Pages

MDGs, Antara Harapan dan Realita…

Tuesday, February 28, 2012

MDGs adalah singkatan dari Millenium development Goals, dalam bahasa Indonesia disebut deklarasi millennium. Dibentuk pada tahun 2000, awal masa millennium, di New York, dimana banyak pemimpin Negara berkumpul mendiskusikan nasib rakyat dunia. Mengenai jumlah pasti yang mengikuti maupun megadopsi deklarasi tersebut, ada sumber yang mengatakan 188, 189, bahkan ada juga sumber yang menyebutkan hingga 193. Yang bertanda tangan sekitar 147 kepala Negara. Namun sebenarnya semakin banyak Negara yang ikut mengadopsi, maka itu akan jauh lebih baik. Karena sebuah kejadian besar sebenarnya berawal dari mimpi, dan deklarasi ini merupakan mimpi bersama demi tercapainya kesejahteraan masyarakat dunia.
Pencapaian target dari deklarasi millennium harusnya menjadi prioritas utama bersama. Karena target ini tidak akan merugikan pihak manapun, malah menguntungkan semua pihak. Keinginan untuk membuat Negara ini menjadi jauh lebih baik bisa dijadikan sebuah motivasi untuk mendukung target ini.
Mengenai target yang dilandaskan pada deklarasi millennium, ada 8 pokok dimana semua yang bertanda tangan menyetujui agar semua Negara :
1.  Memberantas kemiskinan dan kelaparan
  • Pendapatan populasi dunia sehari $1.
  • Menurunkan angka kemiskinan.
2.  Mencapai pendidikan untuk semua
  • Setiap penduduk dunia mendapatkan pendidikan dasar.
3.  Mendorong kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan
  • Target 2005 dan 2015: Mengurangi perbedaan dan diskriminasi gender dalam pendidikan dasar dan menengah terutama untuk tahun 2005 dan untuk semua tingkatan pada tahun 2015.
4.  Menurunkan angka kematian anak
  • Target untuk 2015 adalah mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun.
5.  Meningkatkan kesehatan ibu
  • Target untuk 2015 adalah Mengurangi dua per tiga rasio kematian ibu dalam proses melahirkan.
6.  Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya
  • Target untuk 2015 adalah menghentikan dan memulai pencegahan penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit berat lainnya.
7.  Memastikan kelestarian lingkungan hidup
  • Mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan setiap negara dan program serta mengurangi hilangnya sumber daya lingkungan.
  • Pada tahun 2015 mendatang diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat.
  • Pada tahun 2020 mendatang diharapkan dapat mencapai pengembangan yang signifikan dalam kehidupan untuk sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh.
8.   Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
  • Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang berdasarkan aturan, dapat diterka dan tidak ada diskriminasi. Termasuk komitmen terhadap pemerintahan yang baik, pembangungan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional dan internasional.
  • Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara kurang berkembang, dan kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil. Ini termasuk pembebasan-tarif dan -kuota untuk ekspor mereka; meningkatkan pembebasan hutang untuk negara miskin yang berhutang besar; pembatalan hutang bilateral resmi; dan menambah bantuan pembangunan resmi untuk negara yang berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan.
  • Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang negara-negara berkembang.
  • Menghadapi secara komprehensif dengan negara berkembang dengan masalah hutang melalui pertimbangan nasional dan internasional untuk membuat hutang lebih dapat ditanggung dalam jangka panjang.
  • Mengembangkan usaha produktif yang layak dijalankan untuk kaum muda.
  • Dalam kerja sama dengan pihak "pharmaceutical", menyediakan akses obat penting yang terjangkau dalam negara berkembang
  • Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.

Di Indonesia sendiri, melalui program pencapaian MDGs, SBY menginstruksikan penjabaran butir-butir tujuan di atas menjadi target-target yang lebih praktis dan derivatif. Berdasarkan situs resminya, MDGs sendiri oleh Indonesia diterjemahkan sebagai beberapa tujuan dan upaya pembangunan manusia, sekaligus sebagai usaha penanggulangan kemiskinan ekstrem.
Boleh dikatakan, presiden kita, SBY hingga saat ini tergolong salah satu dari beberapa kepala negara yang cukup aktif mewakili Indonesia dalam beberapa acara manifestasi internasional. Hingga periode kedua pemerintahannya ini SBY berulang kali ke luar negeri dan menghadiri pertemuan baik secara bilateral dengan beberapa kepala negara, maupun secara konferensional seperti pada beberapa konferensi isu perubahan iklim dan pemulihan ekonomi. Saat ini boleh dikatakan pula bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang “diperhitungkan” dalam forum diskusi internasional. MDGs ini sendiri saat ini sudah memiliki sistem koordinasi sendiri yang oleh pemerintah Indonesia diupayakan agar bisa efektif dalam pencapaiannya.
Sayangnya, sekelumit masalah dalam negeri yang beberapa di antaranya tergolong krisis dan bersifat alot dalam penyelesaiannya, mau tidak mau menjadi pengalih perhatian pemerintah dan kalangan masyarakat dalam negeri dari hal-hal yang tak kalah penting dan esensial seperi realisasi MDGs. Dari kacamata penulis sendiri nampak hal-hal yang berupa kekhawatiran bahwa saat ini pemerintah sudah cenderung reaktif hanya pada isu-isu jangka pendek yang bergulir di masyarakat, baik itu menyentil pemerintah ataupun yang tidak. Beberapa waktu yang lalu timbul diskusi kecil di beberapa kalangan aktivis dalam negeri yang menyinggung sikap SBY yang dianggap terlalu “cengeng” dan tidak esensial karena sangat mudah menanggapi kritikan kecil semacam pemberitaan media massa sedangkan sudah jarang membahas kiat praktis dalam merealisasikan program pembangunan jangka panjang yang disusun oleh pemerintahannya sendiri. Hal ini memang tidak bisa dipungkiri bahwa godaan pemerintahan yang dialami oleh SBY berisiko menjadi batu sandungan jalannya pemerintahan yang seharusnya lebih mengedepankan misi dan target-target pemerintahan yang lebih masuk akal dan realistis.
Sekelumit contoh menurut uraian target MDGs Indonesia yang sebagian besar ditargetkan sudah tercapai pada tahun 2015,  diuraikan dari tujuan pertama MDGs, Indonesia menargetkan mengentaskan kemiskinan minimal 50% dari seluruh masyarakat miskin di Indonesia. Selain itu, mengurangi jumlah masyarakat penderita kelaparan hingga setengahnya. SBY pastilah sudah sering meluncurkan instruksi-instruksi kepada para pembantunya untuk merealisasikan dua poin ini. Namun, jika dilihat dari kacamata Orang Indonesia dalam perspektif MASYARAKAT, maka tidaklah berlebihan jika dinilai bahwa hingga saat ini belum ada hasil sama sekali yang dirasakan.
Hal lain adalah program peningkatan kesehatan ibu. Tingkat kematian Ibu karena proses melahirkan di Indonesia oleh WHO dikategorikan masih tinggi, yaitu 1 dari 65. Dalam sepuluh tahun terakhir, angka kematian Ibu di Indonesia menurun hanya sekitar 120, jadi butuh upaya besar jika target 2015 ditekankan pada semakin rendahnya angka kematian Ibu ini. Saat ini SBY masih setia dengan prgoram KB, program “warisan” penyelenggaraan kesehatan dari pemerintahan sebelumnya. Hingga saat ini pun belum begitu banyak dirasakan inovasi dan sosialisasi pencapaian tujuan KB sehingga tingkat kelahiran pun masih tergolong tinggi.
Saat ini pemerintahan SBY sudah memasuki periode ke-2. MDGs nampaknya perlu disosialisikan lebih luas ke masyarakat dengan dengan interpretasi dan pembahasan yang lebih sederhana. Masyarakat tentunya tidak ingin program-program hebat dunia semacam ini hanya menjadi bola manis politik yang pada akhirnya hanya menjadikan pemerintahan “keren”, namun bisa menjadi cikal bakal terwujudnya masyarakat yang memiliki pandangan lebih terbuka pada arah pemerintahan saat ini.
SBY selaku pemegang tongkat koordinasi penyelenggaraan pemerintahan serta penyalur program-program dunia untuk masyarakatnya memang dituntut untuk selalu terbuka dan solutif. Dengan serangkaian tim kerja serta koordinator kabinet pastilah tidak begitu susah untuk membuat masyarakat mengetahui program-program pemerintah yang paling baik, apalagi memang hanya menyangkut kesejahteraan masyarakat. MDGs saat ini memang belum begitu populer di tahah air, masih banyak masyarakat yang belum paham bahkan menyebut istilahnya saja sudah susah payah. Maka sekali lagi, adalah tugas pemerintah yang membahasakannya agar lebih “merakyat”.
Sosialisasi program dunia untuk masyarakat Indonesia bisa juga menjadi media pembangunan hubungan baik antara pemerintah dan masyarakat yang saat ini sangat rentan terhadap isu-isu diferensial dan cenderung menimbulkan reaksi represif. Beberapa isu yang terjadi belakangan ini semakin menguatkan adanya indikasi bahwa hubungan pemerintah dengan rakyat semakin renggang dan tegang. Di saat seperti inilah masyarakat membutuhkan kedewasaan pemerintah yang bisa menjadi panutan. Karena pada hakikatnya, hampir tidak ada rakyat yang anti terhadap pemerintahnya sendiri.
Bagaimanapun, program Millenium Development Goals (MDGs) ini sangat cocok merepresentasikan masalah-masalah yang dialami Indonesia. Adalah betul bahwa melalui MDGs negara-negara lain juga saat ini berjuang menyelesaikan masalah-masalah yang sama, dengan caranya masing-masing.
Dalam kondisi sudah lumayan dipandang dunia seperti ini, Indonesia wajib membuktikan sesuatu, paling tidak memperlihatkan kemajuan-kemajuan MDGs pada 2015.
Upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Sasaran Pembangunan Milenium pada tahun 2015 akan sulit karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran utang yang sangat besar. Program-program MDGs seperti pendidikan, kemiskinan, kelaparan, kesehatan, lingkungan hidup, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan membutuhkan biaya yang cukup besar. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun. tanpa upaya negosiasi pengurangan jumlah pembayaran utang Luar Negeri, Indonesia akan gagal mencapai tujuan MDGs.
Jadi, apakah menurut anda semua mimpi dan harapan ini akan menjadi nyata? Mari kita berdoa bersama…

No comments:

Post a Comment

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS