobia atau fonofobia), bunyi atau bebauan tertentu, menandakan adanya proyeksi difus locus ceruleus ke korteks serebri, adanya gejala produksi monocular pada retina dan produksi bilateral yang tidak normal.
4.      Rasa kebal / baal
5.      Vertigo : pusing, karena gerakan otot yang tidak terkontrol,menandakan adanya gejala neurologic yang berasal dari korteks serebri dan batang otak.
6.      Rasa lemas waktu berdiri : disebabkan oleh turunnya tekanan darah waktu berdiri (postural hypotension).
7.      Kontraksi otot-otot : disekitar dahi, pipi, leher, dan bahu, menandakan adanya ganguan mekanisme internal tubuh yang disebut jam biologis (biological clock).

Diagnosa Migren
Tidak ada tes laboratorium yang dapat mendukung penegakan diagnosis migren.Migren kadangkala sulit untuk didiagnosis karena gejalanya dapat menyerupai gejala sakit kepala lainnya. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah dengan menggunakan kriteria International Headache Society yaitu,seseorang didiagnosis migren jika mengalami 5 atau lebih serangan sakit kepalatanpa aura (atau 2 serangan dengan aura) yang sembuh dalam 4 sampai 72 jamtanpa pengobatan dan diikuti dengan gejala mual, muntah, atau sensitif terhadapsinar dan suara.
Kriteria diagnosis bagi migren tanpa aura dikemukakan oleh HIS sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan, diantaranya :5
a.       Nyeri kepala berlangsung 4-74 jam (bila tidak diobati atau pengobatan gagal)
b.      Nyeri kepala sekurang-kurangnya memenuhi 2 kriteria:
-          Lokasi unilateral
-          Sifat berdenyut
-          Intensitas nyerinya sedang atau berat
-          Agravasi (bertambah berat)  atau mengganggu aktivitas
c.       Sewaktu berlangsung nyeri nyeri kepala terdapat sekurang-kurangnya satu gejala:
-          Nausea dan/atau muntah
-          Fatofobia dan fonofobia
d.      Tidak disebabkan gejala lain

Kriteria diagnosis bagi migren dengan aura dikemukakan oleh HIS sekurangnya terdapat 2 serangan, diantaranya:5
a.       Aura terdiri dari satu gejala berikut (tanpa kelemahan motorik):
-          Gejala visual: cahaya berkunang-kunang, bercak atau garis, atau penglihatan hilang
-          Gejala sensoris: semutan atau rasa baal
-          Gejala gangguan bicara
b.      Sekurangnya ada 2 gejala berikut:
-          Gejala visual homonim dan/atau gejala sensorik unilateral
-          Sekurangnya 1 gejala aura yang muncul gradual ≥ 5 menit dan/atau berbagai gejala aura muncul berurutan selama ≥ 5 menit
-          Tiap gejala berlangsung ≥ 5 menit, namun ≤ 60 menit
c.       Nyeri kepala mulai sewaktu aura atau mengikuti aura dalam waktu 60 menit
d.      Tidak disebabkan gangguan lain
.
Pemeriksaan Penunjang Migren
Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain ( jika ada indikasi) adalah pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.

Diferensial diagnosa Migren
Diferensial diagnosa migren adalah malformasi arteriovenus, aneurisma serebri, glioblastoma, ensefalitis, meningitis, meningioma, sindrom lupus eritematosus, poliarteritis nodosa, dan cluster headache

Terapi Migren
Tujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan fisiologis, mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi mediahumoral (misalnya serotonin dan histamin), dan mencegah vasokonstriksi arteri intrakranial untuk memperbaiki aliran darah otak.7
a.       Terapi umum
1.      Menghindari pencetus
2.      Jika ada factor psikogenik, harus dihilangkan
3.      Pada sepertiga wanita sebabnya ialah kontrasepsi oral, ini dapat diganti
b.      Terapi abortif dan simtomatik
1.      Anti-Inflamasi Non Steroid (NSAID), misalnya aspirin, ibuprofen, yang merupakan obat lini pertama untuk mengurangi gejala migraine.
2.      Triptan (agonis reseptor serotonin). Obat ini diberikan untuk menghentikan serangan migrain akut secara cepat. Triptan juga digunakan untk mencegah migrain haid.
3.      Ergotamin, misalnya Cafegot, obat ini tidak seefektif triptan dalam mengobati migrain.
Dosis: 1 mg pada awalnya, diikuti 1 mg tiap ½ jam, maksimal 5 mg tiap serangan atau 10 mg/ minggu
4.      Midrin, merupakan obat yang terdiri dari isometheptana, asetaminofen, dan dikloralfenazon.
Dosis isometheptana: 2 kapsul pada awalnya, diikuti 1 kapsul/jam, maksimal 5 kapsul tiap serangan.
5.      Analgesik, mengandung butalbital yang sering memuaskan pada terapi
6.      Opioid analgesik, pada umumnya lapang perantaranya memberikan hasil yang mengecewakan
7.      Korticosteroid unsur yang membutuhkan waktu singkat untuk mengurangi tingkat nyeri migraine
8.      Isometheptene, tidak dapat digunakan pada vasokonstriktor
c.       Terapi preventif
1.    Pencegahan farmakologi, diantaranya :
-       Ergotamineà1 mg, 2 kali sehari
-       Bellergal (ergotamine 0,3 mg, belladonna 0,1 mg, fenobarbital 20 mg)à 2-4 kali perhari
-       Metisergidà 4-8 mg perhari, dosis terbagi
-       β-bloker (propanolol) à 80-160 mg, terbagi
-       Amitriptilin à 50-75 mg, dosis terbagi atau diminum saat akan tidur
-       Fenitoin à 200-400 mg/hari
-       Ibufrofen à 400 mg, 3 kali perhari
2.    Pencegahan non-farmakologi, diantaranya :
-       Terapi relaksasi
-       Terapi tingkah laku
Terapi tahap akut adalah ergotamin tatrat, secara subkutan atau IM diberikan sebanyak 0,25-0,5 mg. Dosis tidak boleh melewati 1mg/24 jam. Secara oral atau sublingual dapat diberikan 2 mg segera setelah nyeri timbul. Dosis tidak  boleh melewati 10 mg/minggu. Dosis untuk pemberian nasal adalah 0,5 mg (sekali semprot).Dosis tidak boleh melewati 2 mg (4 semprotan). Kontraindikasi adalah sepsis, penyakit pembuluh darah, trombofebilitis, wanita haid, hamil atau sedang menggunakan pil anti hamil.Pada wanita hamil, haid atau sedang menggunakan pil anti hamil berikan pethidin 50 mg IM. Pada penderita penyakit jantung iskemik gunakan pizotifen 3 sampai 5 kali 0,5 mg sehari. Terapi profilaksis menggunakan metil gliserid malead, siproheptidin hidroklorida, pizotifen, dan propranolol. Selain menggunakan obat-obatan, migren dapat diatasi dengan menghindari faktor penyebab, manajemen lingkungan, memperkirakan siklus menstruasi, yoga, meditasi, dan hipnotis.
Definisi pengobatan akut migren dianggap berhasil jika memenuhi kriteria di bawah ini:
1.      Bebas nyeri sesudah 2 jam pengobatan
2.      Perbaikan nyeri dari skala nyeri kepala 2 (sedang) atau 3 (berat) menjadi skala nyeri kepala 1 (ringan) atau skala 0 (tidak ada nyeri kepala) sesudah 2 jam
3.      Efikasi pengobatan konsisten pada 2-3 kali serangan
4.      Tidak ada nyeri kepala rekuren/berulang dan tidak ada pemakaian obat lagi dalam waktu/pada 24 jam sesudah pengobatan berhasil

Komplikasi Migren
Komplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dllyang berlebihan.


Pencegahan Migren
Pencegahan migren adalah dengan mencegah kelelahan fisik, tidur cukup, mengatasi hipertensi, menggunakan kacamata hitam untuk menghindari cahaya matahari, mengurangi makanan (seperti keju, coklat, alkohol, dll.), makan teratur, dan menghindari stress.

3.Cluster Headache
Definisi
Nyeri kepala tipe klaster adalah jenis nyeri kepala yang berat, unilateral yang timbul dalam serangan-serangan mendadak, sering disertai dengan rasa hidung tersumbat, rinore, lakrimasi dan injeksi konjungtiva di sisi nyeri.5 Dalam klinik dikenal dua tipe ­ yaitu tipe episodik ­ orang yang menderita tipe ini mengalami masa serangan nyeri selama waktu tertentu (periode klaster), kemudian diselingi dengan masa bebas nyeri (remisi) yang lamanya bervariasi; sedangkan tipe kronik ialah bila serangan-serangan nyeri tersebut masih tetap timbul selama sedikitnya 12 bulan.

Prevalensi
Secara pasti tidak diketahui dan catatan beberapa klinik nyeri kepala, diperkirakan sebesar 0,04% sampai 1,5%. Diderita terutama oleh pria. Mulai diderita umumnya pada usia 27­30 tahun, meskipun ada beberapa laporan yang menemukan kasus nyeri kepala tipe kiaster pada anak usia 1 tahun sampai pada dewasa usia sekitar 60 tahun. Dibandingkan dengan migren, prevalensinya berkisar antara 1: 5,6 sampai 1:47,1.

Manifestasi Klinis
Nyeri umumnya didahului oleh rasa penuh di telinga yang kadang-kadang meluas ke seluruh kepala, disusul beberapa menit kemudian dengan serangan-serangan mendadak berupa rasa seperti tertusuk, biasanya unilateral di daerah okulofrontal atau okulotemporal; serangan tersebut sangat hebat (excruciating) dan menetap, tidak berdenyut, hilang timbul secara tiba-tiba, dapat berpindah-pindah tempat. Serangan-serangan nyeri tersebut membuat penderitanya gelisah, mondar-mandir dan kadang-kadang memukuli kepalanya sendiri, beberapa penderita bahkan merasa ingin bunuh diri untuk mengakhiri nyerinya. Perilaku yang demikian jelas berbeda dengan penderita migren yang justru menghindari aktivitas keramaian.
Nyeri disertai dengan rinore, laknimasi dan pelebaran pembuluh darah konjungtiva; kadang-kadang disertai rasa bengkak di wajah dan sekitar mata di sisi nyeri, dapat disertai sindrom Homer di sisi sama. Selama serangan wajah menjadi pucat, sebaliknya konjungtiva tampak kemerahan dan berair. Nyeri dapat dirasakan di 'belakang mata', seolah-olah mendorong mata ke luar. Umumnya dimulai saat bangun tidur siang atau di malam hari, biasanya dalam 90 menit setelah tertidur. Serangan nycri dapat dicetuskàn oleh nitrogliserin, histamin atau alkohol.

Diagnosis Banding
Bila serangan nyeri kepalanya khas, umumnya diagnosis hampir dapat dipastikan.Beberapa keadaan yang mungkin mirip gainbaran klinisnya ialah chronic paroxysmal hemicrania, migren, neuralgia trigeminal, arteritis temporalis, faeokhromo- sitoma dan sindrom Raeder.

Penatalaksanaan
1.  Penjelasan kepada pasien
Pada kebanyakan pasien, ditemukan anxietas dan rasa kuatir akan timbulnya periode nyeri berikut, anxietas juga sering ditemukan pada periode klaster yang berkepanjangan. Perlu dipahami bahwa kebanyakan serangan nyeri dapat dihindari atau diperpendek / diperingan, meskipun lamanya periode nyeri sampai saat ini belum dapat dipersingkat atau dihilangkan. Para pasien dianjurkan untuk menghindari tidur siang, minuman alkohol, zat mudah menguap, terutama pada periode klaster; sedangkan pengaruh diet sangat kecil. Gangguan emosional seperti rasa marah, frustrasi ataupun aktifitas fisik yang berat dapat mencetuskan serangan atau memulai periode nyeri. Pengaruh ketinggian juga disebut-sebut dapat mencetuskan serangan, sehingga harus diwaspadai bila berada di ketinggian/pegunungan atau naik pesawat terbang; ada yang menganjurkan penggunaan asetazolamid 2 dd 250 mg. dimulai 2 hari sebelum nya untuk mencegah serangan tersebut. Perubahan siklus tidur juga dapat mencetuskan serangan, misalnya akibat perubahan shift kerja, atau perubahan cara hidup.
2.  Pengobatan pencegahan
Serangan saat tidur dapat dicegah dengan 2 mg. Ergotamin tartrat 1­2 jam sebelum tidur; penggunaan ergotamin ini harus hati-hati pada pasien-pasien dengan gangguan vaskuler, jantung, serebral, atau pada kehamilan, adanya penyakit ginjal atau hati, infeksi dan masa pasca bedah. Serangan di saat lain dapat diatasi dengan metisergid 3­4 dd 40 mg., verapamil 4 dd 80 mg., lithium 2 dd 300 mg. Atau prednison 40 mg./hari selama 3 minggu. Metisergid terutama efektif bila digunakan sejak awal, efektivitasnya kira-kira 65%; obat ini mempunyai efek samping gastrointestinal, parestesi dan nyeri ekstremitas bawah dan kemungkinan fibrosis retroperitoneal, endomiokardial atau pulmonal yang berbahaya; obat ini tidak tersedia di Indonesia. Verapamil cukup efektif untuk kebanyakan pasien, digunakan selama periode nyeri. Penggunaan lithium hams disertai dengan pengamatan efek samping seperti tremor karena obat ini mempunyai rentang dosis terapeutik yang relatif sempit. Kombinasi empat obat di atas dapat mengatasi kira-kira 90% kasus episodik; dalam hal resistensi, dapat dicoba penambahan prednison 40 mg./hari selama 5 hari, kemudian diturunkan dosisnya selama 3 minggu (tapering off); penggunaan prednison harus hati-hati pada pasien dengan ulkus peptikum, hipertensi atau diabetes melitus. Pasien-pasien kronik dapat resisten terhadap pengobatan, mungkin berkaitan dengan sifat/ kepribadian tertentu. Ada peneliti yang mencoba Na valproat 600­2000 mg/hari sebagai profilaktik. Pengobatan eksperimental berupa gangliolisis trigeminal, atau penggunaan cahaya terang untuk mengubah siklus sirkadian.
3.  Pengobatan saat serangan
Serangan klaster akut dapat diatasi dengan inhalasi oksigen; untuk memperoleh manfaat maksimum, oksigen diberikan segera di awal serangan sebanyak 7-ll menit menggunakan facial mask; pasien duduk, dianjurkan bemapas biasa selama 15 menit. Alternatif lain ialah menggunakan 1 tablet (1 mg.) ergota mm sublingual, dapat diulang sampai dua kali setelah 15 menit; dosis maksimum 2 mg./24 jam. Ergotaniin juga dapat diberikan secara intramuskuler dalani bentuk dihidroergotamin 1 mg. Atau ergotamin tartrat 0,5 mg.; atau secara inhalasi sebanyak 2 kali dengan interval 5 menit.Dosis maksimum 4 mg./24 jam. Obat simtomatik lain ialah kokain HCI 5% atau lidokain HCI 4% intranasal.
                       
Prognosis
Suatu studi longitudinal menunjukkan bahwa setelah 20 tahun, 1/3 pasien akan mengalami remisi total, 1/3 pasien serangannya makin ringan dan pada 1/3 lainnya sifat serangannya menetap. Serangan-serangan nyeri dapat diperingan atau dihindari dengan memperhatikan faktor-faktor pencetus.

BAB III
PENUTUP
Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit.Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan:vaskular,jaringan saraf,gigi geligi,orbita,hidung dan sinus paranasal,jaringan lunak dikepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala.
Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.Pencegahan sakit kepala adalah dengan mengubah pola hidup yaitu mengatur pola tidur yang sama setiap hari, berolahraga secara rutin, makan makanan sehat dan teratur, kurangi stress, menghindari pemicu sakit kepala yang telah diketahui.
Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya













DAFTAR PUSTAKA
1.Lindsay, Kenneth W,dkk.Headache.Neurology and Neurosurgery I llustrated. London: Churchill Livingstone.2004.66-72.
2.Bogduk,N.Anatomy and physiology of headache.Australia : faculty of medicine and health science, University of Newcastle and University Drive. 1995. available at Elsevier, Paris.
3.ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache Disorders) available athttp://ihs-classification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc
4.McPhee, Stephen J, Maxine A. Papadakis, dkk. Nervous System disorders.Current  Medical Diagnosis and Treatment 2014. San Fransisko : McGraw-HillCompanies.2014. (http://accessmedicine.mhmedical.com/content. aspx?bookid=330&sectionid=44291026)
5.Patestas, Maria A. dan Leslie P.Gartner. Cerebrum. A Textbook of Neuroanatomy.United Kingdom: Blackwell.2006.69-70. (google book)
6. Price, Sylvia dan Lorraine M.Wilson. Nyeri. Huriawati, dkk. Patofisiologi edisi 6. Jakarta : EGC.2003.
7.Reksodiputro, A.Hariyanto, dkk. Migren dan Sakit Kepala. Aru W. Sudoyo, Bambang Setyohadi, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 934-936.
8.Reskin, Neil H.Headache. Harrison, T.R, dkk. Harrisons Internal Medicine.Unitedstates of Amerika : McGraw-Hill Companies.2005. 85- 93.
9.Sherwood, laura.Susunan Saraf Pusat.Beatricia I.Santoso. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.2001;115-119.
10.Siebernagl, Stefan dan Florian Lang. Pain. Color Atlas of Pathophysiology. New York : Thieme.2000.320-321.

11.Simon, Roger P, David A.Greenberg, dan Michael J. Aminoff. Headaches and facial  pain. Clinical Neurology . United states of Amerika : Lange.2009.69-93.

No comments:

Post a Comment

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS