Pages

Jurnal Reading : Carcinoma breast in pregnancy and lactation

Friday, December 18, 2015

Kanker Payudara pada Kehamilan dan Laktasi
Virender Suhag, Sunita BS, Subhash Singh
Sr. Resident, Deptt. of Radiotherapy and Oncology, Demonstartor, Deptt. of Pathology, Acting Head, Deptt. of Radiotherapy and Oncology, Govt. Medical College and Hospital, Chandigarh, India

ABSTRAK
Kanker Payudara merupakan keganasan yang paling sering terkait dengan kehamilan. Insidennya termasuk rendah tetapi meningkat oleh karena adanya peningkatan pada jumlah kehamilan tua. Tanda-tanda dan gejala dari penyakit ini sering terlewatkan, yang mengakibatkan terjadinya penundaan dalam penanganan dan berpotensi kepada kelangsungan hidup yang tidak menjanjikan. Untuk alasan ini, sangat penting untuk para dokter menerapkan pemeriksaan klinis payudara secara teliti pada semua pasien yang hamil – terutama pada kehamilan awal, sebelum payudaranya menjadi sulit untuk diperiksa. Setelah menemukan adanya massa payudara yang mencurigakan, makan tindakan open biopsy diindikasikan tanpa penundaan. Modified Radical Mastectomy (MRM) dapat dengan aman dilakukan dan merupakan pilihan penanganan utama ketika kanker didiagnosis selama kehamilan. Kemoterapi dapat diberikan pada kehamilan akhir, dan radioterapi sebaiknya dihindari. Pada beberapa kasus, terutama saat penyakit ini ditemukan pada kehamilan awal, terminasi kehamilan dapat dibenarkan. Lebih penting lagi, stage untuk stage, kanker payudara pada kehamilan memiliki prognosis yang serupa pada kanker payudara wanita muda yang tidak hamil; kehamilan sendiri tampaknya tidak memiliki efek samping terhadap proses penyakit. Tidak perlu untuk melakukan aborsi terapeutik. Stage demi stage, prognosis dari kanker payudara dalam kehamilan serupa dengan mereka pada kontrol yang tidak hamil. Dengan konseling yang teratur, kehamilan selanjutnya dapat direncanakan setelah 2 – 3 tahun pada kasus-kasus tertentu.

KATA KUNCI
Karsinoma, Payudara, Kanker, Keganasan, Kehamilan, Laktasi

PENDAHULUAN
Keganasan yang paling sering terjadi bersamaan dengan kehamilan adalah kanker payudara. Kehamilan yang disertai dengan Kanker Payudara/ Pregnancy Associated Breast Cancer (PABC) diartikan sebagai yang terdiagnosis selama kehamilan, atau dalam satu tahun setelahnya. Sekitar 2 – 3% dari seluruh kanker payudara terjadi bersamaan dengan kehamilan atau laktasi dan tumor ini terjadi hanya pada satu sampai empat dari 10.000 wanita hamil, dan oleh karena itu merupakan kejadian yang langka. Oleh karenanya, sebagian besar dokter keluarga, ahli bedah dan ahli kandungan melakukan pertemuan dengan wanita hamil yang menderita kanker payudara hanya sekali dalam beberapa tahun. Mungkin dikarenakan dari kelangkaan klinis tersebut, miskonsepsi mengenai riwayat alamiah dan prognosis dari penyakit ini telah ditetapkan. Miskonsepsi ini telah mempengaruhi baik ketepatan waktu mendiagnosis maupun kesesuaian pengobatan pada wanita hamil yang ditemukan dengan massa payudara. Tampaknya kehamilan dan kanker payudara selalu kebetulan dan kehamilan atau laktasi tidak berkontribusi secara langsung dalam perkembangan atau percepatan progres dari kanker payudara. Temuan yang paling sering dari tumor ganas adalah benjolan yang nyeri, biasanya ditemukan oleh pasien.
            Kanker payudara selama kehamilan melibatkan pertimbangan psikososial, etika, agama dan legal pribadi; dan secara historis membuat kesejahteraan sang ibu terlibat konflik dengan janin yang akan dipertahankan. Meskipun diagnosis kanker payudara selama kehamilan bisa saja hanya merupakan kebetulan secara biologis, dampak emosional dari hal yang kebetulan ini bisa mematikan baik untuk pihak pasien maupun keluarga. Penyampaian perawatan medis dan dukungan menghibur sangat diperlukan bagi wanita yang secara simultan harus menghadapi implikasi yang bertentangan dan harapan dari proses yang akan melahirkan-jiwa serta yang mengancam-jiwa. Pertimbangan khusus lainnya dengan kehamilan yang terkait dengan kanker payudara mencakup waktu kelahiran, potensi untuk perawatan, serta kekhawatiran mengenani kesuburan di masa yang akan datang.

DIAGNOSIS YANG TERTUNDA
Beberapa studi telah menunjukkan adanya penundaan dalam mendiagnosis kanker payudara selama kehamilan. Secara umum, 40% sampai 50% dari wanita muda yang tidak hamil dengan kanker payudara dijumpai dengan penyakit metastasis ke limfonodus axilla. Sebaliknya, beberapa studi terkini telah menunjukkan metastasi limfonodus pada 56% sampai 89% pada wanita hamil dengan kanker payudara. Karena kanker payudara selama kehamilan bukan merupakan penyakit yang sifatnya berbeda dengan kanker payudara pada pasien muda, stadium lanjut pada penyakit tersebut seringkali bersifat sekunder terhadap penundaan diagnosis. Terdapat laporan dari rata-rata penundaan sekitar 5 sampai 15 bulan dari onset timbulnya gejala.
            Perubahan fisiologis selama kehamilan sangat memodifikasi bentuk dari payudara, dan hal ini dapat diperhitungkan untuk porsi signifikan pada penundaan diagnosis. Akibat dari peningkatan normal pada sekresi dan pelepasan estrogen plasental ovarium dan progestin selama kehamilan, payudara membesar, duktus dan lobus berproliferasi, dan payudara menyiapkan diri untuk sekresi aktif. Perubahan-perubahan ini mengubah secara dramatis struktur dari payudara, menyebabkan pembesaran, pengerasan, dan peningkatan nodularitas. Dokter yang memeriksa payudara pasien hamil bisa salah dalam menilai massa yang dominan terhadap perubahan fisiologis yang normal pada kehamilan. Selain itu, sejak kehamilan semakin berlanjut, perubahan ini bisa menjadi lebih jelas, berpotensi untuk mengaburkan massa yang mengkhawatirkan. Sebagai hasil dari perubahan payudara tersebut selama kehamilan, penundaan dalam diagnosis terjadi dengan frekuensi yang mengecewakan, yang memungkinkan mengarah kepada tingkat kelangsungan hidup yang buruk pada wanita hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil.

KELENGKAPAN DIAGNOSTIK
Untuk mendeteksi kanker payudara, wanita yang hamil dan menyusui harus melatih pemeriksaan bijak diri-sendiri secara rutin. Pemeriksaan payudara yang teliti dan menyeluruh pada wanita hamil pada saat kunjungan awal kepada ahli kandungan, sebelum payudara semakin membesar dan sulit untuk diperiksa, perlu dilakukan, dan harus dilanjutkan lagi setelahnya. Ketika dokter menemukan massa dominan yang dicurigai secara klinis – sebuah massa yang memiliki kelainan dan berbeda dengan jaringan sekitar – pada wanita hamil, rujukan yang tepat serta diagnosis harus dilakukan.
            Terdapat 2 perbedaan yang signifikan dalam mendiagnosis kanker payudara pada wanita hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Hal ini memerlukan penggunaan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) dan mammografi. Apabila wanita hamil dijumpai dengan adanya massa payudara dominan dan teraba, FNAB harus dilakukan pada kunjungan pertama, yang juga dilakukan pada wanita yang tidak hamil. Teknik ini sangat berguna dalam membedakan apakah itu termasuk kista atau galaktocele dari sebuah lesi padat. Apabila suatu lesi padat ditemukan, bagaimanapun, FNAC bisa menyesatkan. Hasil yang negatif-palsu telah dilaporkan dan diyakini akibat dari atipia seluluer yang terkait dengan hormon selama kehamilan. Oleh karenanya, direkomendasikan bahwa open biopsy dilakukan dalam waktu yang tepat ketika dijumpai massa padat selama kehamilan. USG merupakan cara yang aman dan akurat untuk membedakan antara lesi padat dan kistik.
            Mammografi banyak digunakan oleh dokter untuk membantu mengevaluasi massa payudara yang mencurigakan. Dengan perlindungan yang tepat, mammografi memberikan resiko paparan radiasi yang sedikit serta dosis iradiasi terhadap janin juga minimal (kurang dari 0.50 mrem). Namun, mammogram hanya boleh dilakukan untuk mengevaluasi massa yang dominan dan untuk melokalisir keganasan yang tidak tampak pada temuan fisik yang mencurigakan lainnya. Mammogram selama kehamilan tidak mudah untuk dibaca dan memiliki setidaknya 25% tingkat negatif-palsu karena peningkatan konten air dari jaringan payudara serta kehilangan jaringan lemak yang biasanya terbaca sebagai massa. Dalam suatu series oleh Max and Klamer, mammogram diperoleh normal pada 6 dari 8 wanita hamil yang dijumpai massa payudara yang teraba yang kemudian didiagnosis sebagai kanker. Dengan demikian, pada wanita hamil dengan massa payudara yang mencurigakan, pemeriksaan mammogram yang diinterpretasikan normal bisa menyesatkan dokter dalam menunda untuk melakukan open biopsy.
            Dalam pengaturan pada kehamilan, tidak ada pengganti untuk open biopsi yang dilakukan dengan benar. Hal ini terutama benar dalam ketidak-adekuatan diagnostik pada FNAC dan mmografi selama kehamilan. Yang terpenting, tidak ada bukti untuk menunjukkan bahwa biopsi payudara menimbulkan resiko anestesi yang signifikan baik terhadap janin maupun kepada ibu. Dalam laporan terhadap 134 biopsi payudara yang dilakukan pada wanita hamil dengan anestesi umum, Byrd and coworkers mendolumentasikan hanya 1 kematian janin. Yang jelas, biopsi payudara selama kehamilan adalah hal yang aman dan merupakan cara yang palig definitif dalam mendiagnosis suatu keganasan. Untuk menghindari diagnosis yang negatif-palsu sebagai hasil dari kesalahan-tafsir dari kehamilan yang terkait dengan perubahan, ahli patologi harus diberitahu bahwa pasiennya dalam hamil.

STAGING
Prosedur yang digunakan untuk staging kanker payudara harus dimodifikasi untuk menghindari paparan radiasi terhadap janin pada wanita yang hamil. Scan nuklir menyebabkan paparan radiasi pada janin. Apabila scan tersebut sangat penting untuk evaluasi, hidrasi dan drainase foley kateter pada kandung kemih dapat dgunakan untuk mencegah retensi dari radioaktifitas. Pemilihan waktu dari paparan radiasi relatif terhadap usia kehamilan dari janin bisa menjadi lebih penting dari dosis aktual dari radiasi yang diberikan. Paparan radiasi selama trimester pertama dapat menyebabkan malformasi kongenital, terutama mikrosefali. Dosis yang lebih tinggi dari 100 rad dapat menyebabkan kelainan kongenital pada 100% kasus. Dosis 10 rad dapat menyebabkan kecacatan yang lebih rendah. Pemeriksaan X-ray dada memberikan 0.008 rad, dan scan tulang memberikan 0.1 rad. X-ray dada dengan perlindungan abdomen dianggap aman, tetapi dengan semua prosedur radiologis, makan harus digunakan hanya apabila penting untuk menentukan pengobatan. Untuk diagnosis metastasi tulang, sebuah bone scan lebih dipilih daripada skeletal series karena tulang dapat diberikan jumlah radiasi yang lebih kecil dan lebih sensitif pula. Evaluasi dari hepar dapat dilakukan dengan ultrasound, dan metastasis otak dapat didiagnosis dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI)  scan, yang keduanya menghindari paparan radiasi janin. Karsinogenesis pada janin yang terpapar radiasi adalah pertimbangan yang lain.
            Uji reseptor hormon biasanya negatif pada pasien kanker payudara yang hamil, tetapi hal ini bisa menjadi hasil dari ikatan reseptor oleh karena kadar estrogen serum yang tinggi yang terkait dengan kehamilan. Namun, uji reseptor imunositokimiawi enzim lebih sensitif daripada uji ikatan kompetitif. Sebuah studi yang menggunakan metode ikatan mengindikasikan positifitas reseptor yang serupa antara wanita hamil dan tidak-hamil dengan kanker payudara. Studi tersebut menyimpulkan bahwa peningkatan kadar estrogen selama kehamilan dapat mengakibatkan insiden yang lebih tinggi pada positifitas reseptor yang dideteksi dengan imunisitokimiawi dibandingkan dengan yang dideteksi oleh ikatan ligan radiolabel, akibat dari inhibisi kompetitif oleh kadar estrogen endogen yang tinggi.

ULASAN PENGOBATAN
Penanganan pada PABC sangat sulit dan mencakup banyak dilema diagnotik dan terapeutik. Resiko terhadap anak yang belum lahir berperan utama dalam proses pengambilan keputusan. Secara ideal, tujuan dari pengobatan adalah untuk menyembuhkan pasien dari kankernya dan melahirkan bayi sehat yang viabel. Setelah modalitas pengobatan yang tepat sudah dipilih, pengimplementasiannya harus tidak ditunda mengingat karena kehamilannya. Keterlibatan dari beberapa subspesialis dalam pengobatan pasien-pasien ini sangat direkomendasikan. Pilihan dari berbagai pengobatan secara singkat dijelaskan di bawah ini.

Pembedahan : Modified Radical Mastectomy adalah pilihan utama dari pengobatan. Anestesi umum aman diberikan apabila tindakan pencegahan diambil untuk mengimbangi perubahan fisiologis yang diinduksi oleh kehamilan. Agen anestesi tertentu mudah mencapai janin tetapi belum diketahui bersifat teratogenik. Sejak resiko dari aborsi spontaneus selama mastectomy sangat rendah, kehamilan bukanlah suatu kontraindikasi dalam penanganan pembedahan. Modified Radical Mastectomy merupakan modalitas penanganan tunggal yang memungkinkan kehamilan untuk terus berlanjut dengan resiko yang minimal baik kepada ibu maupun janin. Penunddan dalam pembedahan untuk kanker payudara adalah hal yang merugikan pada wanita hamil yang juga sama terhadap wanita yang tidak-hamil. Terapi konservasi payudara, dengan pengobatan radiasi yang diberikan setelah melahirkan atau setelah kemoterapi ajuvan, merupakan pilihan untuk wanita dengan PABC yang didiagnosis dalam kehamilan yang lanjut. Rekonstruksi payudara yang segera tidak diindikasikan.

Radioterapi : Pemberian terapi radiasi yang standar mencakup iradiasi payudara secara keseluruhan kemudian diikuti oleh dosis boost ke bantalan tumor,dengan total 5000 cGy. Jumlah radiasi yang tersebar ke janin tergantung terutama dari jarak janin dari pusat lapangan. Pada trimester pertama kehamilan, embrio/janin terletak pada jarak maksimal dari pusat lepangan dapat dikenakan pada 10 cGy sampai 15 cGy radiasi. Menjelang akhir kehamilan, bagaimanapun, ketika puncak uterus mencapai xyphoideus, sebanyak 200 cGy dapat diberikan kepada janin. Oleh karena itu radioterapi kontraindikasi terhadap trimester awal kehamilan dan harus dihindari pada kehamilan lanjut akibat karena penyebara radiasi internal.

Tidak diketahui berapa banyak radiasi dapat ditolerir oleh janin yang berkembang tanpa menginduksi kelainan yang signifikan; data yang penting saat ini tidak tersedia. Kesimpulan harus ditarik melalui laporan radiasi atomic, dimana dosis rendah yang relatif pada radiasi menghasilkan kelainan sistem saraf pusat yang signifikan. Dengan ekstrapolasi, selama trimester awal, ketika embri/janin ynag berkembang dapat menerima sebanyak 10 cGy sampai 15 cGy radiasi, anomali yang diinduksi-oleh-radiasi yang signifikan dapat timbul. Brent, dalam ulasan literatur ekstesifnya, mengemukakan 0.05 Gy sebagai batas-atas aman yang relatif pada paparan janin.

Hal ini secara luas diyakini bahwa paparan radiasi terhadap janin yang berkembang tidak dapat diterima; oleh karena itu, untuk wanita dengan kanker payudara yang didiagnosis pada awal kehamilan, terapi konservatif payudara secara tegas tidak dianjurkan. Untuk pasien dengan kanker payudara yang ditemukan pada kehamilan lanjut yang bersikeras untuk konservasi payudara, mungkin beralasan untuk dilakukan mastectomy segemnetal dengan diseksi axillaris, dan menunda terapi radiasi hingga setelah melahirkan. Namun, efektifitas dari terapi radiasi untuk mencegah kekambuhan lokal tidak diketahui dalam pengaturan kehamilan. Payudara pada wanita hamil secara anatomis dan fisiologis berbeda dengan payudara pada wanita pre-menopaus yang tidak-hamil, dan perbedaan ini dapat memicu pasien pada peningkatan kekambuhan lokal setelah operasi konservasi payudara. Jadi, pada wanita yang sangat menginginkan terapi konservasi payudara, harus ada pemahaman bahwa pengobatan tersebut mungkin tidak sama dengan Modified Radical Mastectomy untuk tujuan kontrol lokal.

Kemoterapi : Kemoterapi postoperatif merupakan pengobatan standar untuk wanita premenopaus nodus-positif dengan kanker payudara, dan juga dapat memberi manfaat pada wanita tanpa metastasis nodus. Meskipun belum diketahui lamanya waktu yang diperbolehkan sebelum memulai kemoterapi, namun diyakini secara luas bahwa penundaan dapat mengurangi manfaat terapi. Sejak paparan pada janin yang berkembang terhadap agen kemoterapi dapat mengakibatkan teratogenesis dan komplikasi serius lainnya, keputusan untuk memulai dengan terapi ajuvan selama kehamilan merupakan hal yang sulit.

Doll DC et al menyatakan bahwa pemberian kemoterapi pada trimester awal terkait dengan resiko tinggi (17%) terjadinya cacat lahir, dalam hal ini memungkinkan untuk KJDR, prematuritas, malformasi janin, atau kematian; resiko ini lebih rendah (1.3%) pada trimester kedua dan ketiga. Shapira and Chudley mengulas 71 pasien dari 8 laporan dan menemukan 12.7% tingkat malformasi janin selama trimester pertama. Sayangnya, resiko sebenarnya yang terkait dengan kemoterapi menunjukkan hasil yang tidak jelas. Laporan anekdotal menunjukkan bahwa agen sitotoksik berakibat pada teratogenis, intra-uterine growth retardation, kelainan jantung, penundaan karsinogenesis dan efek samping serius lainnya pada bayi yang terpapar dengan agen kemoterapi in-utero. Laporan ini menunjukkan bahwa resiko teratogenesis merupakan yang tertinggi selama trimester pertama. Kemoterapi kombinasi neoajuvan atau ajuvan yang terdiri dari  5- fluorouracil, doxorubicin, dan cyclophosphamide (FAC) dapat diberikan selama trimester kedua atau ketiga dengan resiko minimal terhadap janin dan komplikasi yang minimal pada persalinan dan proses melahirkan; tetapi biasanya harus ditunda hingga setelah melahirkan.

Keputusan terapi apakah untuk memulai kemoterapi bergantung pada stadium dari kehamilan serta stadium dari penyakit. Ketika seorang wanita didiagnosis dengan kanker payudara selama trimester akhir kehamilan, maka mungkin saja untuk menunda terapi ajuvan hingga setelah melahirkan. Namun, karena terapi ajuvan mungkin memiliki efek yang merusak pada janin yang berkembang selama kedua trimester awal, dan menunda dalam memulai kemoterapi dapat membahayakan ibu, maka mungkin untuk mempertimbangkan terminasi kehamilan. Pada beberapa kasus, hal ini mungkin adalah pilihan yang diinginkan, melakukan terapi yang tepat tanpa larangan.

Terapi Hormonal : terapi hormon, seperti pengobatan dengan tamoxifen, belum dipelajari dengan baik pada wanita hamil, baik sebagai terapi ajuvan setelah operasi atau sebagai pengobatan untuk kanker lanjut, jadi efeknya masih belum diketahui. Tamoxifen harus dihindari pada trimester pertama dan mungkin setelahnya. Ablasi ovarium profilaktik tidak mempengaruhi secara signifikan jalannya PABC dan harus dilakukan hanya pada kasus progresif atau enyakit kambuhan.



KEBUTUHAN UNTUK ABORSI
Di masa lalu, ketika diperkirakan bahwa kehamilan itu sendiri merangsangan pertumbuhan tumor, aborsi terapeutik merupakan elemen yang penting dari pengobatan kanker payudara. Karena sudah jelas bahwa kanker payudara selama kehamilan secara inheren bukan penyakit yang berbeda dari kanker payudara pada wanita muda yang tidak-hamil, antusiasme untuk aborsi sebagai manuver terapi telah memudar. Kanker payudara dalam kehamilan bukanlah suatu indikasi untuk dilakukan aborsi. Tidak ada efek yang merusak pada janin dari kanker payudara ibu, dan tidak ada kasus yang dilaporkan mengenai pemindahan sel kanker payudara melalui ibu ke janin.
            Apakah seorang wanita yang menjalani aborsi terapeutik bergantung pada stadium kehamilan, stadium dari penyakit, keinginan untuk konservasi payudara, serta prioritas dari pasien secara individual. Pada individu yang bersikeras untuk terapi konservasi payudara untuk suatu kanker yang ditemukan selama trimester pertama, aborsi terapeutik mungkin lebih baik untuk mengekspos janin terhadap radiasi ionisasi. Demikian pula, bahaya dari teratogenesis dari kemoterapi dapat meyakinkan seorang wanita pada trimester pertamanya untuk mengakhiri kehamilannya, memungkinkan untuk terapi tanpa halangan. Tidak terdapat bukti bahwa terminasi kehamilan meningkatkan hasil luaran untuk pasien atau mengubah riawayat alamiah dari kanker payudara, tetapi hal ini mengizinkan terapi agresif standar pada penyakit yang lebih lanjut. Oleh karena itu aborsi terapeutik harus dilakukan pada semua wanita dengan penyakit stadium-lanjut dan pada mereka dimana penundaan yang signifikan dari pengobatan ini dapat membahayakan kesehatan ibu.
            Bagaimanapun, karena kanker payudara stadium-lanjut pada dasarnya tidak dapat disembuhkan meskipun telah diberikan terapi ajuvan yang agresif, pasien yang diberitahu informasi dengan jelas menginginkan kehamilannya untuk cukup bulan.
PENGARUH KEHAMILAN BERIKUTNYA PADA KANKER PAYUDARA
Resiko kanker payudara meningkat dengan usia; oleh karena itu, wanita yang menunda proses melahirkan secara bertahap lebih meningkatkan kategori resiko untuk penyakit tersebut. Karena banyaknya wanita yang menunda melahirkan karena alasan pendidikan, profesi, atau alasan pribadi jumlah wanita yang akan menjalani pengobatan kanker payudara sebelum menyelesaikan proses kelahiran tampaknya meningkat. Literatur sebelumnya menyatakan bahwa setidaknya 7% dari wanita yang tidak menjalani oophorectmoy memperoleh satu atau lebih kehamilan, dan 70% dari kehamilan ini diharapkan dalam lima tahun pertama setelah pengobatan kanker. Kemoterapi sitotoksik ajuvan menghabiskan jumlah pasien yang fertil, tetapi sebantak 11% memiliki kehamilan yang disengaja atau yang tidak direncanakan dalam studi kemoterapi jangka-pendek.
            Kanker payudara itu sendiri bukan merupakan kontraindikasi terhadap kehamilan berikutnya. Kehamilan tampaknya tidak mengkompromi kelangsungan hidup pada wanita dengan riwayat kanker payudara sebelumnya, berdasarkan pada data retrospektif yang terbatas. Tidak ada efek yang merusak pada janin dari kanker payudara ibu, dan tidak ada kasus yang dilaporkan mengenai pemindahan sel kanker payudara melalui ibu ke janin.
            Literatur yang tersedia menunjukkan bahwa pasien-pasien kanker payudara yang kemudia hamil lagi memiliki tingkat kelangsungan hidup yang baik, sering sama dengan atau kadang lebih baik daripada pasien tanpa kehamilan berikutnya. Kroman et al mempelajari 173 wanita yang hamil setelah pengobatan kanker payudara; Wanita yang memiliki kehamilan yang cukup bulan setelah pengobatan kanker payudara memiliki penurunan resiko yang non-signifikan [terhadap kematian (resiko relatif 0.55 95% CI 0.28-1.06]) dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki kehamilan yang cukup bulan setelah penyesuaian usia saat didiagnosis, stadium dari penyakit (ukuran tumor, status kelenjar axilla, dan grading histologis), dan riwayat reproduksi sebelum didiagnosis. Telah diperdebatkan bahwa hanya wanita dengan prognosis yang baik bisa hamil, sehingga hasil yang baik condong ditemukan pada kehamilan setelah kanker payudara. Prognosis individu wanita, kesejahteraan, keinginan memiliki anak, dukungan dari pasangan dan faktor sosioekonomi lainnya harus dipertimbangkan secara teliti dalam proses pengambilan keputusan yang sulit ini.
            Secara umum direkomendasikan bahwa pasien-pasien menunggu 2 tahun setelah didiagnosis sebelum mencoba untuk memahami. Hal ini memungkinkan kekambuhan dini untuk menjadi nyata, yang mana dapat emmpengaruhi keputusan untuk menjadi orang tua. Pada wanita dengan penyakit yang lebih lanjut, prognosisnya buruk, dan pasien harus disarankan bahwa dirinya mungkin tidak akan bertahan lebih lama lagi untuk membesarkan seorang anak dari kehamilan berikutnya. Sedikit yang diketahui mengenai kehamilan setelah transplantasi sumsum tulang dan kemoterapi dosis tinggi dengan atau tanpa iradiasi total-tubuh. Sanders et al mempelajari data dari 1322 pasien yang sebelumnya telah menerima Cyclophosphamide dosis tinggi atau total body iradiation (TBI) dari 1971 – 1992 untuk kelainan hematologi; dan melaporkan 7% dan 37% insiden dari aborsi spontan; dan 18% dan 63% insiden dari kelahiran prematur; pada resipien Cyclophosphamide dan TBI masing-masing. Insiden secara keseluruhan pada bayi berat lahir rendah dalam series ini adalah 25%, yang lebih tinggi dari insiden yang diperkirakan dari 6.5% untuk populasi secara umum (P = .0001).
            Clarkdan Chua menemukan bahwa 72% dari pasien mereka menjadi hamil dalam dua tahun pengobatan. Mereka yang menjadi hamil dalam enam bulan memiliki prognosis yang relatif buruk – 54% dari tingkat kelangsungan hidup selama 5 tahun dibandingkan dengan 78% dari tingkat kelangsungan hidup selama 5 tahun diantara mereka yang menunggu selama enam bulan sampai dua tahun untuk menjadi hamil setelah diagnosis kanker payudara. Mereka yang menunggu lima tahun atau lebih untuk menjadi hamil memiliki 100% kelangsungan hidup selama 5 tahun dari titik tersebut. Mereka menyimpulkan bahwa menunggu setidaknya selama enam bulan dari penyelesaian pengobatan adalah hal yang direkomendasikan. Datanya konsisten dengan fakta bahwa semakin lama kelangsungan hidup setelah diagnosis adalah, per se, suatu indikator dari prognosis pasien yang baik (apakah kehamilan terjadi atau tidak). Beberapa studi yang bersangkutan pada kanker payudara setelah kehamilan diringkas pada Tabel 1.


LAKTASI SELAMA PENGOBATAN KANKER
Penekanan dari laktasi tidak memperbaiki prognosis. Bagaimanapun, apabila pembedahan direncankaan, laktasi harus ditekan untuk mengurangi ukuran dan vaskularisasi dari payudara dan juga membantu untuk menurunkan resiko infeksi pada payudara, dan dapat membantu untuk menghindari pengumpulan ASI pada setiap insisi biopsi sebelumnya.
            Hal ini juga harus ditekan apabila kemoterapi akan diberikan karena banyak antineoplastic (khususnya cyclophosphamide dan methotrexate) yang diberikan secara sistemik dapat terjadi dengan kadar tinggi pada ASI dan hal ini dapat mempengaruhi perawatan bayi. Secara umum, wanita yang menerima kemoterapi seharusnya tidak menyusui.

KESIMPULAN

Kanker payudara merupakan keganasan yang paling umum yang terkait dengan kehamilan. Insidennya termasuk rendah tetapi meningkat oleh karena adanya peningkatan pada jumlah kehamilan tua. Tanda-tanda dan gejala dari penyakit ini sering terlewatkan, yang mengakibatkan terjadinya penundaan dalam penanganan dan berpotensi kepada kelangsungan hidup yang tidak menjanjikan. Untuk alasan ini, sangat penting untuk para dokter menerapkan pemeriksaan klinis payudara secara teliti pada semua pasien yang hamil – terutama pada kehamilan awal, sebelum payudaranya menjadi sulit untuk diperiksa. Setelah menemukan adanya massa payudara yang mencurigakan, makan tindakan open biopsy diindikasikan tanpa penundaan. Modified Radical Mastectomy (MRM) dapat dengan aman dilakukan dan merupakan pilihan penanganan utama ketika kanker didiagnosis selama kehamilan. Kemoterapi dapat diberikan pada kehamilan akhir, dan radioterapi sebaiknya dihindari. Pada beberapa kasus, terutama saat penyakit ini ditemukan pada kehamilan awal, terminasi kehamilan dapat dibenarkan. Lebih penting lagi, stage untuk stage, kanker payudara pada kehamilan memiliki prognosis yang serupa pada kanker payudara wanita muda yang tidak hamil; kehamilan sendiri tampaknya tidak memiliki efek samping terhadap proses penyakit. Tidak perlu untuk melakukan aborsi terapeutik. Stage demi stage, prognosis dari kanker payudara dalam kehamilan serupa dengan mereka pada kontrol yang tidak hamil. Dengan konseling yang teratur, kehamilan selanjutnya dapat direncanakan setelah 2 – 3 tahun pada kasus-kasus tertentu.

PKMS Vaksin Hepatitis B

PKMRS Vaksin Hepatitis B
Sri Rahmawaty P. Husain C111 11 109
FK UNHAS

PENDAHULUAN
Penyakit hepatitis B merupakan penyakit endemik yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di seluruh dunia, Indonesia termasuk negara dengan kategori tingkat endemik yang tinggi dimana prevalensi HbsAg lebih dari 8%. Infeksi hepatitis B ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Risiko terjadinya hepatitis B kronis jauh lebih besar (90%) bila infeksi terjadi pada awal kehidupan dibandingkan dengan infeksi yang terjadi pada usia dewasa. Sementara infeksi pada masa dewasa muda biasanya menimbulkan hepatitis yang akut secara klinis tetapi resiko menjadi kronik hanya 1% - 2 %.1 
Pencegahan merupakan kunci utama untuk mengurangi sumber penularan serta penurunan angka mortalitas dan morbiditas akibat penyakit hepatitis B. Pencegahan ini dapat dilakukan sedini mungkin pada bayi dan balita melalui pemberian vaksin/ imunisasi hepatitis B.2
Pemberian Vaksin hepatitis B sangat efektif dalam mencegah infeksi. Vaksinasi hepatitis B secara rutin pada anak-anak di AS dimulai pada tahun 1991. Sejak saat itu, kasus hepatitis B akut di kalangan anak-anak dan remaja dilaporkan mengalami penurunan hingga lebih dari 95% dan hingga 75% pada semua kelompok usia.3

ETIOLOGI
Menurut National Institutes of Health (2006) etiologi Hepatitis B adalah virus dan disebut dengan Hepatitis B Virus. Virus Hepatitis B terbungkus serta mengandung genoma DNA melingkar. Virus ini merusak fungsi hati dan sambil merusak terus berkembang biak dalam sel-sel hati (hepatocytes).4

EPIDEMOLOGI
Menurut hasil Riskerdas tahun 2013 bahwa jumlah orang yang didiagnosis Hepatitis di fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan gejala-gejala yang ada, menunjukkan peningkatan 2 kali lipat apabila dibandingkan dari data tahun 2007 dan 2013. Pada tahun 2013, lima provinsi di Indonesia dengan prevalensi tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara. Karakteristik prevalensi Hepatitis tertinggi terdapat pada kelompok umur 45-54 dan 65-74. Penderita hepatitis baik pada laki-laki maupun perempuan, proporsinya tidak berbeda secara bermakna. Jenis pekerjaan juga mempengaruhi prevalensi hepatitis, penderita hepatitis banyak ditemukan pada petani/nelayan.buruh dibandingkan dengan pekerjaan lain.5

GEJALA KLINIS
Infeksi hepatitis B yang akut akan terjadi dalam waktu 30-180 hari setelah virus memasuki tubuh. Pengaruh infeksi hepatitis B banyak kasus yang tidak menunjukkan gejala klin is yang khas. Namun, pada sebagian orang akan menunjukkan gejala prodormal atau gejala pertama yang dirasakan oleh pasien adalah demam yang tidak terlalu tinggi, rasa tidak selera makan, mual, dan kadang-kadang  muntah. Gejala lain juga akan terjadi lemas, sakit kepala, rasa takut cahaya, sakit menelan, batuk dan pilek.4
Gejala hepatitis sangat mirip dengan flu dimana 1 sampai 2 minggu kemudian barulah timbul kuning pada seluruh badan penderita. Saat ini biasanya penderita sudah pergi berobat karena merasa ada kelainan pada tubuhnya yang berwarna kuning. Warna kuning diikuti oleh perubahan fungsi hati ( biasanya meningkat) pada pemeriksaan laboratorium. Fungsi hati biasanya digambarkan oleh kenaikan SGOT dan SGPT. Satu sampai lima hari sebelum badan kuning, keluhan kencing seperti the pekat dan warna buang air besar yang pucat seperti diliputi lemak juga dirasakan oleh penderita.4
Pada saat badan kuning, biasanya diikuti pula dengan pembesaran hati dan diikuti oleh rasa sakit bila ditekan di bagian perut kanan atas. Setelah gejala tersebut akan timbul fase resolusi yang biasanya berada dalam rentang waktu 2-12 minggu. Pada fase ini, badan kuning dan ukuran hati berangsur kembali normal. Demikian juga dengan kenaikan fungsi hati dan hasil pemeriksaan laboratorium akan berangsur-angsur mencapai normal kembali.4,6
Hepatitis B akut tidak ada komplikasi  akan mengalami resolusi lengkap berkisar 3 sampai 4 bulan. Bila fungsi hati ini tidak mencapai normal dalam waktu 6 bulan atau lebih maka inilah yang disebut hepatitis B kronik.4,6

PENANDA SEROLOGIK
Pada infeksi dengan hepatitis B ada 5 penanda serologik (five immunologic markers), yaitu: 14
1. Hepatitis B surface antigen (HBsAg)
Merupakan penanda serologik yang pertama sekali dikenal. Blumberg yang menemukannya pada tahun 1967 dan disebutnya Australia antigen.
Seseorang dikatakan carriers atau pengidap apabila dijumpai HBsAg yang menetap selama 6 bulan
Pada ibu hamil, penanda serologik yang diperiksa adalah HBsAg dan anti HBs. Bila HBsAg positip perlu diperiksa HBeAg, untuk menentukan daya penularannya. Hal ini perlu diketahui dalam rangka pemberian imunisasi pada bayi yang dilahirkannya.
2. Antibody against surface antigen (Anti HBs)
Didapati dalam tubuh setelah HBsAg berhasil dieliminasi oleh tubuh dan bila berlangsung seumur hidup.
Pada dewasa, beberapa orang akan kehilangan Anti HBs dan hanya dijumpai Anti HBc, ini hanya sebagai penanda adanya infeksi yang telah lewat.
3. Antibody againts core antigen (Anti HBc)
Anti HBc didapati didalam serum apabila terjadi replikasi aktif dari virus. Segera setelah infeksi akut, Anti HBc dibentuk dan terus menerus dijumpai beberapa tahun (kadang seumur hidup). Namun Anti HBc bukanlah antibodi yang protektif.
4. e Antigen (HBeAg)
Hanya dijumpai bersamaan dengan adanya HBsAg, merupakan infeksi akut dengan daya penularan yang tinggi, serta bentuk penyakit yang berat.
5. Antibody against e antigen. (Anti HBe)
Hilangnya HBeAg dalam serum akan digantikan dengan Anti Hbe. Hal ini merupakan pertanda berkurangnya daya penularan.

CARA PENULARAN
Virus hepatitis bisa bertahan di luar tubuh selama 7 hari. Pada waktu tersebut, virus masih bisa menyebabkan infeksi jika masuk ke dalam tubuh yang tidak dilindungi oleh vaksin. Masa inkubasi birus hepatitis B rata-rata 75 hari, dainata 30-180 hari. Virus bisa terdeteksi diantara hari ke 30-60 setelah terinfeksi dan bisa bertahan dan berkembang menjadi hepatitis B kronik.7
Penularan penyakit dapat terjadi dengan cara:8
·         Kontak dengan darah dan cairan tubuh si ibu saat kelahiran
·         Kontak dengan darah dan cairan tubuh melalui kulit yang terbuka seperti gigitan, sayatan, atau luka memar
·         Kontak dengan benda-benda yang bisa dihinggapi oleh darah atau cairan tubuh manusia, misalnya sikat gigi atau alat cukur
·         Melakukan hubungan seks tanpa pengaman dengan orang yang tertular
·         Berbagi jarum saat menyuntikkan obat
·         Tertusuk jarum bekas saat bekerja.8

IMUNISASI
1.      Definisi Imunisasi dan Vaksin
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan.9
Vaksin adalah suatu produk biologik yang terbuat dari kuman (bakteri maupun virus), komponen kuman atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan, atau tiruan kuman dan berguna untuk untuk merangsang pembentukan kekebalan tubuh seseorang. Tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen disebut dengan vaksinasi.4
2.       Deskripsi vaksin hepatitis B
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktifkan dan bersifat noninfeksius, berasal dari HBsAg dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorphal) menggunakan teknologi DNA rekombinan.9

3.      Strategi imunitas tubuh memproteksi infeksi virus hepatitis B
Menurut Bellamy (2005), menjelaskan agar imunitas tubuh muncul untuk memproteksi agent spesifik dapat dilakukan melalui strategi pemberian imunisasi secara pasif dan aktif. Imunisasi pasif dilakukan dengan memindahkan antibody seperti pemberian immune globulin (HBIg).4
Imunisasi aktif adalah dengan memberikan paparan suatu antigen yang berasal dari suatu pathogen. Antigen yang diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun memproduksi limfosit yang peka, antibody dan sel memori. Cara ini menimbulkan infeksi alamiah yang tidak menimbulkan rasa sakit, namun cukup memberikan kekebalan.4
Imunisasi pasif berupa immunoglobulin hepatitis B (HBIg) yang digunakan sebagai antibodi untuk melawan virus hepatitis B. HBIg digunakan untuk 4 kondisi yaitu (1) anak yang baru lahir dari ibu pengidap hepatitis B, (2) orang yang terpapar jarum suntik yang terinfeksi hepatitis B, (3) orang setelah melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang positif hepatitis B, (4) setelah transpantasi hati. Untuk bayi baru lahir walaupun telah diberikan imunisasi pasif, kemungkinan untuk terinfeksi berskisar 3,7-9,9%. Pemberian kombinasi aktif dan pasif memberikan cukup tinggi proteksi yaitu lebih dari 90%.6

4.      Efektivitas dan lama proteksi vaksin hepatitis B
Vaksin yang digunakan harus betul-betul efektif dan harus ditinjau secara terus menerus. Suatu persyaratan sehingga vaksin dapat dinyatakan efektif bila dapat merangsang timbulnya imunitas yang tepat, stabil dalam penyimpanan dan mempunyai imunitas yang cukup. Efektivitas vaksin untuk mencegah infeksi VHB adalah lebih dari 95%, dimana memori sistem imun menetap minimal sampai dengan 12 tahun pasca imunisasi.4

5.      Sasaran Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Menurut Ranuh (2005), sasaran pemberian vaksin Hepatitis B adalah semua bayi baru lahir tanpa memandang status VHB ibu, individu yang karena pekerjaannya beresiko tertular VHB, karyawan di lembaga perawatan cacat mental, pasien hemodialisis, pasien koagulopati yang membutuhkan transfusi berulang, individu yang serumah pengidap VHB atau kontak akibat hubungan seksual, Drug users, Homosexual, dan heterosexual.4

6.      Vaksin Pilihan untuk Memproteksi Infeksi Virus Hepatitis B
Dalam pelaksanaan pemberian imunisasi hapatitis B, pemilihan vaksin Hepatitis B saat ini memiliki 2 pilihan yaitu vaksin Hepatitis B dan DPT/HB Kombo. Vaksin VHB merupakan vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-infectious, yang berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansanule polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan. Vaksin ini berindikasi untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.9

 Hepatitis-B.jpg
Vaksin hepatitis B rekombinan10

Vaksin  Hepatitis  B   rekombinan   mengandung antigen virus Hepatitis B, HBsAg, yang tidak menginfeksi yang dihasilkan dari biakan sel ragi dengan teknologi rekayasa DNA. Vaksin Hepatitis  B  rekombinan berbentuk suspensi  steril berwarna  keputihan  dalam  prefill injection device, yang dikemas dalam aluminum foil pouch, and vial.10
Vaksin-DTP-HB-10.png
Vaksin kombinasi DTP-HB 11

Vaksin DPT/HB Kombo merupakan vaksin DPT dan Hepatitis B yang dikombinasikan dalam suatu preparat tunggal dan merupakan sub unit virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non infectious. Sehingga dengan adanya vaksin ini pemberian imunisasi menjadi lebih sederhana, dan menghasilkan tingkat cakupan yang setara antara HB dan DPT.9  Untuk bayi berumur < 6 minggu pemberian vaksin kombinasi ini tidak dianjurkan karena DPT hanya diberikan pada umur > 2 bulan jadi tidak dapat diberikan sebagai imunisasi HB pertama pada bayi baru lahir.12

Produk-Pentavalent-66.jpg
Vaksin DPT-HB-Hib15
Pentabio adalah Vaksin DTP-HB-Hib (Vaksin Jerap Difteri, Tetanus, Pertusis, Hepatitis B Rekombinan, Haemophilus influenzae tipe b) berupa suspensi homogen yang mengandung toksoid tetanus dan difteri murni, bakteri pertusis (batuk rejan) inaktif, antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) murni yang tidak infeksius, dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul polisakarida Haemophilus influenzae tipe b tidak infeksius yang dikonjugasikan kepada protein toksoid tetanus. Potensi vaksin per dosis tidak kurang dari 4 IU untuk pertusis, 30 IU untuk difteri, 60 IU untuk tetanus (ditentukan pada mencit) atau 40 IU (ditentukan pada guinea pig), 10 mcg  HBsAg dan 10 mcg Hib.15
Vaksin ini aman dan efektif diberikan bersamaan dengan vaksin BCG, campak, polio (OPV atau IPV),yellow fever dan suplemen vitamin A. Jika vaksin ini diberikan bersamaan dengan vaksin lain, harus disuntikkan pada lokasi yang berlainan. Vaksin ini tidak boleh dicampur dalam satu vial atau syringe dengan vaksin lain.15

7.      Jadwal Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Jadwal pemberian imunisasi Hepatitis B pada dasarnya sangat fleksibel sehingga tersedia beberapa pilihan untuk menyatukan dalam program imunisasi terpadu. Imunisasi Hepatitis B diberikan minimal 3 kali dan pertama diberikan segera setelah lahir. Jadwal yang dianjurkan adalah usia 0, 1, dan 6 bulan karena respons antibodi pada usia itu sangat optimal.4
Imunisasi hepatitis B idealnya diberikan sedini mungkin (<12 jam) setelah lahir, lalu dianjurkan pada jarak 4 minggu dari imunisasi pertama. Jarak imunisasi ke 2 dan ke 3 minimal 2 bulan dan terbaik setelah 5 bulan. Apabila anak belum pernah mendapatkan imunisasi hepatitis B pada masa bayi, ia bisa mendapat serial imunisasi kapan saja saat berkunjung. Hal ini dapat dilakukan tanpa harus memeriksa kadar anti hepatitis B.13

Tabel 1. Jadwal Pemberian Vaksin 10
Alternatif 1
(0-1-6 bulan)
Dosis pertama    : pada tanggal yang dipilih
Dosis kedua       : satu bulan kemudian
Dosis ketiga       : enam bulan setelah dosis pertama
Alternatif 2
(0-1-2 bulan)
Dosis pertama    : pada tanggal yang dipilih
Dosis kedua       : satu bulan kemudian
Dosis ketiga       : dua bulan setelah dosis pertama
Alternatif 3
(0-7-21 hari)
Ket : hanya untuk dewasa, orang yang bepergian ke daerah endemis
Dosis pertama    : pada tanggal yang dipilih
Dosis kedua       : 7 hari kemudian
Dosis ketiga       : 21 hari setelah dosis pertama

Tabel 2. Jadwal pemberian Imunisasi pada Bayi dengan menggunakan vaksin DPT dan HB dalam bentuk terpisah menurut tempat lahir bayi, Berdasarkan KMK No. 1611 tahun 2005.9
UMUR
VAKSIN
TEMPAT
Bayi lahir di rumah:
0 bulan
HB1
 Rumah
1 bulan
BCG, Polio 1
Posyandu*
2 bulan
DPT1,HB2, Polio2
Posyandu*
3 bulan
DPT2,HB3, Polio3
Posyandu*
4 bulan
DPT3, Polio4
Posyandu*
9 bulan
Campak
Posyandu*
Bayi lahir di RS/RB/Bidan praktek :
0 bulan
HB1, Polio1, BCG
RS/RB/Bidan
2 bulan
DPT1,HB2, Polio2
RS/RB/Bidan/#
3 bulan
DPT2,HB3, Polio3
RS/RB/Bidan/#
4 bulan
DPT3, Polio4
RS/RB/Bidan/#
9 bulan
Campak
RS/RB/Bidan/#
Ket :
* : atau tempat pelayanan lain
# : atau posyandu

Tabel 3. Jadwal pemberian Imunisasi pada Bayi dengan menggunakan vaksin DPT /HB Kombo, Berdasarkan KMK No. 1611 tahun 2005.9
UMUR
VAKSIN
TEMPAT
Bayi lahir di rumah:
0 bulan
HB1
 Rumah
1 bulan
BCG, Polio 1
Posyandu*
2 bulan
DPT/HB Kombo1, Polio2
Posyandu*
3 bulan
DPT/HB Kombo2, Polio3
Posyandu*
4 bulan
DPT/HB Kombo3, Polio4
Posyandu*
9 bulan
Campak
Posyandu*
Bayi lahir di RS/RB/Bidan praktek :
0 bulan
HB1, Polio1, BCG
RS/RB/Bidan
2 bulan
DPT/HB Kombo1, Polio2
RS/RB/Bidan/#
3 bulan
DPT/HB Kombo2, Polio3
RS/RB/Bidan/#
4 bulan
DPT/HB Kombo3, Polio4
RS/RB/Bidan/#
9 bulan
Campak
RS/RB/Bidan/#
Ket :
* : atau tempat pelayanan lain
# : atau posyandu

8.      Dosis
Dosis yang dianjurkan berbeda antara anak dan dewasa. Pada anak dosis yang dianjurkan 10 ug/dosis : sedang pada dewasa 20 ug/dosis.14
Pemberian imunisasi HB pada bayi berdasarkan status HBsAg ibu pada saat  melahirkan,  sebagai berikut:12
1.      Bayi lahir dari ibu dengan status HBsAg yang tidak diketahui.
Diberikan vaksin rekombinan (10 mg) secara intramuskular, dalam waktu 12 jam sejak lahir.
Dosis ke dua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ke tiga pada umur 6 bulan. Apabila pada pemeriksaan selanjutnya diketahui HbsAg ibu positif, segera berikan 0,5 ml  imunoglobulin anti hepatitis (HBIG) (sebelum usia 1 minggu).
2.       Bayi lahir dari ibu dengan HBsAg positif.
Dalam waktu 12 jam setelah lahir, secara bersamaan diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan secara intramuskular di sisi tubuh yang berlainan. Dosis ke dua diberikan 1-2 bulan sesudahnya, dan dosis ke tiga diberikan pada usia 6 bulan.
3.      Bayi lahir dari ibu dengan HBsAg negatif.
Diberikan vaksin rekombinan secara intramuscular pada umur 2-6 bulan. Dosis ke dua diberikan 1-2 bulan kemudian dan dosis ke tiga diberikan 6 bulan setelah imunisasi pertama.12

Pemberian pada bayi prematur
Untuk bayi prematur, American Academy of Pediatrics (AAP) menganjurkan pemberian imunisasi HB pada bayi prematur dengan cara sebagai berikut:12
1.      Bayi yang lahir dari Ibu HBsAg negatif dan berat badan < 2 kg; pemberian imunisasi ditunda sampai anak keluar dari rumah sakit, yaitu sampai berat badan anak 2 kg atau umur anak 2 bulan.  Vaksinasi yang diberikan sebanyak 3 dosis. Pada pasien ini tidak diperlukan pemeriksaan serologik.
2.      Bayi yang lahir dari Ibu dengan HBsAg positif:
-          Bayi prematur : dosis pertama diberikan dalam 12 jam pertama. Dosis kedua diberikan 1 – 2 bulan kemudian dan dosis ketiga pada umur  6 – 18 bulan. HBIG 0,5 ml diberikan segera pada tempat yang berbeda.
-          Bayi prematur dengan berat lahir < 2 kg: dosis pertama yang diberikan tidak dihitung, dilanjutkan 3 dosis lagi sampai total 4 dosis. Pemeriksaan anti-HBs dan HBsAg dilakukan 1–3 bulan setelah dosis ke empat. Bila konsentrasi anti HBs < 10 mIU/ml berikan 3 dosis lagi dengan jadwal 0,1 dan 6 bulan diikuti pemeriksaan anti HBs 1 bulan sesudah dosis ke tiga.
3.      Bayi yang lahir dari Ibu dengan status HBsAg tidak diketahui:
Bayi prematur dengan berat lahir < 2 kg: status HBsAg Ibu diperiksa sesegera mungkin, bila dalam 12 jam tidak dapat ditentukan maka berikan  HBIG 0,5 ml dan vaksinasi dosis pertama. Bila ternyata HBsAg ibu positif, maka dosis pertama tidak dihitung, lanjutkan sebanyak 3 dosis lagi sampai total 4 dosis. Pemeriksaan anti-HBs dan HBsAg dilakukan 1–3 bulan setelah dosis ke empat. Bila konsentrasi anti HBs < 10 mIU/ml diberikan 3 dosis lagi dengan jadwal 0,1 dan 6 bulan, diikuti dengan pemeriksaan anti HBs 1 bulan sesudah dosis ke tiga.12

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah daripada bayi cukup bulan dan respons imun bayi-bayi tersebut masih belum efektif.  Sistem imun belum cukup matur untuk meningkatkan respon imun yang adekuat. Bila imunisasi diberikan segera setelah lahir, hanya 53-68 % yang akan mengalami serokonversi 1 bulan pasca imunisasi ke tiga. Penundaan imunisasi akan meningkatkan angka serokonversi menjadi 90 %, tetapi dengan lama proteksi yang belum diketahui.12
Keberhasilan imunisasi tergantung beberapa faktor, yaitu: status imun, faktor genetik pejamu, serta kualitas dan kuantitas vaksin. Keberhasilan imunisasi memerlukan maturitas imunologik.  Pada neonatus, fungsi makrofag masih kurang, terutama fungsi mempresentasikan antigen karena ekspresi HLA (human leukocyte antigen) pada permukaannya masih kurang dan deformabilitas membran serta respons kemotaktik yang masih kurang. Kadar komplemen dan aktivitas opsonin komplemen masih rendah demikian pula aktivitas kemotaktik serta daya lisisnya. Fungsi sel Ts (T supressor) relatif lebih menonjol dibandingkan pada bayi atau anak karena memang fungsi imun pada masa intra uterin lebih ditekankan pada toleransi. Hal ini masih terlihat pada bayi baru lahir.  Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang. Dengan sendirinya, vaksinasi pada neonates akan memberikan hasil yang kurang sempurna dibandingkan dengan anak. Namun demikian bayi prematur atau bayi berat lahir rendah tetap dianjurkan  untuk diimunisasi sesuai usia kronologisnya, dan dosis vaksin tidak perlu dikurangi.12


Tabel 4. Dosis Vaksin Hepatitis B rekombinan.10
Kelompok
Formulasi
Dosis 1
Dosis 2
Dosis 3
Bayi dan anak <10 tahun
10 mcg/0.5 mL
0.5 mL
0.5 mL
0.5 mL
Dewasa
20 mcg/ 1.0 mL
1.0 mL
1.0 mL
1.0 mL

9.      Tempat Penyuntikan
Semua vaksin hepatitis harus diberikan secara Intramuskular (I.M.). ini dilakukan sejak dibuktikan bahwa pemberian secara Subcutan (S.C.) kurang baik dalam membentuk daya kebal.14 Kecuali pada orang dengan kecenderungan pendarahan berat  (seperti hemofilia), vaksin diberikan secara subkutan.10
Penyuntikan dianjurkan di daerah deltoid atau paha anterolateral. Pada  orang  dewasa dan  anak  di bagian  otot  deltoid, sedangkan pada bayi di bagian anterolateral paha.10 Titer antibodi pada penyuntikan di deltoid, terbukti 17 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penyuntikan di regio gluteus. Kurang lebih 20 % subyek dengan suntikan di gluteus gagal memproduksi antibodi protektif, hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya jaringan lemak sehingga suntikan tidak mencapai otot. 12

10.  Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) hepatitis B
Efek samping yang akan muncul setelah pemberian vaksin hepatitits B adalah akan muncul reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Namun reaksi ini merupakan suatu proses yang normal karena bersifat ringan dan hilang setelah 2 hari.9
Hepatitis B adalah vaksin yang sangat aman. Sebagian besar orang tidak mengalami masalah dengan vaksin ini.  Menurut laporan, masalah berikut pernah terjadi : 3
-          Rasa nyeri pada bagian tubuh yang disuntik (dialami oleh kira-kira 2 diantara 4 orang)
-          Suhu tubuh mencapai 99oF atau lebih (dialami kira-kira 1 diantra 15 orang)
Masalah yang berat jarang terjadi. Reaksi alergi yang parah diyakini terjadi sekitar satu kali dalam 1.1 juta dosis.3

11.    Kontraindikasi pemberian vaksin hepatitis B
Kontra indikasi vaksin ini adalah pada bayi yang hipersensitif terhadap komponen vaksin hepatitis B. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, dimana vaksin hepatitis B juga tidak boleh  diberikan pada penderita infeksi berat yang disertai kejang.9

12.   Penyimpanan vaksin Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B rekombinan  dapat  disimpan  sampai 26 bulan setelah tanggal produksi pada suhu antara +2°C s/d +8°C.  Jangan Dibekukan.10

13.  Hal yang harus diperhatikan saat akan menggunakan vaksin
Hal yang harus diperhatikan saat akan menggunakan vaksin secara umum adalah sebagai berikut :
a.       Perhatikan tanggal kadaluarsa
b.      Perhatikan VVM (Vaccine Vial Monitor)
Pada vaksin hidup.
Menilai vaksin apakah sudah pernah terpapar suhu diatas batas yg diperbolehkan. Caranya membandingkan warna kotak dengan lingkaran disekitarnya.
VVM A : warna kotak masih putih dari lingkaran sekitar. Bila belum kadaluarsa, gunakan vaksin
VVM B : warna vaksin berubah lebih gelap tapi masih lebih terang dari lingkaran sekitar. bila belum kadaluwarsa, segera gunakan vaksin
VVM C : warna vaksin sama gelapnya dengan lingkaran sekitar. Jangan gunakan vaksin, segera lapor ke pimpinan.
VVM D : warna vaksin lebih gelap dari lingkaran sekitar. Jangan gunakan vaksin, segera lapor ke pimpinan.
c.       Freeze tag / freeze watch
Untuk vaksin inaktif. Untuk mengetahui apakah vaksin pernah terpapar suhu DIBAWAH 0 C. Tanda freeze watch bila warna biru melebar, vaksin tidak boleh dipakai. Tanda freeze tag bila muncul tanda silang, vaksin tidak boleh dipakai.
d.      Warna dan kejernihan vaksin
Merupakan indikator kestabilan vaksin.
Contohnya vaksin polio harus berwarna kuning orange. Bila warnanya berubah menjadi pucat atau kemerahan berarti pH nya telah berubah sehingga tidak stabil dan tidak boleh digunakan.
Vaksin toksoid, rekombinan, dan polisakarida berwarna putih berkabut. Bila menggumpal atau ada endapan, maka sudah pernah beku, tidak boleh digunakan
e.       Uji test kocok
Uji kocok untuk membuktikan vaksin pernah membeku atau tidak. Caranya kocok vaksin, diamkan selama 60 menit, bila ada endapan, jangan digunakan15

KESIMPULAN
-          Hepatitis B merupakan penyakit endemis di Negara berkembang, yang disebabkan oleh virus yang dapat merusak sel-sel dan fungsi hati.
-          Pemberian Vaksin hepatitis B sangat efektif dalam mencegah infeksi virus hepatitis B.
-          Vaksin hepatitis B tersedia dalam bentuk rekombinan maupun kombinasi dengan vaksin lainnya contohnya DTP
-          Pemberian vaksin hepatitis B minimal 3 kali. Jadwal yang dianjurkan adalah usia 0, 1, dan 6 bulan  pada bayi karena respons antibodi pada usia itu sangat optimal
-          Vaksin hepatitis diberikan secara intramuskular dan dianjurkan disuntikkan pada deltoid atau paha anterolateral.
DAFTAR PUSTAKA

1.      Kusmawati, Laili dkk. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pemberian imunisasi hepatitis b 0-7 hari. berita kedokteran masyarakat Vol. 23, no. 1. Jogjakarta
2.      Harahap, Juliandi. 2009. Evaluasi Cakupan Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Usia 12–24 Bulan di Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 42 No. 1 . Universitas Sumatera Utara
3.      VIS-Indonesian, 2012. Vaksinasi Hepatitis B yang Perlu Anda Ketahui. www.immunize.org/vis. translation provided by the Wenworth-Douglasss Hospital
4.      Helmi, Alfian. 2008. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap Perilaku Ibu dalam Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi di Kabupaten Aceh Utara. Medan
5.      Pusdatin Kemenkes RI, 2014. Situasi dan Analisis Hepatitis. Pekan Peduli Hepatitis B 4-12 September 2014
6.      Zain, lukman Hakim, 2006. Hepatitis B dan permasalahannya. Peringatan dies natalis ke 54 Universitas Sumatera Utara.
7.      WHO, 2015. Media Centre Hepatitis B Fact Sheet www.who.int/mediacentre/factsheets/fs204/en/# . last update Maret 2015. Diakses pada 2 juni 2015
8.      CDC,2007. Vaksinasi Hepatitis B. http://www.asiaohio.org/wp-content/uploads/2011/06/indonesian_hepatitis_b.pdf diakses pada 19 juni 2015
9.      Depkes. 2005. Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Kementrian Kesehatan Indonesia. Jakarta
10.  Biofarma. Vaksin Hepatitis B rekombinan.  http://www.biofarma.co.id/ ?dt_portfolio=hepatitis-b-vaccine-recombinant-2\ diakses pada 16 juni 2015
11.  Biofarma.Vaksin Kombinasi DPT-Hb. http://www.biofarma.co.id/wp-content/uploads/2013/08/Vaksin-DTP-HB-10.png diakses pada 16 juni 2015
12.  Ismalita.2003. Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi Prematur. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 4, Maret 2003: 163 – 167. Medan
13.  Rusmil, kusnadi. 2015. Melengkapi/Mengejar Imunisasi (bagian 2). Ikatan dokter Anak Indonesia. http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/melengkapi-mengejar-imunisasi-bagian-ii.html. diakses pada 7 juni 2015
14.  Chairuddin P. Lubis, 2004.  Imunisasi Hepatitis B Manfaat Dan Kegunaannya Dalam Keluarga. Universitas Sumatera Utara.
15.  Biofarma. Vaksin DPT-HB-HiB. http://www.biofarma.co.id/?dt_portfolio =pentabio-vaksin-dtp-hb-hib diakses pada 20 juni 2015
16.  Rinangtyas, Kengi. 2011. Slide kuliah Imunisasi. http://www.slideshare.net/kenggi/imunisasi-10554445?from_action=save&from= fblanding. Diakses pada 20 juni 2015


 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS