Pages

Akifah Rahmat

Friday, April 6, 2012


Kenyataan Sebuah Mimpi…
Akifah Rahmat
(dan lagi-lagi… aku merasa…  telah memeluk seorang bidadari…)
Seorang muslimah. Seorang gadis manis. Seorang saudari. Seorang teman. Seorang sahabat. Seorang bidadari. Seorang pejuang.
Seorang syuhada !
Dia selalu tersenyum. Dia selalu menampakkan senyumnya yang menyejukkan itu.
Juli 2008,
Dia... Kontingen Makassar. Bersama 119 orang anak yang lain, membentuk kesatuan : angkatan 12… M2... X2... Dia menyayangi “Nitendo Peace”. Dia cerdas. Dia peserta bimbingan olimpiade matematika. Dialah pemilik senyuman yang indah.
Agustus 2008,
Dia memiliki banyak kelebihan. Dia pasukan pengibar bendera hari kemerdekaan. Suaranya, suaranya indah. Seperti indahnya warna biru. Seperti indahnya bulan. Dia bilang, ia sangat suka memandangi bulan dan berbaju biru. Dia… Dia teguh pendiriannya. Dia mengukuti hal-hal baik yang dicontohkan kepadanya. Seperti kakaknya. Dia menjaga tapak kakinya. Dia istiqomah dengan balutan kaus kaki. Subhanallah… Dialah pemilik senyuman yang indah.
September 2008,
Ah. Dia begitu gembira ketika menonton drama Asia : Jewel In The Palace, Hwang Ji Ni, Full House, Princess Hours. Tak banyak yang menyangka, gadis kalem dan manis ini begitu antusiasnya membicarakan tokoh-tokoh korea. Dia... Begitu menyenangkan... Dialah pemilik senyum yang indah.
Oktober 2008,
Dia memiliki cita-cita yang mulia. Seorang dokter. Ya. Baginya, tidak ada yang begitu indah selain menjadi seseorang yang bermanfaat bagi orang lain. Dia mempertahankan aqidahnya. Dia ingin menjadi seseorang yang digambarkan pada namanya. Akifah : Yang menetap ; Rahmat : anugerah. Dia mengerti, kebahagiaan tidak selamanya indah. Dia pernah bilang dia ingin sekali meraih mimpinya. Ya... Dialah pemilik senyum yang indah.
November 2008,
Keramahannya membuat ia pantas menjadi rege Keasramaan. Sejak awal pun ia telah terpilih menjadi wakil ketua asrama. Kepribadiannya yang baik. Mengagumi teman-temannya. Dan satu hal.. Tak lengkap indahnya malam tanpa mendengar suaranya untuk mengajak seisi asrama tadarus..
“ yang di atas... yang di bawah... tadarus...”
Suara itu... suara manja setiap malam itu... terekam... tak pernah mati.
Dan dialah… dialah pemilik suara yang indah…
Desember 2008,
Sudah satu semester bersama dia... Akifah... Dia sangat menyukai Matematika dan Bahasa Indonesia.
Dia terkadang mengeluh dengan kesibukan yang tiada habisnya di sekolah ini. Tapi semua itu dapat ia lupakan karena ia merasa beruntung memiliki teman-teman seperti angkatan 12..
Mei 2009,
Segala puji bagi Allah…
Yang telah mengizinkan dia… Pemilik senyum yang indah... menyambut tahun ke-16 nya di dunia…
 6 Mei 2009...
Bahagia dia... bahagia kami... bahagia kami semua…
Hari itu.. Mata berbinar penuh harap dan semangat, semoga umur barunya itu, membawanya pada hidup yang lebih baik.
Harinya penuh dengan keindahan. Terlihat saat dia memerankan sosok Ibu Guru pada drama Bahasa Indonesia...
Dia... menghayati perannya... Teringat saat itu... Dengan gaun hitam, ia menjadi guru dambaan anak-anak, yang terpaksa pergi meninggalkan mereka dengan sajak indah, untuk menempuh jalan lain...
Dia... dialah pemilik senyum yang indah.
Juni 2009,
Mungkin ini bulan kelabu, jenis kelabu yang benar-benar kelabu bahkan mendekati hitam. Namun, warna biru itu masih saja muncul dari balik tutupan kelabu itu. Walau kelabu, pagi masih saja mau tersenyum untuk Si Biru hingga Biru itu sanggup mengundang semburat mentari yang indah, nyanyian burung yang indah, dan tetesan embun pagi yang sejuk.
“buk.. Tangkap Akifah..!”, itulah ceria teriakan Lana meminta ia menangkap bola, dasar si Biru yang suka senyum, walau harus berlari dan terengah-engah untuk menangkap bola tersebut, ia tetap tersenyum.
Malam datang, bersama bulan yang menunjukkan keangguanannya, entah mengapa rasanya kembali kelabu walau di langit taburan bintang menerangi dengan antusias. Dirinya keukeuh berdiam di bawah payung langit demi menyaksikan kemegahan malam bersama bulan yang amat disukainya.
Malam itu dirinya penuh dengan pesan dan kesan. Entah mengapa suasana malam jadi semakin kelabu. “kawan.. kita harus kompak, kita jangan membuat gap-gap lagi.” Ujarnya dengan wajah penuh harap dan cahaya mata ketulusan.
Malam semakin gelap. Senyum itu mulai pulas dalam tidurnya, hingga suatu saat, senyum itu, keceriaan itu, berubah menjadi tangis kesakitan. Meraung-raung merobek hati siapapun yang melihatnya. Mengiris pilu menyisakan luka sembilu yang teramat perih.
Pagi kembali menyambut dengan wajah baru penuh duka dan asa, berharap senyum itu kembali mengundang suasana pagi yang indah. Berharap tawa itu kembali merenyahkan suasana pagi yang malas. Berharap keceriaan itu hadir lagi dan mengisi setiap relung jiwa kita bagai embun pagi yang sejuk dan segar.
Rona merah itu telah pudar dari wajahnya, namun pesonanya tak pernah hilang dari pelupuk mata. Alangkah bahagianya kita bisa melihat bibir itu melukiskan segaris senyum, walau tubuh itu kaku, dingin, dan terpisah dari ruhnya. Sungguh pemilik senyum sepanjang masa.
Si Biru pemilik senyum itu telah berpulang, menemui kehidupan barunya di tempat lain. Tempat yang terasa jauh dari jangkauan, terasa tak kasat mata tapi ada dan benar-benar ada.
Dia meninggalkan kita, bagian dari hidupnya di dunia fana. Meninggalkan segala kenangan indah tentangnya, meninggalkan ngiang merdu tawa cerianya, dan meninggalkan seulas senyum dan keanggunannya. Sunguh… Dia pemilik senyum yang indah.
Dia bagaikan keanggunan bulan di malam hari,
Bagaikan kesejukan embun di pagi hari,
Bagaikan keceriaan sinar mentari di siang hari,
Dan bagaikan kelembutan angin sepoi-sepoi,
Kala senja menghampiri,
Dan kala itu… 17 Juni 2009… Adalah hari di mana orang-orang tidak akan memungkiri… Bahwa dialah… Dialah pemilik senyum yang indah…  

No comments:

Post a Comment

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS